Part 47 - Hawaii (Bagian 4)

4.1K 306 20
                                    

Sion, Rachel, dan yang lainnya sudah sampai kembali di Honolulu lebih cepat dari dugaan mereka. Karena menurut mereka hari belum terlalu larut, mereka mau lanjut ke bar yang masih dalam area dekat hotel sekalian mau kenalan sama bule-bule Hawaii.

Tetapi Sion kali ini tidak ikut dengan alasan lelah dan ingin kembali ke hotel duluan. Awalnya Vianna memaksanya, walau akhirnya mengalah dan membiarkan Sion pulang duluan.

Entah kenapa kaki Sion mengiringnya ke tempat ini. Bukan hotel, melainkan pantai Waikiki. Saat berjalan, dia tidak sengaja melihat dua sosok yang dikenalnya sedang duduk di kursi pantai. Sion memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka dari belakang, karena penasaran.

"Gue masih sayang sama lo."

"Gue... juga masih sayang sama lo, Damian."

Hati Sion teriris mendengar apa yang dikatakan oleh Damian. Dia tahu kalau hal ini cepat atau lambat akan terjadi, tetapi dia sama sekali tidak menduga rasanya akan sesakit ini. Dadanya terasa sesak, air mata tanpa bisa dikendalikan lagi mulai keluar dari matanya.

Memorinya kembali pada kenangan-kenangan yang dia lalui bersama Damian. Hari-hari yang sangat membahagiakan, sampai-sampai dia bisa lupa dengan kesedihannya setelah kehilangan Sonny.

"Aku emang cemburu, tapi aku lebih ga suka kalau kamu bohong sama aku. Jadi kapan-kapan, jangan sungkan bilang dan jujur aja sama aku ya?"

"Siap, tuan puteri. Maafin aku, Sion."

"Gapapa, pingky promise?"

Ingatan itu masih jelas dalam kepala Sion. Dan sekarang, Damian bahkan tidak memberitahunya kalau dia bertemu dengan Jane.

Liar, batin Sion walau dia tahu jelas kalau Damian memang sudah sering melanggar janjinya. Mata Sion menatap kedua orang itu yang larut dalam perasaan mereka masing-masing.

Lo brengsek, Dam. Lo brengsek. Dan gue tahu itu. Tapi kenapa gue tetep sayang sama lo?

Sebuah tangan menarik tangannya dari samping. Sion tersentak, dan mendapati bahwa tangan Reon Alistair Zodic yang menariknya. Sion bisa melawan, tetapi dia tidak melakukannya.

Karena dia sendiri memang sudah tidak kuat melihat Damian bersama dengan Jane.

***

Sion tetap diam bahkan ketika Reon mengajaknya masuk ke dalam mobil corvette Z51 stingray yang dia sewa. Entah kemana Reon membawanya pergi, Sion sudah tidak peduli. Yang penting dia tidak perlu melihat Damian berduaan dengan Jane.

Kurang lebih sepuluh menit kemudian, mobil yang dikendarai Reon berhenti di parkiran Moana Pasific West Tower, salah satu dari tiga gedung tertinggi di Honolulu yang merupakan sebuah kondominium.

"Mau tetep di mobil?" tanya Reon karena Sion tak kunjung keluar. Suara Reon mengembalikan Sion pada alam sadarnya. Sion lalu keluar dari mobil, kemudian Reon mengunci pintu mobilnya.

"Kita mau ngapain?" tanya Sion. Dia memang mengikuti Reon sedaritadi, tetapi sama sekali tidak tahu mengapa Reon membawanya ke sini.

Reon tidak membalasnya, hanya saja Reon kembali menarik tangan Sion. Sion berusaha mengimbangi langkah Reon yang membawanya masuk ke dalam gedung. Reon sempat menyapa balik beberapa petugas yang menyapanya.

Mengapa mereka menyapa Reon? Karena keluarga Zodic punya saham di sini dan Reon selalu tinggal di sini saat ke Hawaii. Kecuali kali in, berhubung sudah disewakan hotel oleh pihak sekolah.

Langkah Reon berhenti saat mereka menunggu lift. Begitu lift sampai, mereka masuk ke dalam. Reon menekan tombol menuju lantai yang paling atas.

Dan di sinilah mereka berakhir, di atap kondominium Moana Pasific. Angin cukup kencang, dan Reon tetap memegang tangan Sion sampai mereka berada di salah satu pinggiran atap. Dari sana, terlihat jelas pemandangan Honolulu di malam hari, serta pantai Waikiki. Sedang jika mereka berbalik, ada pemandangan gunung.

Reon melepaskan tangannya yang sedaritadi memegang tangan Sion. Kedua tangannya lalu menepok bahu Sion.

"Gue udah pernah bilang kan, gue ga suka liat cewek nangis?" ujar Reon. "Lo sedih kan? Di sini ga akan ada orang yang bisa denger sumpah serapah lo walau lo tereak beroktaf-oktaf." Reon lalu menurunkan tangannya.

Sion mengubah posisinya yang tadinya menghadap Reon jadi kembali menatap suasana pantai.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHH!!!!!!!!!! DAMIAN YOU JERK! ASSHOLE! KENAPA GUE BISA SUKA SAMA LO DAN KENAPA GUE SAYANG SAMA LO!!!! GUE BENCI LO RADEON DAMIAN WALKER!!! AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHH! FUCK IT! FUCK!"

Setelah berteriak, Sion kembali mengatur napasnya.

"Much better?" tanya Reon. Sion mengangguk. Dalam hati, Reon tersentak dan ingin tertawa saat Sion mengatakan fuck, karena wajahnya bukan tipikal orang yang akan meneriakkan itu dengan kencang. Tapi dia mengerti, karena satu kata itu entah mengapa enak dikeluarkan sebagai unek-unek--eh.

"Gue aus," balas Sion membuat Reon benar-benar tertawa. "Heh, ga usah ketawa. Ada yang jualan minum gak, di sini?"

"Di kamar gue di bawah ada, tapi lo mau masuk ke kamar cowok malem-malem?"

"Udah sering," jawab Sion membuat Reon mengingat percakapan yang tidak sengaja dia dengar di rumah sakit tentang Sion yang jual diri untuk membayar biaya rumah sakit adiknya yang bernama Sonny. "Dan gue yakin lo ga bakal macem-macem."

Reon mengangguk. "Selera gue tinggi sih," candanya.

"Emang ada yang mau?"

Jitakkan pelan mendarat mulus di kepala Sion.

"Wey! Abis operasi nih!" protes Sion mengingatkan.

"Oh iya! Sorry!" Reon langsung mengelus-elus rambut Sion.

Sion tersenyum. Dia sangat bersyukur telah mengikuti paksaan Sonny untuk tetap bersekolah di SMA Mutiara Persada. Kalau tidak, mungkin dia tidak akan pernah bertemu dengan papa kandungnya, dan saudara-saudaranya walau mereka tidak mengenali dirinya.

Tetapi bukankah memang lebih baik mereka tidak tahu?

Sion tidak ingin membuka luka lama, biarlah hanya dia seorang yang menanggung beban ini.

***

To : Kakek

From : Sion

Aku udah mutusin buat pergi ke Maryland, Kek. Bisa dipercepat?

Sebelum menekan tombol send, Sion menatap isi pesannya. Dia lalu menghela napas.

Ini keputusan yang baik, Sion Vererro. Masa depanmu masih terlalu panjang untuk hanya memikirkan seorang Radeon Damian Walker.

Begitulah dia menghibur dirinya sendiri.

Membulatkan tekad, Sion menekan tombol send.

"Serius amat, ngapain sih?" tanya Selena yang tanpa permisi mengambil handphone Sion dari tangannya. Keningnya langsung mengernyit begitu melihat pesan yang barusan dikirim oleh Sion. Matanya langsung beralih menatap Sion. "Kenapa?"

"Gue sama Damian udah berakhir, Sel," jawab Sion sambil tersenyum nanar, air mata kembali menetes dari wajahnya. Ternyata cara Reon masih belum bisa membuat semua emosinya terluapkan.

Selena langsung memeluk sahabat karibnya itu.

"Everything's gonna be okay, Sion," ujarnya, membiarkan Sion menangis dipelukannya.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Up lagi 19 Mei!

Left Untold  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang