''Aira...'' karna begitu tercegang, Zara hanya bisa mengeluarkan nama gadis didepannya saja.
Sekali lagi Aira tidak menghiraukan panggilan dari Zara, dan malah tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya sedikit, ''Aku sangat menyukai orang yang cerdas Zara, dari pertama kali aku melihatmu. Firasatku mengatakan seperti itu. Tapi apakah kali ini instingku melakukan kesalahan?''
Zara kembali tercegang.
''Mengapa menurutmu aku harus melepaskan teman-temanku yang memiliki status berpengaruh itu hanya karna dirimu?'' Aira berbalik, bersandar pada wastafel dengan pelan, saat dia memiringkan kepalanya dengan polos pada lawan bicara yang memiliki raut wajah kompleks dipermukaannya.
Suara Aira bahkan terdengar sedikit mengejek dan dibawah lampu kamar mandi teather yang berkilauan, terlihat seolah-olah tidak mempertimbangkan orang didepannya sama sekali.
Zara tiba-tiba panik karena tidak menyangka Aira akan berkata seperti itu. Walaupun dia melihat sikap dingin Aira saat berbicara ditelepon saat pertama kali bertemu di tempat Evan, tetapi, karena betapa hangat nya Aira kemudian padanya membuat dia lupa, bahwa Aira adalah seseorang yang seharusnya tidak dia remehkan.
Zara menganggap bahwa sikap bawaan lahirnya yang pintar berpura-pura ini sudah ditingkat yang tidak bisa ditandingi orang-orang, bahwa, tidak akan ada yang mengetahuinya.
Tetapi Aira.
Orang seperti ini...
"Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku salah Aira, ...." Zara menunduk, tidak ada kepura-puraan dalam kata-katanya. Dia terlalu takut untuk melakukan itu pada orang didepannya.
Karena,
Dia sungguh merasa terintimidasi saat ini.
Zara kemudian mendongak dan menatap Aira dengan linglung, dengan perasaan seperti ditekan oleh raksasa dan dia hanyalah seogok rumput, tempat untuk diinjak dijalan.
Zara mengakui sekarang, bahwa orang seperti ini memang ada.
Penampilan yang sungguh seperti malaikat, membuat semua orang menyembah karna kesempurnaannya. Tetapi jika ditelaah beberapa saat lagi, dilihat lebih dalam lagi, sayap orang didepannya bukan lah bewarna putih, itu hitam.
Hitam pekat.
Orang didepannya bukanlah malaikat.
Dia adalah iblis.
Sama.
Seperti dirinya.
Menemui seseorang yang mirip dengannya, Zara tidak tau apakah yang dia rasakan ini adalah kegembiraan atau ketidaksenangan.
Mengamati Zara dengan perlahan, sedikit- sedikit bibir Aira pun tersenyum, bahkan matanya pun menyipit.
Seperti ingin menggambarkan betapa tulusnya dia, Aira bergerak kedepan dan mengelus bahu Zara secara perlahan, lalu menatap matanya tanpa mengatakan apapun. Dibawah lampu yang menyilaukan yang terpantul dikedalaman mata cokelat Aira, Zara entah mengapa merasa ketakutan, untuk pertama kalinya, reaksi alaminya yang selalu menatap orang lain saat ada orang lain didepannya, tidak bisa dia lakukan, Zara mengalihkan tatapan matanya, karna dia tidak kuat dengan tekanan.
"Bagus, kau memang anak yang pintar. Firasatku tidak salah bukan?" Tangan Aira yang berada di bahu kemudian bergerak kekepala Zara, mengelus rambut lurus nya dengan lembut. Karna tinggi Zara yang melebihi beberapa centi darinya, Aira sedikit mendongak saat berhadapan dengannya.
Benar-benar. Apakah dia harus melakukan ini?
Mengelus kepala...
Di mimpi itu, sikap dan perilakunya adalah apa yang dilakukan Zara padanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/200677665-288-k258784.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AIRA (On Going)
Roman d'amourPada usia 17 tahun Aira bunuh diri Lalu dia terbangun lagi, kembali diawal untuk mengubah kebodohan- kebodohannya dimasa lalu. ••••• "AIRA VELIKA! KAU MULAI LAGII!" Tertidur diranjang rumah sakit dengan lemah, teman- t...