Bab 60

1.2K 130 31
                                    

Lusy duduk sendirian di ruang tamu apartemen. Sejak tadi ia menunggu Ricky, tetapi pemuda itu tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Sore tadi, diam-diam ia mengutus Idris untuk mengecek apakah sepeda motor Ricky ada di studio Wisam, dan Idris melapor tidak melihat sepeda motor Ricky. Padahal Ricky mengaku latihan di studio.

Tentu saja Ricky lebih memilih pergi beraktivitas menaiki sepeda motornya, seperti yang biasa pemuda itu lakukan. Lusy tidak mendapati kunci motor di bufet Ricky biasa menaruh kunci kontak. Sejak tadi ia menyimpan curiga. Ke mana Ricky?

Lusy bahkan tadi sempat menghubungi Wisam. Anehnya, Wisam memberi informasi bahwa Ricky berlatih di studio. Lusy merasa ada sesuatu yang tidak beres. Sepertinya Wisam menutup-nutupi ke mana Ricky pergi. Ah bodohnya! Lusy menepuk gemas keningnya sendiri. Tentu saja Wisam memilih memihak Ricky. Apa yang bisa ia harapkan dari anak-anak Eijaz itu? Mereka semua teman-teman Ricky, jelas mereka semua melindungi Ricky.

Lusy yakin, sepertinya Ricky memang menemui perempuan itu. Perempuan lain, yang kata Florence lebih muda darinya. Memikirkannya saja sudah membuat Lusy terbakar api cemburu. Ricky pasti sangat bergairah menyentuh perempuan yang lebih muda itu. Akhir-akhir ini performa ranjang Ricky menurun drastis. Ricky tidak segarang dulu, malah sering loyo di tengah permainan. Sesi pemanasan pun seringkali terasa membosankan hingga ia menguap.

Gigolonya tidak lagi menggairahkan dan berkobar-kobar seperti dulu. Tidak ada aksi seksi, yang ia dapatkan hanya reaksi basi.

"Kok kamu kayak gini sih?" Lusy ingat saat ia kembali melempar protes.

"Ya ini yang Tante dapet kalo nikah sama Ricky," jawaban Ricky kala itu membuatnya jengkel. Jadi Ricky sengaja memberi performa buruk agar tidak dinikahi?

Lusy rasanya sudah habis kesabaran ketika beberapa kali menginginkan seks, tetapi Ricky terlihat ogah-ogahan melayaninya. Terakhir kali ia menginginkannya, Ricky hanya berbaring seperti mayat dengan dalih sedang tidak mood. Ia bersikeras menarik turun celana Ricky yang seolah sudah menyerah dengan sikapnya. Ia bahkan harus bekerja merangsang Ricky agar gigolonya itu ereksi, tetapi Ricky hanya melihat langit-langit kamar dengan tatapan hampa dan bibir tertutup rapat. Sunyi, ia bagai bercinta dengan benda mati. Seumur hidup, belum pernah seorang gigolo menghinanya seperti itu.

Lama-lama hubungannya dengan Ricky terasa kian melelahkan. Setiap kali mendatangi apartemen, ia hanya menjumpai sambutan dingin Ricky. Bukankah ia sudah membayar mahal? Kenapa ia harus berlagak seperti pengemis cinta di hadapan Ricky?

Lusy yakin pasti perempuan itu penyebabnya. Perempuan yang membuat Ricky tidak ingin memperpanjang kontrak. Perempuan yang membuat Ricky ingin berhenti jadi gigolo. Perempuan yang sepertinya sangat dicintai Ricky sehingga membuat Ricky ingin membuka lembaran hidup yang baru. Jika sudah begini, rasanya tawaran nilai kontrak berapa pun akan terasa percuma. Iming-iming hidup mudah dengan bergelimang harta juga tidak mempan.

Lusy sungguh paham, tidak ada yang bisa mengalahkan hati lelaki yang sedang jatuh cinta. Ricky sudah berubah. Ricky bukan lagi pemuda matre yang agresif melayaninya demi sejumlah nominal. Tentu saja ia bersikap kelewat loyal pada Ricky karena pemuda itu sebelumnya begitu pandai menggoda dan menyenangkan hatinya. Sejujurnya, Lusy merindukan masa-masa yang sudah lewat itu, ketika Ricky masih bersikap manja kepadanya.

Akan tetapi, Lusy masih belum rela kehilangan Ricky. Selama ini tidak ada yang bisa membuat hatinya begitu bahagia seperti Ricky. Hanya Ricky yang paling bisa melakukannya. Lusy bahkan sudah tidak berhasrat mencari pemuda lain meski Ricky sudah sering gagal memuaskannya di atas ranjang. Lusy menyadari, bersama Ricky bukan hanya soal seks, tapi juga kenyamanan meski hal itu hanya dirasakan olehnya.

"Flo, kasih tahu Mama. Siapa perempuan itu?" Semalam ia kembali bertanya pada Florence.

"Mama kan sudah tahu apa maunya Flo?"

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang