Part 31 - Father

4.6K 303 5
                                    

Pagi-pagi sekali Sion sudah pamit dari rumah, sekarang dia sudah menginjakkan kakinya di depan sebuah gedung dalam kompleks Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sion menatap tulisan 'Lembaga Eijkman' di depan gedung tersebut, kemudian masuk ke dalam.

Hari ini dia menolak untuk pergi dengan sopir, dan memesan Uber sebagai pilihan transportasinya menuju tempat ini. Dia tahu kalau sopirnya pasti akan memberikan laporan pada Beatrice maupun Arthur kalau seandainya dia pergi ke tempat seperti ini.

Sion memutuskan untuk mencari tahu sendiri tanpa memberitahu yang lain. Oleh karena itu dia melakukan tes DNA di laboratorium lain padahal Tetrias juga menyediakan jasa paternity test.

***

Sion baru menyelesaikan urusannya saat Damian menelponnya. Dia memang belum membalas chat dari Damian sejak tadi malam karena terlalu sibuk dengan berbagai macam hal sehingga tidak sempat membuka chats yang masuk.

Damian memberi kabar kalau Rachel hari ini demam, dan sepertinya dia juga ingin bertanya mengenai apa yang terjadi semalam. Sion melirik smart watch-nya, masih jam sebelas pagi, dia pun memutuskan untuk memesan Uber ke rumah Rachel untuk menjenguknya.

Tetapi saat baru mau memesan Uber, perutnya lapar. Daripada nanti kelaperan di rumah Rachel—walau dia tahu pasti dikasih makanan kalau minta—jadi dia memutuskan untuk ke kantin RSCM. Sion terlalu malas untuk pergi keluar kompleks RSCM mencari makan.

Belum sampai ke pintu lobby, matanya menangkap sesosok yang dikenalnya. Ezra Vererro sedang berdiri bersama dengan Erwin di pintu lobby, sepertinya sedang menunggu mobilnya.

"Tuan Ezra membiarkan Anda membencinya, dan menaruh semua kesalahannya pada dirinya sendiri."

Kata-kata dari Erwin kembali terngiang di kepalanya. Dia mulai bisa mempercayai apa yang dikatakan Erwin mengenai Ezra, tetapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang apalagi dengan fakta bahwa dia tidak memiliki hubungan darah sama sekali dengan Ezra.

Jadi untuk sekarang, dia hanya berjalan ke lobby untuk menuju kantin tanpa mempedulikan Ezra yang masih ada di sana. Dalam hati Sion berharap mereka berdua tidak menyadari keberadaannya.

"Nona Sion?"

Sial. Padahal baru saja dia berharap cemas, tiba-tiba saja Erwin sudah memanggil namanya. Mendengar Erwin, sontak Ezra juga ikut mengengok ke arahnya.

Sion menggigit bibir bawahnya dan akhirnya membalas Erwin dengan berat hati, "Hai Erwin," ujarnya.

Erwin tersenyum ramah padanya, lalu berjalan mendekat sementara Ezra tetap diam di tempat sambil menatapnya. "Kebetulan sekali bisa bertemu dengan Nona di sini. Nona sedang apa di sini?" tanyanya dengan tatapan penuh selidik.

"Ada urusan bentar di sini, terus laper jadi mau ke kantin. Duluan ya," jawab Sion sekaligus pamit.

"Ah! Kebetulan sekali! Tuan Ezra dan saya juga baru akan pergi untuk brunch," balas Erwin sambil menatapnya penuh arti.

"Dia tidak akan mau ikut." Ezra akhirnya buka suara, sambil matanya tetap tertuju pada Sion.

Sion menatap Ezra sambil berpikir sejenak. "Aku ikut," ujar Sion akhirnya.

***

Keheningan selama beberapa menit terjadi di dalam mobil yang mengantarkan Ezra dan Sion ke sebuah restoran yang tidak jauh dari sana. Belum ada yang membuka pembicaraan sejak tadi. Sion bisa melihat mata Erwin dari kaca yang sedaritadi mencuri pandang ke arahnya.

"Ada perlu apa? Kurasa kau ke sini bukan hanya karena ingin ditraktir." Di luar dugaan Erwin, Ezra membuka percakapan duluan.

Sion tidak langsung menjawab. Dia masih terdiam selama beberapa detik. "Aku mau minta maaf," ujar Sion, Ezra langsung menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Erwin sudah menceritakan semuanya."

Ezra langsung menatap garang Erwin yang duduk di kursi sebelah sopir. Erwin membalasnya dengan senyuman pasrah.

"Kenapa?" tanyanya. "Anda tahu kalau aku bukanlah anak kandung papa, kan?"

Sion menatap Ezra dengan tatapan yang tidak sabar menunggu jawaban, Ezra lalu menghela napasnya. "Sejak kapan kau tahu kalau kau bukan anak Billy?" tanya Ezra balik.

"Sejak SMP, sebelum papa dan mama meninggal," jawab Sion.

"Kau tahu siapa ayah kandungmu?"

"Dion Aluxio Zodic."

Ezra terdiam sebentar.

"Kenapa?" tanya Sion lagi sebelum Ezra membalasnya.

"Karena Billy memilihmu," ujar Ezra akhirnya. "Aku memang tegas, dan tidak segan mengusir Billy keluar dari rumah dan kartu keluarga karena dia bersikeras tidak mau melanjutkan usaha keluarga. Tetapi sebagai seorang ayah, Billy tetaplah anakku," lanjut Ezra.

"Sama seperti aku tetap menyayangi Desmon walau tahu ia telah mengkhianatiku, aku juga menyayangi Billy, bahkan mungkin lebih daripada rasa sayangku kepada Desmon. Aku ingin Billy kembali, tetapi dia lebih memilihmu. Walau tidak ada hubungan darah, aku tahu kau memiliki hubungan yang spesial dengan Billy. Billy benar-benar menyayangimu. Aku tahu dia tidak hanya memilihmu karena Sarah," Ezra terdiam sebentar. "Sebagai seorang ayah, walau berpisah, aku mengharapkan kebahagiaan Billy dibandingkan apa pun. Tetapi tidak kuduga dia malah meninggalkanku lebih dulu."

Ezra menatap Sion lekat-lekat.

"Aku sudah kehilangan dua orang yang paling berharga di hidupku selain Luna, istriku, yang sudah meninggalkanku sejak lama. Aku juga kehilangan cucu kandungku satu-satunya karena kesalahanku sendiri." Ezra memberi jeda sebentar. "Kau juga cucuku, kau anak Billy. Karena itu yang bisa kuharapkan sekarang hanyalah kebahagiaanmu, Sion."

Sion terdiam. Tepatnya dia tidak tahu harus berkata apa.

"Kali ini aku tidak mau menyesal lagi. Aku tidak akan keras kepala dan membiarkanmu memilih. Apapun pilihanmu akan kudukung, jika menurutmu itulah yang terbaik bagimu," ujar Ezra lagi.

***

Jude sedang melakukan treadmill di gym yang ada dalam gedung Wind Agency saat Zoey menghampirinya.

"Lo udah telepon nyokap lo?" tanya Zoey yang kemudian duduk di salah satu alat fitness sebelahnya. Jude menoleh, lalu memperlambat kecepatan alat treadmill yang sedang dia gunakan.

"Belom," jawabnya. "Itu cuman pegangan aja. Gue pengen nanjak gas terus, biar bisa ketemu sama dia karena kemampuan gue sendiri."

Zoey menatap Jude yang tidak menatapnya, dan tersenyum.

"Kalau gitu, gue yakin lo bakal ketemu nyokap lo ga lama lagi," ujar Zoey mantap.

Mata Jude tetap menatap kosong ke depan. "Ya, semoga."

Zoey langsung menendang kaki Jude yang membuatnya langsung jatuh merosot dari treadmill. "Hoi, Zoey!" protesnya sambil mengelus-elus lututnya yang sedikit sakit. Saat Jude mendongkakkan kepalanya, Zoey menepuk-nepuk rambutnya.

"Pasti," tandasnya sambil tersenyum.

Jude terdiam sebentar menatap Zoey, lalu tersenyum.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Ughh jadi jatuh cinta sama Billy /eh
😂😂😂 see you tommorrow guys! Besok ada part bonus setelah part 32! 💙

- Vi
March 24, 2017

Left Untold  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang