Beeep
Beeep
Beeep
Beeep
Suara kardiogram sudah menjadi makanan sehari -hari seorang Sion Vererro. Pagi buta tadi dia mendapat telepon untuk segera ke rumah sakit karena kondisi pasiennya memburuk.
Pulang ke rumah sepertinya bukan ide yang bagus. Dalam waktu dekat, mungkin lebih baik dia mulai tinggal di rumah sakit saja. Toh, ada kamar untuk para dokter walau tidak terlalu nyaman. Lagipula, di lantai atas juga ada kantor pusat Tetrias, keluarga Williams pasti akan dengan senang hati menyediakan kamar untuknya kalau dia ingin mulai tinggal di sana.
"Dokter Sion, biar saya yang selesaiin jahitannya," ujar asisten bedah yang mendampingi Sion pada operasi kali ini.
"Okay. Thanks, ya," balas Sion sambil tersenyum di balik masker hijau yang menutupi sebagian wajahnya.
Setelah mencuci tangan dan berganti pakaian, Sion keluar dari ruang operasi. Operasi tadi memakan waktu sekitar tiga setengah jam, dan sekarang sudah jam delapan pagi.
Perutnya sudah berbunyi sedaritadi. Usai menjelaskan keadaan pasien ke keluarga, Sion pun pergi ke ruangannya mengambil barang, kemudian ke kafetaria membeli sarapan. Karena tidak mau makan berat, Sion hanya membeli roti dan susu, lalu naik ke kamar VVIP seseorang yang sudah membookingnya untuk sarapan bersama.
"You're late, Doc!" protes seorang anak berusia sekitar enam belas tahun begitu melihat Sion masuk ke dalam.
"Sorry, Ed! Ada operasi dadakan tadi," ujar Sion yang kemudian duduk di samping Edward. "Your hand?"
"Almost good, aku awalnya takut tidak bisa menggerakannya lagi, tapi aku masih bisa menggerakannya! Sebentar lagi aku pasti bisa main piano lagi! Kau harus menontonku, Dokter!"
Sion hanya tersenyum nanar mendengarnya. Edward adalah pianis muda, dan sebenarnya Edward bukan pasiennya. Saat tidak ada yang mampu menenangkan amukan Edward yang takut tidak bisa bermain piano lagi setelah melihat keadaan tangannya, Sion diminta untuk membantu dan bisa menenangkan Edward.
Tangan Edward terluka cukup parah karena kecelakaan itu, dan butuh waktu yang cukup lama untuk pulih. Karena tidak ingin anaknya menggila begitu tahu kenyataan ini, ibu Edward memutuskan untuk tidak memberitahunya dulu. Sion sempat berdebat karena menurutnya Edward harus tahu, tetapi akhirnya mengalah.
Mereka pun hanya mengatakan kalau tangan Edward akan sembuh dalam waktu dekat, kalau Edward mau berusaha. Tidak sepenuhnya bohong. Tetapi karena kebohongan itu, Edward jadi percaya diri dia akan sembuh sebelum konsernya yang diadakan dua bulan lagi berlangsung dia tidak tahu konsernya telah dibatalkan oleh keluarganya.
"Seharusnya kau saja yang jadi dokterku, Dokter Sion! Kau lebih menyenangkan daripada dokter Reddy," celetuk Edward.
Sion terkekeh, lalu mebgacak-acak rambut Edward. "Tapi aku tidak mengerti pertulangan dan otot, Ed! Aku hanya bisa mengatasi tulang rusuk karena fokusku onkologi dan masalah organ," balas Sion.
"Onko... What?"
"Kanker," jelas Sion. "Jadi aku tak terlalu ahli dalam masalah pertulangan, lebih ke organ dalam."
Edward hanya mengangguk-angguk. Lalu Sion membuka bungkus rotinya.
Sambil mengunyah roti, Sion menyalakan kembali handphone yang dia tinggal sejak sampai. Ada chat masuk dari Reon setengah jam yang lalu.
Reon
Kapan berangkat kerja ?
Jangan bilang kamu udah di sana ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Left Untold [COMPLETED]
Teen FictionSion Vererro adalah putri dari Sarah handoko dan Billy Vererro. Setidaknya, itulah yang tertulis di atas kertas. Kedua orangtuanya meninggal saat dia masih SMP. Oleh karena itu, Sion harus menghidupi dirinya sendiri dan adiknya Sonny, satu-satunya k...