Bab 2: Perpisahan Evan

24.9K 2.2K 64
                                    

Aira menangis sangat lama

Sampai-sampai ayahnya bingung sendiri dengan apa yang harus dilakukan, ayah menghiburnya dengan berbagai macam kata, tetapi bukan tangisan anaknya akan berhenti, anaknya malah menangis dengan kekuatan yang lebih keras lagi.

Yang dia tidak tahu adalah, anak perempuannya bukan sedih karna kejadian ini, tetapi dia sangat bahagia sehingga dia tidak bisa menghentikan air matanya sendiri.

Aira sangat menghargai mimpi itu, jika dia tidak bermimpi entah apa yang akan terjadi nantinya di masa depan, jika dia tidak bermimpi mungkin dia akan benar-benar melakukan hal-hal bodoh semacam itu.

Dia tidak tahu kenapa Tuhan memberikannya berkah semacam itu, tetapi dia sangat bersyukur.

Entah itu karna rasa kasihan, atau Tuhan menyuruhnya untuk menjadi anak yang berbakti di masa depan, atau hanya kesalahan yang telah dibuatnya dalam pengaturan hidup manusia.

Dia tidak terlalu ingin memikirkannya dan hanya terus memeluk lelaki yang adalah ayahnya ini dengan sangat erat.

Aira dapat merasakan bahwa ayahnya tertegun dengan pelukannya, yang tidak disangka-sangka akan didapatkannya secara tiba-tiba.

Setelah sekian lama waktu, Aira baru melepaskan pelukan.

Terseyum menatap dalam-dalam wajah ayah yang dia tahu sedang sangat bingung melihat tingkahnya yang tadi menatap dia dengan penuh kebencian, dan sekarang mengubahnya menjadi senyuman hangat.

''Ayah.. aku akan ikut denganmu'' Aira berbicara dengan sangat pelan, sambil menatap ayahnya dengan lekat. Suaranya yang habis menangis terdengar seperti dengungan.

Lelaki paruh baya itu hanya berdiri kaku menatap anaknya tanpa bisa berkata-kata, dia tidak berharap bahwa anaknya akan dengan lembutnya memanggil dia dengan panggilan.. ayah.

''Maafkan Aira karna tadi membentak, dan menyuruh ayah untuk pergi. Aira.. hanya sangat sedih karna kepergian nenek '' Aira dengan sangat, menjelaskan tentang hal itu. Karena sebelum memasuki rumah dan mengunci dirinya dikamar, dia banyak membentak ayahnya, bahkan jika jalan hidupnya di mimpi itu begitu panjang, banyak hal yang dapat Aira ingat secara detail.

Ayah yang kaku tadi mulai meleleh dengan suara lembut putrinya sendiri.

Inilah putrinya, yang tidak bisa dilindunginya, dan telah menghilang sangat lama, putrinya yang dicari- carinya seperti orang gila, inilah dia.

Dia akhirnya menemukannya.

Ayah memeluk Aira yang bertubuh kurus, dan terlihat sangat rapuh dengan air mata yang tergenang di matanya.

Hatinya sangat sakit melihat penampilan anaknya seperti ini, jika saja, jika saja dia tidak begitu bodoh dan membiarkan mereka bekerja di rumahnya, semua hal jahat itu tidak akan pernah bisa menyentuh putri kecil tersayangnya ini.

Putri berharganya..

Dia memeluk gadis kecil itu dengan penuh perasaan bersalah, ''Tidak apa-apa Aira, maaf ayah baru datang sekarang. Ayah tau.. kau pasti sangat membenci ayah kan?"

Suara ayahnya sangat sedih didengar dengan nada penyesalan yang mengiris hati.

Maafkan ayah baru menemukanmu sekarang, kau sangat menderita bukan hidup seperti ini, ini semua salah ayah, maafkan ayah Aira, putri kecilku yang cantik.

Itulah ucapan yang hanya bisa diucapkannya dalam hati.

''Aku tidak membenci ayah..'' Aira mengatakannya dengan lirih. Sambil membalas pelukan dari ayahnya.

Bagaimana aku bisa, setelah melihat semua kebenaran itu, bagaimana aku bisa membenci kalian, aku membenci diriku sendiri ayah. Betapa bodohnya aku dimimpi itu, betapa tercelanya, betapa menakutkannya aku bagi kalian.

AIRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang