Bab 18: pilihan untuk kematian

14.3K 1.5K 21
                                    

Di sebuah ruangan yang hanya berukuran sekotak sempit, dengan hanya satu tempat tidur, yang tingginya hanya setengah pinggang seseorang.

Ruangan ini bisa dikatakan tidak layak untuk ditempati.

bau busuk terdapat di seluruh penjuru kamar, terkadang ada satu atau dua  tikus yang berkeliaran di sekitar jeruji besi dan terkadang mereka masuk ke sela-sela lubang-lubang, dan terkadang juga mereka bersembunyi di bawah tempat tidur.

Tikus-tikus itu tentu saja dibiarkan, tidak ada yang perduli pada binatang yang berkeliaran itu.

Dan tampaknya kehidupan menjadi tikus di tempat ini menjadi lebih baik daripada manusia yang di buang dan ditempatkan disini.

Pintu itu terbuat dari besi panjang, yang di berikan lubang-lubang bersegi kotak untuk celah-celahnya.

Hawa dingin di tempat ini pada malam hari sangat mampu membuat orang menggigil kedinginan, sedangkan saat di siang hari matahari seperti sengaja menyelamatkan mereka disaat terlambat, dan menambahkan kesakitan pada tubuh mereka karna terlalu panasnya suhu.

Hanya ada sedikit lampu, dan itu ditempatkan hanya di lorong-lorong, sehingga ruangan hanya mendapatkan sedikit cahaya didalamnya.

Dinding- dinding yang telah ternoda dengan warna kuning dan hitam, cat terkelupas bercampur dengan lumut yang tumbuh disekitarnya.

Bisa dilihat, bahwa bangunan ini sudah ditinggalkan, dan dibiarkan menjadi buruk dan terbengkalai.

Sedangkan di lantai yang kotor, wanita itu duduk dengan lututnya, kedua tangannya dipegang erat oleh kedua lelaki yang ada di belakangnya, raut wajahnya meringis saat menahan sakit yang diderita karna keketatan pegangan kedua lelaki itu dilengannya.

Tubuh wanita itu kurus, cekungan di pipinya dan kantung mata hitam di bawah matanya membuatnya memiliki kesan seorang mayat hidup, jika bukan karna matanya yang terbuka dan dia masih bernafas dengan baik.

wanita itu memakai Celana pendek bergaris hitam diatas lutut, dan ketipisan pakaian itu memberitahukan seseorang bahwa pakaiannya memang layak dipakai untuk menutupi bagian tubuhnya, tetapi tidak cukup untuk melindungi tubuhnya dari udara dingin.

Dipunggung baju wanita itu bertulis huruf 'narapidana' yang sangat besar, dengan garis merah tua yang sangat mencolok.

Kepala wanita itu mendongak menatap pemuda yang berdiri didepannya, bibirnya menyungingkan senyum aneh kearah pemuda itu.

Pemuda itu memakai kemeja putih, dengan dasi yang telah longgar di kerahnya, lengan kemejanya digulung.

Alis pemuda itu sedikit berkerut menatap wanita yang berlutut di depannya, lalu mengernyit saat wanita itu tersenyum ke arahnya. "Apa situasi ini, Cukup lucu bagimu?"

Suara pemuda itu sangat tenang, tetapi itu mampu membuat tubuh kedua lelaki yang memegangi lengan wanita itu berubah kaku.

Senyum aneh dari bibir wanita itu tidak berubah, serta makin melebar setiap kalinya, dia melihat pemuda itu dari atas kebawah, menilainya.

Kernyitan di dahi pemuda itu melonggarkan saat melihat wanita itu melebarkan senyumnya lebih dalam lagi, dia berjongkok, dan berhadapan dengan wanita itu. Pemuda itu berkata. "Adikmu, sepertinya tidak akan bisa hidup tenang jika kau terus tersenyum seperti itu"

Senyum diwajah perempuan itu menghilang sekaligus, dia menatap pemuda itu dengan kejutan. Mata yang tadinya mengejek, sekarang terpantul ketakutan.

Pemuda itu menyipitkan matanya, sadar akan perubahan sikapnya. "Apa kau berfikir, tidak akan ada yang tau tentangnya?"

Untuk pertama kalinya, raut wajah serius muncul di wanita itu. Dia menatap pemuda itu dengan wajah baru. "Jangan menyakitinya. katakan padaku, apa yang kau inginkan?"

AIRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang