Part 86 - Request

3.8K 302 8
                                    

Demam Sion turun dua hari kemudian, dia memang sudah menduga kalau dia hanya demam biasa. Sekarang dia sudah bisa makan walau masih sedikit mual karena kepalanya pusing. Untunglah dia tidak perlu memakai NG tube, alat itu pasti akan sangat menyiksa. 

Sebaliknya, Rachel Magdelene Walker tidak seberuntung dirinya. Malam setelah opname, cardiac arrest terjadi. Jantungnya sempat berhenti, dokter Viktor langsung mengatasinya dan berhasil mengembalikan detak jantungnya. Namun, sekarang keadaannya kritis di ICU.

Menurut dokter Viktor, nama Rachel sudah berada di posisi teratas resepsien jantung. Tetapi mendapat donor jantung tak semudah itu mengingat golongan darah Rachel yang langka.

Dokter Viktor belum memberitahu orang tua Rachel mengenai Sion. Dia juga belum tahu bagaimana caranya memberitahu Sion. Begitu juga Reon yang sudah tau tentang ini.

Jude Lewiss menatap nanar Rachel di depannya yang terbaring lemah dengan bantuan alat-alat medis. Dia tidak bisa bernapas sendiri lagi dan harus dibantu breathing tube.

Rachel, kamu harus bertahan! Batin Jude, dia menggenggam tangan Rachel dengan mata yang berkaca-kaca.

"Rachel adik kandung gue, Jude. Sama kayak lo, gue juga pengen dia hidup."

Jude mengingat kembali apa yang diujarkan oleh Sion di telepon waktu itu.

Batin Jude berdebat, apa tidak apa-apa menghubunginya?

***

"Re, mau pizza," pinta Sion. Dia mulai bosan karena hanya makan bubur sebulan ini.

"Aku bisa dihajar dokter Erik," balas Reon terkekeh. "Mau pizza apa?" tanyanya kemudian.

"Mau yang tuna," jawab Sion. "Sekalian fetuccini juga yang carbonara."

"Mentang-mentang udah bisa makan malah banyak maunya ya." Reon mencubit pipi Sion. "Aku telpon Calvin dulu, deh," ujarnya, lalu menghubungi Calvin untuk menbelikan pesanan Sion.

Saat Reon sedang menghubungi Calvin, panggilan masuk ke handphone Sion. Reon hendak membantu Sion saat Sion menggeleng tanda dia tidak mau dibantu. Dari Jude. Sion mengangkatnya.

"Sion... Rachel--Rachel kritis."

***

"Tadi siapa yang telpon?" tanya Reon saat Sion dan dia sama-sama sudah selesai menelpon.

Sion terdiam sebentar, lalu menatap Reon. "Jude," jawabnya.

Kali ini giliran Reon yang terdiam lama.

"Re, aku--"

"Walau aku larang kamu sekalipun, kamu tetep bakal ninggalin aku, kan?"

Wajah Reon menunjukkan kesedihan yang sangat dalam, Sion jadi merasa bersalah.

"Aku juga enggak pernah berharap ini terjadi. Aku sayang kamu, Re," ujar Sion lirih.

"Aku tahu."

Reon mendekat ke Sion. Lalu memeluknya.

Tidak ada yang berbicara. Mereka hanya berpelukan.

Terkadang, diam bisa menjadi komunikasi yang baik. Karena banyak hal yang tak bisa terucap oleh kata-kata.

Left Untold  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang