bab 48 : kegunaan sebagai sahabat

8.5K 920 6
                                    

Sebuah hal yang paling membosankan menurut seorang remaja adalah belajar, kata-kata itu seperti telah tertulis didahi mereka dengan semua lengokkan santai, kepala dimiringan di atas meja yang sangat terlihat malas dan bebal.

Semua mahluk hidup tau, mereka terlahir ke dunia ini untuk suatu tujuan yang abu-abu atau sebuah hal yang tidak diketahui, yang harus mereka caritahu selama sisa hidup yang dijalani oleh mahluk hidup itu masing masing.

tidak ada pilihan, hanya mengetahui hal yang pasti bahwa saat mereka lahir, mereka akan mati suatu hari nanti.

Sebuah kertas tidak pernah memilih untuk menjadi sebuah buku, jika mereka bisa memilih, mereka hanya ingin tinggal menjauh dengan kelahiran di kedalaman hutan yang tidak bisa ditemukan oleh manusia, sehingga mereka tidak diporak poranda untuk dijadikan sebuah kertas, dan dicoret-coret oleh anak nakal seperti remi didepannya.

"Remi, itu membuang buang sumber daya manusia dan alam kau tau? Pemborosan kertas sama dengan boros energi karena untuk memproses kertas diperlukan banyak energi seperti bahan bakar mesin dan manusia, belum lagi bahannya yang dari alam"

Mawar mengocehkan efek samping dari kelakuan buruk yang dilakukan temannya itu.

Remi berhenti, lalu meletakkan pena itu dengan gusar, " ya, tapi aku benar benar... bagaimana aku mengatakan perasaanku saat ini, nilaiku, aku sangat takut mereka menjadi seperti saat aku Smp. Jika seperti itu, selamat jalan kalian semua, sepertinya aku akan dikirim oleh ayahku langsung ke alam baka"

Aira tertawa mendengarnya, sedangkan risma menimpali dengan senyuman yang dibuat-buat, " yah kami akan mengirimkanmu peti mati kalau begitu"

"Hah.. aku benar-benar gugup" remi menoleh kesamping untuk menyadari bahwa meja di seberang sebelahnya kosong, "kemana lagi si edgar itu, apa dia kekamar mandi lagi? apakah dia mempunyai penyakit baru atau apa hari ini, sudah ke 6 kalinya jika kuhitung"

Aira menimpali sambil tersenyum, "sepertinya dia gugup juga, sama seperti kita, tetapi bedanya dia melakukan dengan caranya sendiri"

Remi mengangguk dengan pengertian, lalu menunjuk ke buku di meja nya, "aku juga dengan caraku sendiri juga aira, lihatlah, aku melakukan ini untuk mengurangi rasa gugup ku, tetapi jika dia boros air, aku boros kertas"

"Dan tinta " mawar menambahkan.

Aira tertawa, setiap hari seperti ini.

Mungkin dimata orang hari-hari seperti berjalan di atas tanah yang biasa, setiap pagi bertemu dengan orang-orang yang sudah biasa mereka jumpai, dan juga digedung yang sama, pemandangan yang sama, itu semua tidak berarti karena sudah biasanya mata melihat hal-hal ini.

Akan tetapi dengan segala yang akan terjadi dimasa depan yang telah aira lihat, ketidaktahuannya akan orang orang didepan dia sekarang, semua menjadi seperti sebuah album kenangan yang telah lama tidak dia jumpai.

Itu membuat nostalgia.

Aira tidak akan bertemu mereka jika dia tidak bermimpi tentang masa depannya sendiri.

Dia hanya akan mati diusianya yang 17 tahun, tanpa dia bisa menjadi hantu atau roh jika bukan karna batu itu. Dia hanya akan terlahir, lalu mencapai surga.

Salah, mungkin neraka, karena betapa durhakanya dia.

Saat dia sedang merenungi, kursi di seberang samping remi berderak dengan kembali duduknya edgar disana.

Menyilangkan kaki nya dengan anggun, edgar berkata dengan keluhan, "berliana itu tidak henti-henti nya membuat keributan, mataku berkedut hanya untuk melihat dia mencakar dan menjambak rambut adiknya, lalu tidak cukup dengan itu, pagi-pagi dia sudah berteriak-teriak mengalahkan ayam berkokok"

AIRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang