Bab 73

939 135 24
                                    

Alicia tidak tahu, sebenarnya apa yang sedang ia lakukan ketika menyambut pagutan rindu Ricky dengan reaksi serupa. Tujuh hari tidak bertemu, serasa tujuh tahun. Alicia tertahan malu, ketika waktu yang singkat harus membuatnya kembali melepas Ricky.

"Besok pagi, aku ke bank ngurus pencairan deposito," ucap Ricky sebelum pamit.

Tujuh hari tidak bertemu, Ricky tampak segar. Apa karena efek rindu? Rasanya Alicia belum rela, jika Ricky harus menghilang lagi.

"Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu naik ke sini sama siapa?" Pertanyaannya tadi menahan sejenak langkah Ricky.

"Oh, hampir lupa." Cengiran Ricky mengembang. "Aku pindah ke sini, ke lantai tujuh belas." Ricky menuding ke arah atas dengan sebelah tunjuk.

"Pindah ke sini? Kenapa?" tanya Alicia dengan raut heran.

"Biar deket sama kamu."

"Terus Bu Lusy?" Alicia benar-benar tidak mengerti.

"Aku urus nanti." Ricky menjawab enteng.

Semudah itu? Alicia meraba pelan permukaan bibirnya saat ia belum berhasil terlelap di atas tempat tidurnya. Masih teringat-ingat bagaimana Ricky tadi sebelum benar-benar pamit.

"Besok, mampir ke tempat aku ya?" Ricky mengusap pelan celah bibirnya dengan ibu jari, membuat ia mematung saat menemukan jerat tajam Ricky. Kelopak matanya sudah terjatuh saat ujung hidung mereka sudah bersinggungan dan napas hangat Ricky menerpa kulit wajahnya hingga Ricky berbisik, "Besok aku cium lagi, di tempat aku."

Sial! Alicia tidak tahu, berapa kali ia meringis malu dengan kedua pipi sedikit panas tiap kali mengingat kejadian tadi. Nyaris lupa jika Ricky memang spesialis penggoda wanita. Apa ia sungguh tampak seperti seseorang yang sungguh haus dicium?

Alicia mengusap pelan perutnya. Rasanya tidak boleh lebih dari itu tadi. Hormon ibu hamilnya bisa melonjak lupa batasan. Tadi saja Ricky sudah menimbulkan getar-getar aneh pada dirinya, ketika hatinya tenggelam bahagia melepas rindu dengan ciuman dramatis. Alicia buru-buru mengalihkan pikirannya pada hal lain, meski sudah mencobanya sejak tadi Ricky meninggalkan apartemennya.

Mendadak, ia merasa lapar.

Alicia tidak menyangka selera makannya kembali secepat ini. Ia kembali menuruni ranjang, menuju meja makan dan menyantap ote-ote ayam pemberian Ricky yang tinggal tersisa sembilan buah dari lima belas buah. Padahal ote-ote itu berukuran lumayan, hampir seukuran telapak tangan tetapi belum membuat lambungnya penuh. Malah ia tadi sempat menyantapnya dengan nasi.

"Hmm! Enak banget!" Alicia makan dengan lahap sambil menggigit cabai. Entah bagaimana, Ricky selalu muncul dengan makanan enak yang sangat memanjakan lidah. Sejenak Alicia merasa aneh seiring gerakan mengunyah yang kian lambat. Semenjak Ricky muncul, nafsu makannya kembali. Ia jadi ingin makan apa saja dan tidur dengan perut kenyang.

Alicia rasa, Ricky memang pandai memenuhi kebutuhan paling dasar wanita. Pemuda itu bisa memberikan perhatian penuh, seks yang hebat, dan menyediakan makanan enak. Alicia sudah merasakan ketiganya meski tidak ingin mengulangi yang kedua.

"Ah, yang bener?" Alicia dengan ikat kepala merah dan alis kapak muncul menampakkan senyuman sinis. "Padahal Jeng Al bisa dapet gratis daripada bayar 350 jutaaa..... "

"Hush!" Alicia dengan ikat kepala putih muncul. "Ga boleh! Masa udah hamil di luar nikah masih mau nackal.... cipokan doang boleh lah. Mau gimana? Ternyata Jeng Al doyan.... "

"Iya. Lagian Jeng Al terlalu kismin untuk menafkahi gigolo. Mending dinafkahi Nathan kan?"

Kedua Alicia terbahak, menertawakan dirinya sebelum hilang jadi asap. Bener-bener....

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang