Bab 96 : Rumah yang hidup

3.3K 524 36
                                    

Zara sedang merokok diluar gang disebelah restaurant milik bibi Ida, dia berpamitan keluar sebentar untuk menghirup udara segar, karna hawa didalam sana semakin lama semakin membuatnya pengap.

Menghebuskan asap keatas langit, Zara mengeluarkan handphone dan menggulirkan itu untuk bermain catur sebentar.

Dia tidak menyukai gadis itu.

Dia tau bahwa dikehidupan ini bukan salahnya kenapa dia dilahirkan sebagai orang miskin.

Bahkan untuk mengikuti les tambahan diluar, dia membutuhkan menangis dan berekting semaksimal mungkin pada kedua orang tuanya. Ditambah adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP itu.

Membuat beban saja.

Menyebalkan sekali.

Dilihat dari cahaya disekeliling gadis itu, Zara mengetahui betapa disayanginya gadis bernama Aira itu oleh orang-orang. Bisa dengan mudah mendapatkan apapun yang dia mau tanpa harus berusaha, kehidupan yang sangat membuat orang iri disudut manapun manusia memandangnya.

Berjalan menyusuri gang, dan melalui berkotak-kotak sampah, Zara membuang puntung rokok dan mengambil semprotan pengharum mulut dari dalam tas nya, memercikan juga beberapa parfum ke tubuhnya untuk menghilangkan bau.

Tepat saat dia sampai ditaman kecil depan restaurant, dia berlatih untuk tersenyum terlebih dahulu,

Kebiasaan yang selalu Zara lakukan dimanapun dia berada.

Tetapi langkahnya berhenti karena gadis yang menurutnya sangat menyilaukan sampai membuat matanya sakit itu ternyata berdiri disana.

Aira menyandarkan tubuhnya didinding, dia melihat ke arah kakak Ricky yang sedang sibuk berbicara dengan William diujung sana, disebelah mobil, lalu menoleh pada Zara yang baru keluar dari gang dengan acuh tak acuh. Dengan handphone di telinganya, Aira berkata, "Didunia ini ada orang yang aslinya adalah berlian tetapi setelah tercampur terlalu lama dengan tumpukan batu, dan kemudian hanya akan menjadi batu. Namun, ada juga sebagian orang yang cita-citanya terpendam didalam tulangnya, bahkan jika orang lain meremukkannya, kesombongan didalam tulangnya tidak akan berubah sedikitpun, bahkan rela membuat orang lain hanya menjadi alat untuk kenaikkan sosialnya sendiri. Orang seperti ini.. sangat perlu dihilangkan bukan?"

Menunduk untuk melihat sepatunya, tidak ada bahkan suara ditelepon itu yang menjawab balik, tetapi Aira masih terus berbicara sendiri, "ya, tentu saja. Aku harus melakukan sesuatu pada orang itu. Semua yang dia lakukan dimasa lalu, kenapa aku tidak menggunakan hal yang sama untuk membalas budi?"

Lalu mendongak kesamping, tatapan mata Aira saat mengatakan kalimat terakhir itu tidak beralih lagi pada sekitar, dia menatap Zara, dengan mata sedikit menyipit, agak lama.

Zara Mengerutkan kening, dan mundur selangkah, jika bukan karna dia melihat Aira sedang memegang telepon ditelinganya, Zara hampir mengira bahwa gadis yang baru dia temui ini sedang berbicara dengannya.

Kata-kata yang keluar dari mulut Aira sangat tajam.

Dia tidak menyangka penampilan Aira yang seperti ini, ternyata..

Menggelengkan kepalanya, Zara berkata dalam hati. Orang yang dimusuhi oleh gadis ini pasti akan sangat menderita.

Zara mengundurkan diri untuk lebih berurusan dengan Aira. Tidak baik untuk membuat gadis yang berbeda dari tampilan aslinya yang lembut ini sebagai musuh.

Menutup telepon, Aira Menerjapkan matanya, melambai pada Zara. Dia tersenyum seperti baru sadar bahwa Zara ada disana, "ah, Zara, darimana saja kau? bibi Ida sepertinya sedang mencarimu"

Jika seperti itu, tidak mungkin Zara akan terus bingung ditempat, dia membalas senyuman Aira dan berbasa-basi, "aku menjawab telepon dari orang tuaku sebentar. Aku akan masuk kedalam, kau akan pulang sekarang Aira?"

AIRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang