Part 53 - Down to Earth, Reon

4.8K 307 25
                                    

[Song of the chapter:
Charlie Puth - Attention]

Langit masih gelap namun Reon Alistair Zodic sudah melajukan mobilnya melewati Kuningan menuju ke daerah Menteng. Setelah melewati jembatan di atas Ciliwung, Reon berhenti karena lampu merah.

Sambil menunggu, Reon menyalakan GPSnya untuk mencari pom bensin yang ada di dekat sini. Jaraknya ternyata lumayan jauh, akhirnya Reon harus memutar dulu sebelum ke kediaman Vererro. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi lewat 15 menit. Jalanan di pagi hari masih sepi, jadi pasti dia bisa sampai di tempat tujuannya tepat waktu.

***

"Nona Sion, tuan Reon sudah datang."

Suara itu dan tepukkan di tangannya langsung membangunkan Sion. Tetapi tidak sepenuhnya, karena Sion masih nyaman di ranjangnya. Bibi Erna sudah keluar dari kamarnya begitu melihat majikannya sudah membuka mata, sedang Sion masih menikmati kasurnya yang sangat lengket.

Sion mengambil handphone di nakas sebelah ranjangnya tanpa bangun, jam sudah menunjukkan pukul lima lewat 31 menit. Walau dengan tidak ikhlas, akhirnya Sion bangun dari ranjangnya untuk mengganti baju, cuci muka dan sikat gigi dalam waktu singkat.

Lima menit kemudian, barulah dia keluar dari rumah sambil menguap. Reon sedang bersandar di pintu mobilnya sambil menatapnya.

"Lo pasti baru bangun," tebak Reon melihat Sion yang wajahnya masih wajah bantal.

"Gue lupa pasang alarm," balas Sion sambil mengucek-ucek matanya. Lalu matanya mengernyit melihat mobil yang dibawa Reon. Dia langsung menatap Reon. "Bukannya gue suruh lo bawa mobil normal?"

"Mobil normal maksudnya sedan kan?" tanya Reon balik dengan wajah yang sangat polos. Sion langsung menghela napas, harusnya dia mendetailkan apa yang dia maksud dengan 'mobil normal'. Maksudnya adalah mobil yang harganya di bawah satu miliar, kalau bisa di bawah limaratus juta. Si Reon malah membawa mobil tiga miliar, padahal cuman mau ke pasar.

"Yaudah, deh. Yuk," ujar Sion pasrah.

***

"Lo serius?" tanya Reon ragu.

"Iya serius," Sion mengangguk mantap, lalu sepersekian detik kemudian tangannya menarik tangan Reon masuk ke dalam tempat pembelian daging ayam di pasar.

Reon langsung merutuk dalam hati. Masuk ke dalam pasar aja dia tidak ikhlas, Sion malah mengajaknya ke tempat yang paling dia hindari. Bunyi cincangan terdengar seperti sedang berlomba satu sama lain, daging berserakkan dimana-mana. Reon bisa merasakan sendalnya lengket dengan cairan yang bersumber dari air serta daging-daging.

Seketika Reon langsung menyesal dia memakai kaos oblong, celana pendek, dan sandal untuk menyesuaikan dengan tempat pergi. Kalau tahu seperti ini, harusnya dia memakai celana panjang tertutup lengkap dengan jaket, kaos kaki, dan sepatu. Kalau bisa, dia akan memakai sarung tangan juga.

"Ada fillet, mas?" tanya Sion ramah pada salah satu penjual yang kedainya paling ramai.

"Ada, neng. Buat eneng apa yang enggak ada?" goda si penjual yang melihat cewek cantik tampang bule datang ke tempatnya, si penjual rela mengabaikan ibu-ibu yang sudah menunggu dari tadi. Sion membalas godaan si penjual dengan senyuman.

"Lo masuk ke sini cuman buat beli fillet? Astaga, Sion. Fillet tuh banyak di supermarket dan terbungkus rapi," komentar Reon setelah Sion selesai membeli dan mereka telah keluar dari neraka alias tempat penjualan daging itu.

Sion sebenarnya mendengar Reon, tetapi dia langsung mengabaikannya begitu melihat ada yang menjual tomat. Reon hanya bisa pasrah keluhannya diabaikan demi setengah kilo tomat.

Left Untold  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang