Bab 12: benarkan, sayang?

17K 1.7K 55
                                    

Aira sedang tenggelam bersama buku catatannya saat jam pelajaran telah usai.

Ini waktunya jam istirahat, bagi sekolah kusuma bangsa.

dia tidak terlalu memikirkan itu, karna dia tahu rasanya sendirian saat makan siang, kehidupannya didalam mimpi itu.. sangat menyedihkan, sehingga dia sendiri merasa kasihan jika membayangkannya.

Dia mengigit ujung pena dengan keluhan.

Rasa makanan seenak apapun, jika terus dipandangi secara aneh dengan tatapan menghina, mencemoh, dan menertawakan itu akan terasa hambar, bagaimanapun bentuk makanannya, itu akan terasa sangat tidak menarik.

Kasihan sekali diriku didalam mimpi, tapi itu salahmu sendiri, siapa yang menyuruhmu untuk menjadi anak durhaka.

Dia mengutuk dirinya sendiri dalam hati.

Sedangkan itu, diruang kelas yang sama.

Terdapat empat orang yang duduk di barisan sudut terakhir. Dengan salah satu lelaki yang berperawakan besar, dengan otot yang menonjol di sepanjang lengannya, memiliki warna kulit kuning langsat, postur dan raut wajahnya sangat berbeda dengan yang seharusnya terbayang. Dia sedang tersenyum seperti orang bodoh memandangi wanita yang sibuk dengan catatannya sendiri di kursi depan, tak jauh dari sana.

Disampingnya duduk satu lelaki berperawakan tinggi, berkulit putih, dan memiliki kaki yang tertumpu pada kaki lainnya, puggungnya bersandar pada kursi, dia terkadang akan melirik teman besarnya itu, dan tak jarang juga mengikuti pandangannya kearah gadis itu.

Raut wajah mereka, seperti memperlihatkan bahwa mereka sangat menikmati apa yang sedang mereka lakukan saat ini. sementara itu sangat berbanding terbalik dengan dua wanita yang berdiri di sebelah mereka.

Wajah dua wanita itu, sangat bertolak belakang. Dapat dilihat bahwa salah satu gadis memendam amarah, yang dipancarkan dari wajahnya. ''kalian benar-benar akan seperti itu sepanjang jam istirahat? ''

risma yang sejak tadi menunggu mereka merasa jengkel. Dia sangat kesal dengan para lelaki- lelaki gila ini, yang sejak tadi sibuk memandangi gadis itu.

Wajah para lelaki itu tidak ada perubahan, jelas mengetahui bahwa wanita itu mengatakan kalimatnya yang mengandung emosi. Namun, tak ada dari mereka yang tertarik menjawabnya.

Mengabaikan wanita emosi yang berdiri di sebelahnya, Lelaki berperawakan besar itu menyangga dagunya di atas meja dengan tatapan, yang seperti baru mengetahui sesuatu. "dia selain cantik... juga rajin''

Mereka duduk di barisan belakang di ujung sudut kanan kelas, sehingga dapat dilihat pemandangan gadis itu dari arah samping.

Gadis itu sedang mencatat, sesekali rambut hitamnya terjuntai jatuh di atas kertas, dan itu membuat tangannya sendiri gatal untuk membenarkan untaian rambutnya dan menata kembali di belakang telinga.

Sambil terus menatap, dia melanjutkan.
"aku bertanya-tanya apakah dia tidak lapar?"

Lelaki berperawakan tinggi yang duduk di sampingnya merasa sangat tertekan.
''kenapa kau tidak menanyakan secara langsung remi. sungguh nyali yang ciut''

Edgar mengatakan itu dengan menumpu kedua kakinya dengan anggun. Dia berusaha membakar nyala api untuk mendorong nyali kawannya ini.

Remi berpaling untuk menatapnya, tajam, dia merasa tidak terima jika disinggung tentang keberanian, atau nyali, atau entah apapun itu. ''aku baru saja mempunyai ide itu! tunggu, dan lihat dengan kedua matamu itu edgar''

Dia mengatakan itu dengan gigi terkatup. sangat disayangkan, bahwa orang yang mengesalkan itu adalah temannya sendiri, dia menyesal kenapa sejak dulu dia tidak memaksanya untuk ikut dalam kursus karate yang dilakukannya, jika benar-benar itu terjadi, dia akan mempunyai alasan untuk memukuli anak itu sampai memar.

AIRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang