Bab 39

1.2K 139 19
                                    

Alicia sudah membayangkan, tentu Frida dan Ghea akan mengatainya bodoh bahkan memarahi habis-habisan. Namun semua itu tidak terjadi dan mereka malah berpindah tempat duduk di sisi kanan dan kirinya. Tentu saja Frida dan Ghea luar biasa terkejut dengan pengakuannya. Tetapi mereka segera menempatkan diri sebagai sahabat-sahabat yang bisa diandalkan.

"Gue tahu malem itu gue salah banget. Karena gue udah lama kesepian, gue terpesona sama ini berondong. Gue akui Ricky menarik. Dengan sadar gue temenin dia minum sampai mabuk. Malem itu bener-bener kesalahan yang bikin hidup gue jadi kayak gini. Tapi gue tetep pertahanin anak ini dan besarin dia sendirian." Alicia mengusap air matanya yang nyaris tumpah dengan selembar tisu.

"Lo yakin sendirian? Apa nggak sebaiknya jujur sama Ricky?" Ghea menatap prihatin.

"Gue nggak mau. Dia memang perhatian dan siap tanggung jawab, tapi dia sepuluh tahun lebih muda dari gue, terus dia juga tukang celup suka main cewek." Alicia sengaja memberikan alasan demikian. Bukankah Ricky memang spesialis celup-celup? Walau yang dicelup oleh Ricky adalah wanita-wanita berumur.

Ricky sepertinya juga celup-celup perempuan yang lebih muda. Dirinya adalah salah satu bukti. Sampai sekarang, Alicia masih kerap sedih mendapati kenyataan ini. Kenapa harus dirinya yang menjadi saksi nyata kelakuan nakal Ricky? Ricky bahkan meninggalkan jejak yang akan ia rawat dan besarkan seumur hidup. Anak ini akan selalu membuatnya teringat akan kebodohannya di malam itu.

Ia tidak mungkin mengakui di hadapan teman-temannya jika Ricky adalah seorang gigolo, bahkan jika diperhalus dengan ungkapan simpanan tante-tante sekalipun. Tidak. Sampai kapan pun ia tidak akan mau mengakuinya. Kelewat malu, diam-diam hamil dengan seorang gigolo. Lebih baik ia mengaku hamil dengan cowok nakal saja daripada dengan gigolo meski sama-sama nakal. Setidaknya istilah cowok nakal terdengar sedikit lebih mendingan.

"Mending gue sendirian daripada hidup sama orang yang salah. Gue nggak mau lebih susah lagi ke depannya. Dia red flag banget buat gue dan gue nggak mau ambil risiko. Mending gue sendiri." lanjut Alicia kemudian.

"Gue bisa ngerti perasaan lo," Ghea mengangguk setuju. "Kayak.. lo malem itu cuma mau main-main sama cowok, cuma mau iseng kenalan karena he is so attractive, eh nggak tahunya malah hamil. Dan lo beneran nggak liat masa depan karena cowok itu nggak punya value. Iya sih, kalo gue jadi lo mending sendiri aja daripada kejebak sama orang yang salah. Berondong sepuluh tahun lagi. Pasti secara pola pikir pasti udah beda. Mungkin dia masih kepikiran have fun sementara lo udah mikir masa depan. Pasti drain energi banget kalo nekat in relationship sama cowok kayak gitu. Mending energi lo buat besarin anak aja. Gue setuju sih."

"True, gue juga setuju. But gue punya pandangan sedikit beda." Frida menatap Alicia. Gue sering nemu kasus banyak cowok nakal di luar sana yang lari dari tanggung jawab kalo ada di posisi dia. Tapi dia nggak. Dia juga kekeh tetep bersikap tanggung jawab walau lo nggak pernah minta. Iya sih di mata kita, secara value dia kurang. Jauh banget dibanding Pak Nathan. Tapi kesungguhan dia itu yang bikin gue menilai dia pantes dapet pengakuan jujur lo. Seenggaknya, lo tetep harus jujur kalo itu anak dia. Dia tetep bapaknya lho."

"Nggak." Alicia tetap bertahan pada keputusannya. "Gue nggak mau anak ini bikin dia masuk ke kehidupan gue. Gue nggak bisa anak ini bikin gue harus terikat sama dia. Gue tetep nggak mau ada dia di kehidupan gue." Alicia sekali lagi menggeleng tegas.

"Tapi dia udah ada di hidup lo," tandas Frida dengan nada kalem. "Lo terima perhatian dia, lo terima kiriman makanan dari dia, lo juga ditemenin kontrol... nggak ada di hidup lo yang mana Al?"

"Mungkin maksud Alicia di kehidupan sebelum masehi," seloroh Ghea yang bersambut derai tawa Frida.

Seketika Alicia menatap bingung. Benar juga.

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang