Part 79 - Heart

4K 278 21
                                    

Pagi-pagi sekali Reon Alistair Zodic sudah menapakkan kakinya di kediaman Vererro. Ngapain lagi kalau bukan untuk menemui kekasihnya yang sempat menghilang selama berbulan-bulan?

Sudah lewat beberapa hari sejak hari pertama dia bertemu dengan Sion setelah sekian lama, dan tetap saja Reon selalu ingin menatap wanitanya lebih lama lagi.

Reon menopang dagu sambil tersenyum menatap Sion yang sedang makan di hadapannya.

"Makan, Re," perintah Sion karena mulai sebal diliatin terus.

Tetapi bukannya makan, Reon malah berpindah duduk di sebelah Sion. Dia tidak menghadap depan, namun malah menghadap ke samping Sion. Lalu, Reon mengambil sendok yang sudah disendokkan okeh Sion dan memasukkannya ke dalam mulutnya, dengan tangan Sion yang masih mengenggam sendoknya.

"Geli, tau gak," komentar Sion terhadap tingkah Reon.

Kenapa dia bisa suka sama orang kayak gini ya? Tanya Sion dalam hati.

Reon tidak membalas, dia malah mengambil sendok dari tangan Sion dan menyuapkan makanan. Menatap sedaritadi juga membuatnya sadar kalau Sion susah memegang sendok.

Saat Sion sadar mau disuapin, Sion hendak mengambil sendoknya kembali. Namun, Reon malah menarik tangannya.

"Kenapa? Kamu takut kamu jadi nyusahin aku?"

Sion terdiam mendapat pertanyaan itu dari Reon.

"Kamu enggak pernah nyusahin aku, Sion Vererro. Aku yang selalu nyusahin kamu. It's alright. Kalau kamu emang butuh bantuan, jangan segan atau malu untuk minta ke aku."

Lagi-lagi, Sion terdiam. Ya. Untuk banyak hal, dia tahu sendiri kalau dia butuh bantuan. Tetapi dia memang malu meminta bantuan. Rasa gengsi yang selalu menempel di hampir seluruh umat manusia, juga menempel padanya. Karena itu selama ini, dia selalu berusaha untuk melakukan segala sesuatu sendiri. Meminimalisir segala bantuan yang dia butuhkan.

Termasuk dari Reon. Dia takut, Reon nantinya jadi illfeel dengannya karena selalu meminta bantuan, tidak bisa melakukan segala sesuatu sendirian.

Seakan menjawab segala pemikiran di otak Sion, Reon kembali bersuara.

"Kalau aku di posisi kamu, aku yakin kamu juga bakal bilang begini sama aku, kan?" Reon tersenyum. "It's okay not to be okay, it's okay to be imperfect. Ke aku, kamu boleh bermanja sepuas kamu."

Reon mengelus-elus rambut Sion.

"Jangan pernah takut aku akan ninggalin kamu karena hal sepele kayak gitu. Rasa sukaku ke kamu enggak sedangkal itu," tandasnya, sambil tetap tersenyum.

***

Alarm dari handphone Rachel sudah berbunyi ketiga kalinya, tetapi dia masih tidak rela bangun dari tidurnya. Lagi-lagi, Rachel men-snooze alarmnya lima menit. Rachel berpindah posisi miring ke kiri, saat merasa dia tidak sendiri. Dia langsung membuka matanya.

Jude Lewiss sedang tidur anteng di sampingnya.

"JUDE??!"

Teriakkan Rachel otomatis membuat mata Jude yang sudah tertutup karena menunggu Rachel bangun terbuka lagi. Dia tersenyum menatap Rachel.

"Sstt," desisnya. "Lanjut tidur aja kalau masih ngantuk," ujarnya, lalu kembali menutup mata melanjutkan tidurnya.

Rachel speechless. Tapi dia juga masih ngantuk. Jadi yasudahlah, dia ikut lanjut tidur.

***

"Kemaren kamu enggak ada meeting," ujar Jude memecahkan keheningan saat mereka sarapan--walau sekarang sudah jam 12. Mereka berdua sama-sama tidur lagi dan baru bangun tiga jam setelahnya.

Left Untold  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang