Tak terhitung sudah berapa kali Atha menggosok gigi dan membersihkan mulutnya semenjak pulang sekolah hingga tadi pagi saat dia mandi. Rasa ciuman singkat dari Arzha kemarin masih terasa di bibirnya, dan Atha membenci itu.
Bahkan mama dan papanya terheran-heran melihat kelakuan putri tunggal di keluarga Trenggono, sesekali mengusap bibirnya dengan kasar selama mereka sarapan. Ketika ditanya pun, Atha hanya menggeleng.
Saat sampai di sekolah pun Atha merasa was-was terutama pada laki-laki. Ia jadi takut Arzha tiba-tiba ada di dekatnya lagi. Meski terkesan kepedean, Atha rasa-rsanya ingin menjauh sebisa mungkin kalau intuisinya menangkap sinyal di mana dia merasa Arzha berada di lingkup yang sama dengannya.
Sudah biasa tak terlihat dan bahkan tak dianggap, teman sekelasnya tidak aneh melihat Atha yang terus berjalan menunduk. Bahkan tidak bertanya kenapa Atha masih menunduk meski sudah duduk manis di bangkunya. Kelasnya sudah ramai lantaran mereka sibuk menyalin tugas Geografi dari Rosa, anak yang ada di dalam spesies yang sama dengannya di kelas. Sama-sama cupu dan suka ditindas.
Dirinya tiba-tiba merasa gelisah. Ditambah derap langkah kaki yang makin terdengar disertai riuhan yang memanggil nama, "Arzha", membuat Atha spontan merinding. Rupanya sang devil sudah datang.
Tahu jika laki-laki itu sudah berada di kelasnya, Atha jadi semakin, makin menunduk untuk menyembunyikan muka.
Dalam hati dia berdoa semoga Arzha tidak macam-macam.
Dan doa Athaya terkabul.
Arzha melewati mejanya begitu saja, dan duduk di bangkunya di belakang, berjarak tiga meja dengan mejanya Athaya. Baris mereka di baris kanan dekat dengan pintu kelas. Baik Athaya maupun Arzhanka berada di sisi pojok.
Huft, Atha merasa lega dengan itu. Setidaknya saat ini Athaya aman.
Tidak lama, perempuan yang masih mengagumi Arzha, bubar lantara Bu Nia, Guru Bahasa Indonesia mereka memasuki kelas. Ada yang kembali ke meja masing-masing, ada pula yang keluar kelas untuk kembali ke kelas mereka.
"Selamat pagi, anak-anak." Sapa Bu Nia dengan raut wajah datar. Bu Guru berkepala lima yang memiliki perawakan gemuk ini, mengeluarkan buku absensi kelas. "Saya nggak akan ngajar full hari ini soalnya, saya harus pergi buat evaluasi bahan ajar materi SMA." Jelasnya disaat anak muridnya membalas sapaan beliau.
Tahu tidak ada yang bertanya, Bu Nia kembali bicara. "Maka dari itu saya akan memberikan tugas, satu kelompok dua orang."
"Tugasnya apa, bu?" tanya Roger, anak yang tergolong sok aktif di kelas.
Tatapan datar Bu Nia menatap seluruh anak di kelas ini. "Buat karangan bebas tentang hubungan antara pemerintah dan rakyat." Hampir semua murid di kelas berdecak, tugas yang sangat mereka benci. "Kelompok satu, Aisya Fatma dengan Rendi Miller. Kelompkok dua Arzhanka Malven Rifai dengan Athaya..."
Athaya yang duduk lesu di meja, seketika menegakkan duduknya. Mata gadis itu yang sudah bulat, jadi semakin membulat.
Dia sekelompok denganArzha?
Mimpi buruk.
***
Setelah mengucapkan nama kelompok, Bu Nia memberi pesan jika semua sudah selesai, di akhir pelajaran ketua kelas harus menaruh semua tugas kelompok di mejanya di ruang guru. Setelahnya, Bu Nia pergi tergesa begitu saja keluar.
Ketika yang lain sudah berpindah tempat untuk tukaran tempat duduk, dia, Atha, masih saja diam membatu di tempatnya. Atha rasanya ingin menghindar.
"Atha, pindah dong. Gue sekelompok sama Nasya. Lo sama Arzha, kan?" ujar Fernan, teman sekelasnya. Nasya yang notabene-nya adalah teman sebangku Atha, menepuk bahu kecilnya untuk segera pindah. Dalam kata arti, mengusir.
Dengan memegang erat buku tulis Bahasa Indonesia dan tempat pensilnya, Atha berjalan ke bangku belakang, ke bangkunya Arzha. Teman sebangku Arzha, Zidan, sudah pindah ke bangkunya Rosa karena mereka sekelompok.
Gemetar, itu yang Athaya rasakan.
Arzha sedang sibuk memainkan ponselnya. Telinganya disumpal earphone warna putih. Kepalanya sesekali bergerak mengikuti iringan lagu.
"Hm... maaf, Arzha?" panggil Atha takut-takut.
Arzha yang merasa ada orang di dekatnya, mendongak. Bukannya Arzha yang terkejut, Atha mendapati refleks matanya membulat saat tatapan mereka kini bertemu. Perasaan merinding itu ada lagi kendati Arzha sebenarnya bukan hantu.
"Oh, lo yang kemarin gua cium?"
Gara-gara pertanyaan Arzha, Atha mendapati wajahnya memanas sampai ke kupingnya. Ugh, pasti wajahnya memerah.
"Duduk." Ucapnya sambil menepuk bangku Zidan yang kosong. Lambat-lambat, Athaya duduk di bangku itu tapi sebisa mungkin sedikit-sedikit menarik kursinya lebih jauh. Baginya, kursi Zidan dekat sekali dengan Arzha.
Meski nyatanya tidak.
Laki-laki itu melepas earphone-nya. "Gue udah tau karangannya apa dan bakal gimana. Konsep sama semua isinya ada di kepala gue." Tangan Arzha kini terulur seperti meminta sesuatu. "Kertas dong."
Athaya pada mulanya tidak mengerti. Namun beberapa detik kemudian, ia baru sadar jika Arzha meminta kertas. Disobek halaman tengah di buku tulisnya.
Setelah menerima kertas itu, Arzha langsung menulis dengan pulpennya. Di sampingnya, Atha diam-diam memperhatikan. Masih kagum dengan tulisannya laki-laki itu yang bagus, berkarakter, serta kelewat rapi.
Kalau diperhatikan, sebenarnya meski terkenal berandalan, untuk urusan di sekolah terutama menyangkut akademik, Arzha sangat serius.
Seperti sekarang. Atha bahkan kedapatan beberapa kali melihat dari Arzha berkerut lantaran berusaha mengingat atau berpikir. Arzha yang begini, beda tentu saja seperti Arzha yang biasanya.
Sepuluh menit kemudian, Arzha menyodorkan kertasnya ke Athaya. "Itu ide dari gue. Lo bisa nambahin lagi biar makin kompleks." Atha menerima kertas itu dan mulai menulis. "Jangan lupa masukin nama sama NIS kita." Ingat Arzha.
Sambil menulis Athaya mengangguk.
Melihat Athaya yang anteng menulis, Arzha kembali memasang earphone, mendengarkan lagu Iggy Azalea yang berjudul Fancy.
Suara ketukan pintu kelas, membuat atensi semua anak jadi mengarah ke sana. Ada Bu Frida, guru bagian piket yang tersenyum pada semua murid di kelas 12 IPS - 1. Sebelum ada yang bertanya, Bu Frida lebih dulu bilang, "Arzhanka, segera kemasi barang-barang kamu. Ibu pimpinan di depan sudah menunggu."
Semua orang tahu yang dimaksud ibu pimpinan di sini adalah ibunya, sang pemilik sekolah ini. Maka dari itu, Arzha yang hanya baru mengeluarkan pulpen, menggendong ranselnya. Sebuah pulpen dan ponsel berada di genggamannya.
Tanpa pamit dan tanpa bilang Arzha keluar begitu saja dari kelas.
Membuat semua anak, termasuk Athaya, penasaran kenapa Arzha tiba-tiba disuruh pulang padahal hari ini masih pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomanceCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...