A sequel? Maybe. Tapi bukan sequel juga, karena masih banyak yang tersimpan di 48 chapters sebelumnya. Lebih tepatnya, mungkin revealance? *eaaa*
Happy reading!
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
6 tahun kemudianSeorang anak laki-laki berusia lima tahun berlari di koridor rumah sakit sambil menangis. Dia sudah lelah dengan kemotrapi yang rasanya sangat menusuk. Beberapa suster yang menanganinya mengejar anak itu, sampai akhirnya anak itu menabrak seorang perempuan berusia dua puluh-an yang mengenakan jas putih khas dokter. Perempuan itu menahannya sehingga tidak terjatuh, lalu berjongkok dan menatap anak yang menabraknya.
"Evan, why are you crying? (Evan, mengapa kau menangis?)" tanya perempuan itu dengan lembut.
"I'm scared, Doctor Sion. The drugs taste awful and I can't stand it anymore (Aku takut, Dokter Sion. Rasa obatnya mengerikan dan aku sudah tidak tahan lagi)," jawab anak kecil yang bernama Evan itu sambil terisak.
Perempuan tadi, Dokter Sion, alias Sion Vererro, memeluk anak itu.
"What did you promise to your daddy before he went to meet Father, Evan?" (Apa janjimu pada papamu sebelum dia pergi bertemu dengan Bapa, Evan?)
"I... I promised that I will protect my mom..." (A... aku berjanji bahwa aku akan melindungi mama)
"Can you protect your mom if you don't get better?" (Bisakah kau menepatinya jika kau tidak lekas sembuh?)
Evan menggeleng.
"A good boy don't break promises, Evan." (Anak laki-laki yang baik tidak merusak janji, Evan)
"But... will I get better with that?" (Tapi... apa aku akan sembuh dengan itu?)
"You will. Believe me (Kau akan. Percayalah padaku)," ujar Sion meyakinkan Evan. "So, will you go back to your room? (Jadi, apa kau akan kembali ke kamarmu)"
"Only if you come with me, Doctor (Hanya bila kau mau menemaniku, Dokter)," balas Evan dengan wajahnya yang sangat polos. "Mom's away for work. (Mama sedang pergi bekerja)"
"Sure. I'll go with you, sweety (Tentu, aku akan ke sana denganmu, sayang)."
Kemudian, Sion menggendong Evan ke kamarnya sambil sesekali becanda dengan Evan yang sudah berhenti menangis. Saat melewati tempat main khusus anak-anak pediatrik, banyak anak kecil yang menyapanya.
"Doctor Sion!! I got a lot of sweets from my grandmother, do you want some?" (Dokter Sion!! Aku dapat banyak permen dari nenekku, kau mau?)
"Doctor, doctor! Come on! Play with us!" (Dokter, dokter! Ayo! Main dengan kami!)
Sion tersenyum, lalu berjongkok lagi sambil tetap menggendong Evan.
"Sure Lily, I want one with strawberry flavor (Tentu, Lily. Aku ingin yang rasa stroberi)," ujarnya pada anak bernama Lily yang kemudian memberikannya permen rasa stroberi. "Thanks. I love it! (Terima kasih! Aku menyukainya!)"
"Play with us, Doctor!" (Bermainlah dengan kami, Dokter!)
"I can't. I want to accompany Evan to do his chemo (Aku tidak bisa. Aku mau menemani Evan kemoterapi)," balas Sion membuat beberapa anak kecil langsung memasang tampang kecewa. "Next time, okay? (Lain kali, oke?)"
"Okay, Doctor (Baik, Dokter)," jawab anak-anak itu kompak. Sion tersenyum dan berpamitan untuk mengantar Evan.
Sion juga tersenyum kepada suster-suster, orang tua pasien, dan anak-anak yang dia temui sambil berlalu ke tempat kemotrapi Evan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Left Untold [COMPLETED]
Teen FictionSion Vererro adalah putri dari Sarah handoko dan Billy Vererro. Setidaknya, itulah yang tertulis di atas kertas. Kedua orangtuanya meninggal saat dia masih SMP. Oleh karena itu, Sion harus menghidupi dirinya sendiri dan adiknya Sonny, satu-satunya k...