Bab 82

1.2K 160 51
                                    

Semenjak Ricky pergi, apartemennya tidak pernah sama lagi. Lampu di dalam ruangan kini lebih sering padam. Apartemen itu menjelma menjadi ruangan kosong yang tidak menarik lagi. Ricky tidak meninggalkan apa pun kecuali barang-barang pemberiannya dan alat cukur di kamar mandi, yang biasa Ricky gunakan untuk mencukur kumis. Lusy masih selalu teringat, bagaimana ketika Ricky bercukur di wastafel toilet. Pisau cukur itu, bahkan masih ia biarkan tetap berada di tempatnya.

Lusy masih kerap membayangkan, jika suatu saat Ricky kembali muncul di apartemennya dan kembali memuaskan dahaganya seperti dulu. Lusy masih sering mengingat-ingat bagaimana mereka saat bercengkerama dulu. Enam bulan pertama dengan Ricky segalanya berjalan baik, enam bulan kedua segalanya kacau balau.

Ia bukannya tidak mencoba. Setelah Ricky meninggalkannya, ia mencoba bersenang-senang dengan pemuda lainnya. Teman-temannya memperkenalkan seorang berondong yang lumayan tampan, untuk bersenang-senang. Akan tetapi, sama sekali tidak mengesankan. Rasanya tidak sama. Sikap genit juga manja berondong itu, terbaca menggelikan.

Berondong itu tidur di ranjangnya, tapi tidak bisa menggantikan Ricky. Berondong itu juga manis, tapi entah mengapa hatinya masih merindukan senyuman Ricky. Setiap kali waktu berlalu, bayangan Ricky muncul menggugah rasa rindunya. Tentu saja Lusy belum ingin menyerah. Ia ingin kembali mendapatkan Ricky tanpa mengorbankan reputasinya.

Menuntut Ricky? yang benar saja. Tentu saja ia tidak akan melakukannya.

Diam-diam ia selalu memantau Ricky. Pemuda itu semakin rajin memposting video cover lagu di akun Youtube. Jumlah followers Ricky juga semakin bertambah. Lusy jadi bertanya-tanya sendiri. Apa Ricky sedang membangun karir sebagai selebriti di media sosial? Wajah Ricky kini juga mulai sering FYP di Tiktok. Mengejutkan. Apa mungkin Ricky ingin menjadi seleb Tiktok? Entahlah.

Masih di kamar hotel, Lusy menatap Surabaya di malam hari dari jendela kamarnya. Tiba-tiba ponsel di atas meja berdenting. Lusy melihat notifikasi pesan masuk dari Tatang muncul pada bagian atas layar ponselnya.

'Bu Lusy, lapor. Saya liat Mas Ricky.'

Lusy segera membuka pesan dan melihat foto-foto Ricky yang tampak memasuki lobi apartemen sebelah. Ricky bahkan terlihat memasuki lift.

Apa? Lusy menatap layar dengan heran.

'Waktu itu saya janjian ketemu sama temen saya yang jadi satpam di gedung apartemen sebelah. Temen saya bilang, Mas Ricky penghuni di apartemen situ.'

Senyuman Lusy mengembang pasti. Jadi Ricky hanya bergeser gedung? Tawanya seketika berderai.

'Mas Ricky sering keliatan sama cewek.' Pesan susulan membuat senyuman Lusy punah begitu saja. 'Kata temen saya, penghuni apartemen situ juga, tapi temen saya nggak hapal namanya. Temen saya hapal Mas Ricky karena satpam-satpam situ sering disapa sama dia.'

Cewek? Apa yang dimaksud Ishana? Tapi  kan Ishana tinggal di kos-kosan? Dasar Junaedi nggak becus! Lusy segera menghubungi Junaedi.

"Halo Bu Lusy?" Terdengar jawaban di seberang

"Jun, lo tidur?"

"Enggak Bu, saya bangun."

Stupid! Lusy memutar malas kedua matanya. "Apa yang lo kasih ke gue? Gue udah dapet kabar terbaru soal Ricky dari informan gue yang lain. Sementara lo? Lo ngapain? Mana info soal cewek Ricky?"

"Masih saya selidiki Bu...."

Jawaban Junaedi terdengar mengecewakan seperti sebelumnya.

"Lo goblok banget deh Junaedi! Udahlah gue nggak pake lo!"

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang