"Siapkan pengacara keluarga —"
"Semua akan sia sia."
"Apa?"
Dari barisan sofa seseorang berbicara, menyela ucapan salah satu orang tua yang tampaknya sedang menggebu pada emosinya. Ruang yang sebelumnya diisi oleh perdebatan kini berangsur reda seiring isak tangis dari anak anak mereka ikut berhenti, menyisakan pertanyaan pada benak masing orangtua tentang keputusan kepala sekolah untuk mengeluarkan putra mereka dari sana.
"Apa maksud anda?"
Dua dari mereka tetap duduk, bersama anak laki laki tertunduk setia memegangi wajah setelah menerima imbas dari insiden beberapa saat lalu. Pria tersebut benar benar melakukannya, dia menampar setiap anak yang terlibat dalam perkelahian, termasuk mereka yang berusaha menghentikan akan mendapatkan sasaran.
"Lawan kita bukan orang biasa— " dia menjeda "— bukan keputusan tepat jika kita berurusan dengannya."
Pria itu, sikap arogan dengan tindakan kekerasan lain yang tak segan diberikannya, tatapan tajam, gerak tangannya yang sangat terampil dalam menangkis pukulan orang yang mencoba menghentikannya, beserta panggilan pekerja ketika memanggil namanya.
"Tidak salah lagi, dia adalah sir Jeon."
Di kalangan pembisnis sebutan pria itu sudah tak asing menyapa indera pendengaran "Jeon Jeongguk, nama yang jarang sekali orang sebutkan. Saya mendengar salah satu dari mereka menyebut nya sebagai sir Jeon. Pria itu berbahaya, dia dianggap sebagai ancaman bagi siapapun orang yang berurusan buruk dengannya, pria itu memiliki kaki tangan orang banyak, jika dia sendiri yang sudah mengurus masalah ini, itu artinya persoalan kita bukan lagi permasalahan kecil. Kita sudah menginjak kehendak nya, bertemu pandang secara langsung saja sudah menjadikan kita buronan di matanya, maka sebaiknya kita semua tidak gegabah dalam mendakwa sir Jeon, beliau kebal oleh hukum."
Hening terasa ketika salah satu dari wali murid berbicara penuh keyakinan, patutlah dia hanya diam ketika anaknya menjadi sasaran tangan tersebut dilayangkan, meminta putra nya agar diam dan tidak membantah setiap ucapan yang keluar dari mulut lawan bicaranya.
"Anda hanya akan jatuh ke lubang sendiri, sesungguhnya kita semua telah masuk pada perangkap yang sir Jeon buat, pilihan kita hanya satu, menyadari kesalahan dan mengikuti keinginannya, atau tetap bersikukuh diam lalu menunggu malapetaka akan datang."
Malapetaka
Itu benar, apa yang dikatakan oleh ayah dari tiga anak tadi adalah kebenaran. Bahkan pria dengan sandang kepala sekolah terdiam tak kunjung berbicara, ini sudah yang kesekian kali mereka mendapatkan kecaman dari pihak keluarga Jeon. Dan tak ada pilihan selain memutus secara paksa para siswa yang terlibat dalam kasus memalukan seperti sekarang ini.
"Aku akan tetap mendakwanya atas— "
"Tuan bisakah anda diam?" kepala selolah mengangkat suara, bangkit dari duduknya lantas menggebrak meja hingga lembar buku sebagian berjatuhan ke lantai.
"Kau ingin aku tetap diam sementara dia sudah menampar putraku?! bahkan aku sebagai orangtua tidak pernah sekalipun melayangkan tanganku padanya, anda lihat?!" pria itu menunjukkan luka kecil di sudut bibir sang anak "Apa orang seperti ini masih ingin anda maklumi?! tidakkah diantara kalian ada yang sependapat denganku? tidakkah diantara kalian ada yang benar benar waras? jika pihak Jeon sudah gila maka kita akan ikut menjadi bodoh jika hanya diam seperti ini."
Napas pria tersebut tersengal, kepalan tangan sudah berulang kali dia hempaskan ke udara. Umpatan kekesalan mengisi ruang sekitar, tak lagi yang sanggup untuk menyela, bahkan untuk menyetujui pendapat saja mereka diam tak bersuara.

KAMU SEDANG MEMBACA
J E O N ' S || KV 3
RomanceKisah mereka belum sampai di penghujung cerita, ada sebuah janji yang telah terikrar untuk dipertanggung jawabkan di hadapan tuhan atas nyawa seseorang sebagai jaminan Pernikahan tulus menghadirkan beberapa nyawa sebagai pelengkap hubungan, bukan ha...