Jimin menurunkan kaca mobil, tiba di depan guardhouse — dirinya disambut oleh sorotan cahaya merah yang menerpa kendaraan miliknya. Keningnya berkerut, berbicara pada salah satu pekerja yang tampak sibuk memberi kode lewat panggilan radio, mengabaikan kehadirannya untuk beberapa saat— sebelum pria tersebut membungkuk dan memberi salam hormat pada si tamu
"Selamat sore tuan Jeon Jimin"
"Biarkan saya masuk" ucap Jimin, mereka saling berbicara. Berbisik di hadapan sang tuan yang tampak menatap sekumpulan pekerja itu dengan jengkel. Haewon dari samping mengusap lengan suaminya "Mungkin, kita harus menunggu lagi? dan apa yang baru saja terjadi?"
Jimin melirik anak perempuan yang sedaritadi mengedarkan pandangannya ke jendela luar. Putrinya tampak tak sabar memasuki kawasan rumah Jeongguk— terlihat dari bagaimana mata penuh binar itu tak sekali berkedip cantik. Haewon setia menunggu, terlampau hafal akan kebiasaan bertamunya pada rumah saudara kandung suaminya
"Tuan, ada beberapa prosedur yang harus anda lewati sebelum masuk. Kami akan membuka gerbang setelah akses dapat diterima, silahkan lakukan pengecekan sidik jari"
Demi Tuhan Jeon apa yang kau lakukan lagi sekarang?
Ada helaan napas kasar terdengar, Jimin hendak berbicara — menyela para pekerja tersebut jika sang istri tidak cepat menahannya lalu bersuara "Hanya sidik jari, dengan itu kita bisa lebih cepat masuk. Hari semakin petang, aku khawatir pada putrimu" kemudian pria dengan marga Jeon tersebut mau tak mau menurut, menaruh ibu jari pada layar yang segera mendapat lampu hijau dari sana
"Anda juga nyonya"
Haewon mengangguk— turut melakukan perintah persis seperti yang suaminya lakukan. Sebelumnya mereka tidak pernah melakukan hal sedetail ini, ini yang terparah. Sekalipun dia datang bersama suaminya— pria yang jelas jelas memiliki ikatan darah dengan sang pemilik rumah, namun tetap mereka tak bisa masuk dengan seenaknya— ada banyak alasan yang sering pekerja rumah berikan. Terlebih jika tuan mereka belum memberi tanda adanya kehadiran, maka dia dengan suaminya bisa nekat pergi dan kembali untuk esok hari
"Selamat datang tuan, kami akan membimbing anda untuk masuk kedalam. Silahkan"
Lalu gerbang terbuka, bergeser perlahan dengan Jimin menancap gas tak sabaran dan meninggalkan area luar rumah tergesa. Memasuki kawasan sang kakak yang begitu asri, tepat mobil mereka masuk— dua pekerja segera berlari untuk mengikuti
Dibukanya pintu mobil sang istri, Jimin menuntun putrinya keluar. Memegangi tangan dengan Haewon yang merangkul lengannya berpegangan. Baru saja dirinya dapat menginjak area parkir di depan bangunan bertuliskan Jeon di sana— dari depan, seorang pria berseragam rapi tampak sudah menunggunya dengan senyuman mengembang
Jaehyun berjalan turun, menghampiri keluarga kecil saudara majikannya kemudian memberi bungkukan sopan "Selamat sore tuan Jimin"
"Aku beruntung aku dapat masuk lebih cepat dari perkiraan" kekeh Jimin menohok, sedikit tak dapat dipercaya namun masih merasa beruntung jika kunjungannya sekarang lebih mudah baginya masuk dari yang sebelumnya. Jika diingat rasa rasanya dia ingin membunuh setiap pekerja suruhan si pria Jeon, mereka tak mempan untuknya diberikan perintah. Terkadang dia merasa jengkel— sebenarnya dia ini dianggap apa oleh Jeongguk?
Wajah tampan sang pekerja terus mengukir senyuman, mengangguk kecil kemudian memimpin ketiganya berjalan perlahan "Keberuntungan berpihak pada anda tuan, sir Jeon telah memasukkan data anda pada keamanan rumah"
Jimin tertawa kecil "Itu sebabnya aku bisa masuk lebih cepat dari biasanya? apa bedanya? aku merasa semua sama" mengejek, sudah dia katakan jika Jeongguk tidak mungkin semudah itu menerima dirinya sebagai bagian keluarga yang dapat berkunjung kapan saja. Buktinya kini, di depan pintu yang terbentang tinggi dia masih diperiksa hingga diraba seluruh bagian tubuhnya
KAMU SEDANG MEMBACA
J E O N ' S || KV 3
RomantizmKisah mereka belum sampai di penghujung cerita, ada sebuah janji yang telah terikrar untuk dipertanggung jawabkan di hadapan tuhan atas nyawa seseorang sebagai jaminan Pernikahan tulus menghadirkan beberapa nyawa sebagai pelengkap hubungan, bukan ha...