Bab 54

1.5K 135 48
                                    

Ricky benar-benar bingung dengan perasaannya saat ini, ketika bibir Alicia menuntunnya untuk melakukan hal yang sama. Ricky yakin ini bukan ciuman pertama mereka, tetapi ciuman yang akan ia ingat untuk selamanya.

Decap bibir menggema pelan, seiring pagutan yang kian menuntut. Sebelah tangannya sudah menahan pipi Alicia, sampai bibir lembut itu meninggalkan bibirnya.

Bibir Ricky masih terbuka, ketika dadanya sudah terasa lebih longgar dan mendadak kewarasannya kembali pulih. Meski begitu, dadanya berdebar tak karuan. Menghela napas, Ricky menatap bingung Alicia yang tersenyum malu, sebelum bibirnya ikut tersenyum dan seketika merasa sinting. Ia baru saja menangis putus asa dan ciuman Alicia kini membuatnya tersenyum.

"Itu tadi... apa?" tanya Ricky sambil menatap wajah salah tingkah Alicia. Sepertinya ia lebih linglung lagi sehingga mempertanyakan hal yang tidak perlu.

"Jangan sedih lagi." Sebelah tangan Alicia mengusap pelan pipi Ricky. Menghapus jejak air mata yang belum kering.

"Kalau masih sedih, dicium lagi nggak?" tanya Ricky dengan wajah bodohnya yang segera bersambut senyuman malu-malu Alicia. Sejenak Ricky merasa tidak tahu diri. Entahlah, ia juga bingung dengan perasaannya saat ini. Ciuman barusan mengambil sebagian sedih dan cemasnya. Hatinya yang carut-marut berangsur tenang.

"Yang kuat, Papa." Kedua tangan Alicia menggenggam sebelah tangan Ricky, demi memberi semangat lebih banyak.

Seketika Ricky terpana. Mendung di atas kepalanya sirna dan pelangi muncul di langitnya yang berganti cerah.

"Makasih Mama." Ia menatap haru. Dunia kecil yang ia tunggu-tunggu mulai terlihat. Dunia yang hanya ingin ia jalani dengan Alicia bersama anak mereka. Dunia yang membuat Ricky bersumpah, ia bersedia menjadi apa saja untuk Alicia agar diijinkan tinggal di dalamnya dan dipanggil papa.

"Hati-hati sama pipi kamu. Aku berangkat kerja dulu." Alicia kembali mendekatkan wajah dan mengecup singkat bibir Ricky.

Aku dicium lagi? Ricky menatap takjub sambil tersipu malu. Sisa kesedihannya berguguran, bunga-bunga bermekaran di hatinya. Ricky nyaris lupa akan nasibnya yang bagai telur di ujung tanduk.

"Jangan lupa sarapan." Alicia meraih ponsel dan tas-nya di atas meja, kemudian tersenyum dan melambaikan tangan pada Ricky yang setia mengikuti pergerakannya.

Pintu tertutup dan Ricky terbengong-bengong sendirian.

Dia cium aku duluan? Jemari Ricky menyentuh pelan bibirnya sendiri. Alicia yang seperti bidadari, menciumnya duluan?

Di...di...bibir? Ricky menampar sebelah pipinya yang tidak luka.  Auw! Sakit. Ternyata ini kenyataan. Ia sedang tidak bermimpi. Senyumannya mengembang lebar, sebelum ia merasa salah tingkah sendiri. Rasanya sudah mirip seperti orang gila. Ricky menyerah, ia tidak sanggup menahan senyuman di wajahnya meski tidak ada siapa pun yang melihat.

Aku harus kuat, demi kamu. Demi anak kita, Ricky berakhir menatap meja, tenggelam dalam perasaan yang ia sendiri tidak tahu akan menjadi seberapa besar lagi. Ia sudah memasrahkan hatinya pada Alicia, membiarkan wanita itu membawa perasaannya ke mana saja.

Sementara Alicia berjalan menuju lift dengan sisa debaran di dada. Terlambat menyadari, mungkin saja ia melakukan kesalahan kesekian akibat terbawa perasaan.

Akan tetapi, Ricky selalu menjadi laki-laki yang membuatnya melanggar batasan-batasan yang telah ia tetapkan sendiri. Entah bagaimana, Ricky menjelma perangkap bagi hatinya yang menjadi rentan terhadap senyuman semanis fruktosa. Di dalam hatinya timbul pengakuan yang membuat Alicia malu sendiri. Ia tidak bisa memungkiri, ciuman barusan tidak ia niatkan sebagai yang terakhir.

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang