Prolog - The Beginning

27.2K 1.3K 175
                                    

[Song of the chapter (english):
- Jasmine Thompson //  I Try]

Additional -- you can turn on the song from multimedia above (youtube) while reading the chapter. 

🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽🔽

Hidup bagaikan sebuah roller coaster. Ada saatnya kita berada di atas, dan ada pula saatnya kita di bawah. Berada di atas terkadang membuat kita lupa bahwa permainan bernama kehidupan ini belum sepenuhnya selesai. Pada satu titik, kita akan berada di lintasan yang paling bawah.

Tapi berbeda dengan roller coaster yang berjalan dengan sangat cepat, lintasan terbawah dalam roller coaster kehidupan ini bisa saja memakan waktu yang sangat panjang.

Ada saatnya pada titik itu kita ingin berhenti dan menyerah, bahkan mengakhiri hidup kita sendiri karena cobaan yang begitu kejam.

Tidak sedikit orang yang menyerah, dan tidak banyak orang yang memilih untuk lanjut berjalan melalui titik itu.

Melanjutkan artinya kita harus berjuang. Berjuang keras, dan lebih keras lagi.

Tetapi percayalah padaku. Bila kau bisa melaluinya, kebahagiaan akan tiba di depan matamu. Dan kau akan lebih bahagia daripada orang-orang yang memilih untuk menyerah.

Walau begitu, tidak bisa dipungkiri bahwasanya ada juga saat dimana kita harus menyerah untuk yang terbaik.

Alur cerita kehidupan kita tergantung pada keputusan kita masing-masing, baik itu sebuah sad ending maupun happy ending.

Aku, Sarah Handoko adalah orang yang pernah berhenti, juga pernah melanjutkan.

Kisah ini dimulai dari ceritaku, yang memilih untuk menyerah mempertahankan orang yang sangat kucintai. Tetapi di saat yang sama, aku mempertahankan apa yang harus kupertahankan.

Walau awal cerita ini dimulai dari ceritaku, aku bukanlah sang tokoh utama. Aku hanyalah tokoh pembuka, dan aku berharap kisah sang tokoh utama dalan cerita ini akan berakhir bahagia.

***

Enam belas tahun yang lalu

Teriakkan seorang perempuan terdengar jelas bahkan dari luar ruangan. Perempuan itu sedang berusaha melahirkan dengan normal dua anak kembarnya. Peluh dan keringat mewarnai wajahnya, dia terus berjuang.

Beberapa waktu kemudian terdengar suara tangisan bayi. Sang perempuan tersenyum lega. Senyuman yang menandakan kebahagiaan yang dia rasakan, tetapi senyuman itu tak berlangsung lama.

"Anak Ibu yang lahir terakhir membutuhkan operasi sesegera mungkin, keadaan jantungnya sangat buruk. Dia tidak akan bertahan."

Perempuan itu menangis. Dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Dia tidak sanggup membayar biaya operasi anaknya.

"Tidak ada jalan lain Dok?" tanyanya putus asa.

"Ini jalan yang tidak saya rekomendasikan, tetapi sepertinya hanya ini jalan satu-satunya. Ada keluarga yang membutuhkan anak perempuan, mereka kebetulan sedang ada di sini, mereka tidak mau mengadopsi dari panti asuhan. Keluarga mereka kaya raya, jadi pasti mereka bisa merawat dengan baik anak Ibu. Walau begitu, mungkin Ibu tidak akan bisa bertemu lagi dengan anak Ibu."

"Baik, Dok. Tidak apa-apa jika saya tidak bisa bertemu dengan anak saya lagi. Yang terpenting dia bisa tetap hidup. Bagi saya itu sudah cukup, Dok," balas perempuan itu sedikit bernapas lega.

Dia tersenyum melihat anaknya yang baru lahir itu.  Sang dokter mengerti dan langsung menggendongnya mendekat.

"Kamu harus hidup, maafkan Mama yang gabisa nolong kamu... Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi." Lalu perempuan itu mencium kening anak perempuannya sambil terisak.

Dokter itu memberikan suatu isyarat tanda dia akan membawa bayinya. Perempuan itu mengerti dan mengangguk.

"Mama sayang kamu," ujarnya untuk terakhir kalinya kepada anak itu. Kemudian sang dokter menggendong bayi perempuannya keluar. Menyerahkan bayi itu pada keluarga yang bersedia mengadopsinya.

***

Hujan deras melanda Kota Jakarta di malam hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan deras melanda Kota Jakarta di malam hari ini. Seorang wanita turun dari taksi sambil menggendong bayinya. Tangannya yang gemetaran karena hawa dingin mengetuk pintu  rumah sederhana di depannya. Pakaian wanita itu basah karena berlari tanpa payung setelah turun dari taksi tadi. Meski demikian, bayinya tidak terkena hujan. Dia berusaha melindungi bayinya dari hujan dan menjadi payung bagi bayinya. Beberapa detik kemudian pintu rumah itu terbuka.

"Sarah? Lo kenapa?" tanya sang pemilik rumah begitu melihat siapa yang datang. "Itu... anak Dion?"

"Sorry, Billy. Gue gatau lagi harus kemana. Cuman lo satu-satunya orang yang kepikiran sama gue," balas perempuan itu sambil menggigil.

"Masuk aja Sar, bentar ya gue ambilin handuk dulu. Duduk aja di sana." Mereka kemudian sama-sama masuk. Perempuan itu duduk di sofa ruang tamu, menenangkan anaknya yang mulai menangis.

Billy, sang pemilik rumah yang merupakan teman SMA Sarah kembali membawakan handuk serta pakaian ganti untuk Sarah, juga kain tebal untuk bedong anaknya.

"Jadi ini alasan lo ngilang lebih dari setengah tahun?" tanya Billy setelah Sarah sudah berganti baju dan menidurkan anaknya di kamar Billy.

"Dion tau lo hamil anaknya?" tanyanya lagi sambil menatap Sarah yang menatap kosong.

"Dion gatau. Dan lebih baik dia enggak tau sama sekali," jawab Sarah lirih.

"Kenapa lo enggak kasih tau dia? Kalau lo kasih tau, dia pasti enggak mungkin ninggalin lo buat nikah sama Caitlyn."

"Mau kayak gimana pun gue berusaha, pernikahan mereka pasti terjadi, Bil. Orangtua Dion gasuka sama gue. Mereka gabakal biarin gue begitu aja. Gue gamau mereka melakukan yang enggak-enggak kalau seandainya mereka tahu gue punya anak dari Dion. Mereka pasti misahin gue dari anak gue." Sarah menghela napas kasar.

"Tenang aja, gue ga berniat lama-lama di sini. Besok gue bakal cari tempat tinggal, gue masih punya sisa tabungan walau enggak banyak. Gue gamau ngerepotin lo."

Sarah berdiri dan hendak masuk ke kamar dimana anaknya tidur saat Billy memeluknya dari belakang.

"Gue bakal menyesal kalau gue biarin lo pergi lagi, Sarah." Sarah menatap Billy yang kepalanya bersandar di bahunya. "Ga peduli perasaan lo ke Dion gimana. Gue masih sayang sama lo."

"Bill, masih banyak cewek lain yang lebih baik daripada gue. Gue juga kan udah punya anak." Sarah berusaha melepaskan pelukan Billy, tapi percuma.

"Gue ga peduli itu semua. Cuman lo satu-satunya cewek yang gabisa gue lepas," ujar Billy sambil tersenyum. "Sarah, kita nikah yuk. Gue ga keberatan ngurus anak lo dan Dion."

Sarah mulai menitikkan air matanya. "Kenapa?"

"Gue mungkin ga seganteng dan setajir Dion. Tapi percayalah sama gue, kalau gue gabakal ninggalin lo kayak yang dilakuin Dion, apapun yang terjadi."

"Tapi Bil," ujar Sarah terpotong.

"Ssstt. Gue ga mau menyesal untuk kedua kalinya. Dulu gue lepasin lo buat Dion dan kejadiannya jadi kayak sekarang. Gue gabisa lepasin lo kali ini."

Left Untold  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang