Part 82 - Vow

3.9K 293 15
                                    

Begitu bangun saat jam menunjukkan pukul sebelas, mata Sion kembali basah karena air mata. Sion masih belum bisa menerimanya. Sion masih belum bisa merelakan Ezra.

Siangnya, saat mendapat kabar bahwa jasad Ezra dan Edwin telah ditemukan, air mata Sion sudah mengering. Dia hanya bisa terdiam sambil menatap kosong langit-langit.

Reon tahu Sion pasti sedang membutuhkan seseorang untuk menguatkannya, dia sama sekali tidak tidur dan selalu berada di kamar Sion.

"Re ...."

Panggilan itu sontak membuat Reon menoleh pada Sion. Itu pertama kalinya Sion bersuara sejak bangun. Bukannya tidak bersuara sama sekali. Dia memang bersuara, tetapi bersuara karena tangisan.

"Kenapa manusia enggak hidup selamanya? Kenapa manusia pasti meninggal suatu saat?"

Pertanyaan itu membuat Reon terdiam. Tetapi dia tersenyum tak lama kemudian.

"Karena kita manusia, Sion," jawabnya. "Itu kehendak Tuhan, kita memang dicipatakan demikian. Setiap manusia pasti punya tugas di dunia ini, saat tugas itu selesai, dia akan pergi."

Reon membelai lembut kepala Sion.

"Bisa aja kakek Ezra meninggal sebelum papamu. Tapi dia enggak. Mungkin tugas kakek Ezra..."

Reon menatap Sion lekat-lekat.

"Menjagamu."

***

"Pemakaman Tuan Ezra akan dilaksanakan dua hari lagi, sesuai dengan permintaan Anda, Tuan Dion. Lalu soal warisan, dia meninggalkan semuanya untuk Nona Sion," lapor Calvin pada Dion.

"Sudah cari tau kenapa pesawatnya bisa jatuh?"

"Dari black box, kemungkinan besar ada kesalahan teknis dalam pesawat. Kami sedang meminta penyelidikan lebih lanjut dan akan menuntut pihak menyedia pesawat jika itu terbukti."

Dion menghela napas kasar. Dia sama sekali tak menyangka percakapan dengan Ezra kemarin menjadi percakapan terakhirnya dengan Ezra. Dia juga tak menyangka nasib Ezra sama dengan Desmon, walau kecelakaan pesawat Desmon diakibatkan oleh cuaca.

"Lenih baik Anda tidur, Tuan Dion. Anda sama sekali belum tidur, bukan? Kalau Anda sakit, nanti Nona Sion malah akan tambah terpuruk. Jadi, selain memikirkan tentang masalah ini, lebih baik Anda juga memikirkan kesehatan Anda sendiri." Calvin mengingatkan.

Dion tersenyum. "Ya, ayo kita ke rumah, Calvin. Kau juga harus istirahat karena aku sudah mengganggumu sejak pagi," ujar Dion. "Reon ada di sini, dia pasti bisa menenangkan Sion," lanjutnya.

***

Keesokan paginya, Sion sudah berada di dalam mobil saat membuka mata, dengan Reon yang sedang menyetir. Mungkin semalam dia terlalu lelah dan tertidur sangat nyenyak, sehingga tidak sadar kalau Reon menggendongnya ke mobil.

Terkahir yang Sion ingat, Reon menemaninya tidur di sebelahnya. Dia tidur duluan dan sepertinya tak lama kemudian Reon juga terlelap.

"Good morning, sleeping beauty," ujar Reon yang menyadari Sion sudah bangun.

"Mau kemana?" tanya Sion, tidak mengenali jalan yang mereka lalui. Satu hal yang Sion tahu pasti, mereka bukan di Jakarta.

"Ra. Ha. Si. A," balas Reon dengan senyuman penuh kemenangan. Senyuman itu membuat Sion sebal. Sion memasang tampang cemberut walau dia tahu Reon tak melihatnya karena konsentrasi menyetir. Mood Sion sudah lebih baik daripada kemarin. Perlahan, dia akhirnya mulai menerima kematian Ezra.

Left Untold  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang