bab 21: perdebatan besar

11.8K 1.1K 12
                                    

''apa yang kalian bicarakan, roh jahat? ... roh jahat apa?''

edgar baru saja datang tepat saat suara risma yang mengatakan tentang roh jahat, dia tidak begitu mengerti kenapa saat itu dikatakan, semua orang yang berada di sana menoleh kearahnya.

tidak seperti teman-temannya itu, dia lebih memilih untuk terlebih dahulu pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan berganti baju, karena tidak seperti sebelumnya. gadis itu sudah baik-baik saja dan sehat, sekarang dia sedikit lebih ringan, hatinya tidak merasa gelisah lagi.

''apa yang kau bawa?'' Remi berubah mengalihkan topik.

karena jelas, sekarang hubungan edgar dan risma bisa dibilang sangat tentram. tetapi entah mengapa, sepertinya wanita itu sangat gatal untuk bertengkar.

Dia selalu menyulut api dimana-mana. sebenarnya tidak ada perubahan sama sekali pada kepribadiannya, hanya saja sikapnya pada salah satu orang sangat berbeda. dia selalu memperhatikan aira, entah itu karna rasa terimakasih atau bersalah. tetapi semuanya sangat memakluminya, semua jelas karna dia adalah penyelamat hidupnya. dan semua orang dapat tau bahwa itu adalah pertama kalinya seseorang mengatakan dia adalah temannya.

''aku membawa camilan'' edgar mengangkat tangan yang membawa kantong berisi makanan-makanan ringan yang telah dibelinya.

sebelum datang kesini, dia berencana untuk berlama-lama, sehingga dia menyiapkan ini. meskipun dia tahu bahwa tidak mungkin dengan ibu aira yang sangat hangat itu untuk tidak menyiapkan makanan untuk teman-teman anaknya.

setelah hanya mengunjungi rumah aira untuk beberapa hari ini, dia sangat tersanjung dengan sikap keluarga yang dimilikinya, semuanya sangat terbuka, bahkan itu untuk adiknya, terlebih lagi setiap kali mereka datang kesana, jika itu bertepatan dengan waktu makan malam, mereka akan memanggil mereka dan makan malam bersama-
sama, sehingga dapat diasumsikan, dengan mereka yang bergegas kesini itu karna mereka sudah merasa nyaman.

setelah dia mengatakan itu, edgar menghampiri remi yang sedang duduk di karpet lembut tebal, yang diletakan dilantai.

hiasan kamar gadis ini sangat rapi, tidak ada celah yang dapat mengatakan bahwa ini adalah kamar laki-laki. karna tata letak nya yang sangat unik, dan seluruh warna yang mendominasi adalah merah muda, seseorang dapat langsung mengatakan bahwa ini adalah kamar anak perempuan.

ini memang bukan pertama kalinya dia datang kesini, tetapi dia masih dapat terus mengaggumi. di masa lalu, dia belum pernah datang ke kamar anak perempuan. itu semua karna dia hanya selalu bermain-main dengan semua perempuan, dan itu hanya dia anggap sebagai hiburan, sehingga tidak ada ketertarikan sama sekali untuk berkenalan dengan keluarga orang lain.

Edgar sendiri sangat menikmati melihat mereka memerah atau salah tingkah jika dia mendekatinya, tetapi itu hanya sekedar itu.

tidak ada pemikiran bahwa dia akan menjadi lebih dekat lagi. bahkan dengan kedua wanita itu, risma dan mawar, dia merasa itu tidak ada salah nya dekat dengan mereka, karna koneksi yang dimiliki keluarga yang mereka miliki.

bahkan dengan lamanya dia mengenal mereka, tidak ada pemikiran untuk mengunjungi rumah wanita-wanita itu. mereka hanya akan saling bertemu dan berkumpul di tempat remi.

Matanya menangkap papan ouija yang berada di lantai."oh, siapa yang membawa itu?''

edgar menunjuk pada papan ouija yang tergeletak di lantai.

''tidak usah ditanyakan, tentu saja remi yang membawanya'' mawar berbicara sambil menoleh pada remi yang sedang memilih-milih camilan yang ada di kantong plastik besar.

remi sedang memilih-milih makanan, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. saat dia menemukan keripik kentang di jajaran paling bawah dia sangat bersemangat dan langsung membukanya.

bunyi 'kruch kruch .. '

mengisi seluruh kamar.

aira di sisi lain sudah duduk berbalik saat melihat mereka.

''aira apa kau mau?'' risma menunjuk pada, berbagai macam makanan yang ada di sana.

aira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. 

risma, seperti biasa, sejak kejadian terakhir itu, dia seperti dirasuki oleh pengawal kerajaan yang sangat setia.

Tidak ada hal yang bisa membuat dia menjauh darinya sedikitpun, dia akan selalu berada di sekitarnya, dan mengawasinya.

awalnya aira sangat merasa tidak nyaman dengan banyaknya pertanyaan yang di tanyakannya, tetapi seiring berjalannya waktu aira menjadi terbiasa. itu bukan hal aneh, melihat bukan hanya dia yang melakukan hal itu, ibunya dan ayahnya juga sepertinya kerasukan.

''aira, ini sudah seminggu, aku mendengar dari bibi bahwa kau akan kembali ke sekolah besok, apakah lukamu sudah tidak terasa lagi? bukankah lebih baik jika menunggu beberapa hari lagi?''

mawar memberikan pendapat. itu karna dia baru ingat tentang hal ini.

dia merasa bahwa luka akibat tusukan bukan lah suatu hal yang ringan sama sekali, apalagi dia sempat melihat genangan darahnya yang berceceran dijalan, itu sangat banyak. Tanpa dasar dia melihat telapak tangannya sendiri. Semakin dia berfikir, semakin dia merasa luar biasa, bahwa tangan ini mampu menekan luka berdarah itu.

''ya, aku juga merasa itu benar, lebih baik kau istirahat lebih banyak lagi''
Risma menimpali. ini memang yang ingin dibicarakannya.

aira melihat ke arah mereka berempat. mereka memandangnya seperti ikan yang terdampar didarat, tidak berdaya, yang harus ditolong.

dapat dilihat dari mata mereka bahwa mereka mempunyai misi yang sama, yaitu mengurungnya.

ya, itulah yang mereka inginkan.

''ini sudah terlalu lama aku absen, aku takut aku akan sangat tertinggal di pelajaran'' dia berfikir sejenak sebelum melanjutkan. ''lagipula.. aku rindu makan di kantin bersama kalian''

awalnya mereka ingin lebih mengatakan kalimat, tetapi saat mendengar kalimat kedua dari gadis itu, mereka terkejut dan saling melirik.

tidak ada kata-kata yang keluar, mereka tidak tau harus mengatakan apa.

ada sedikit gerakan halus di hati mereka, semakin lama mereka bergaul dengannya, gerakan-gerakan halus itu akan membuat mereka tidak berdaya.

aira tau dengan keheningan ini, itu berarti bahwa mereka telah menyetujuinya, dan tidak akan lebih memperdebatkan ini lagi.

entah kenapa dari sekian banyak ucapan-ucapan yang dikatakannya, kata-kata polos seperti ini akan sangat berguna. entah itu untuk ayah atau ibunya, bahkan saat dia mencoba-coba untuk menggunakan ini pada mereka sekarang, itu ajaibnya berhasil.

dia menahan senyum di bibirnya yang ditutupi sandaran kursi, sehingga itu tidak terlihat.

Aira sudah merasa letih. saat erika dan ayahnya memutuskan untuk membuatnya beristirahat di dalam rumah itu tidak lain karna hasutan mereka yang ikut membesar-besar kannya, mereka memperdebatkan itu seolah-olah masalah ini sangat besar dan tidak dapat ditunda.

jika orang-orang melihat mereka berdebat untuk merundingkan waktu itu, orang akan salah mengira bahwa topik itu adalah untuk masalah yang berhubungan dengan bencana alam, bukan untuk masalah istirahat seorang anak atau seorang teman.

dari awal keputusan untuk 3 hari beristirahat dirumah, menjadi 4 hari, lalu berubah lagi menjadi 5, lalu 6 hari, lalu naik lagi menjadi 7.

jika semua ini di teruskan, ini bisa menjadi akhir tahun.

AIRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang