Pt. 46

13.2K 709 103
                                    

Manteman aku gelar lapak baru judulnya Bitter Sweet Feeling, mampir kuy hehe.





Ketika mendengar suara derap langkahan kaki yang terkesan terburu-buru, Alden otomatis menegakkan duduknya, tersenyum tipis untuk menerima apa yang akan Arzha katakan padanya. Alden tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Pastinya, tidak akan jauh dari hal yang berhubungan dengan Athaya.

Tanpa meminta izinan Alden untuk duduk, Arzha bahkan sudah duduk di kursi yang diduduki Athaya setengah jam yang lalu. Tangan Arzha ditaruh di atas meja, tanpa sadar tangannya mengepal karena melihat Alden yang terlihat hampa dan kosong, hanya tersenyum tipis, entah kenapa.

Sebelum Arzha buka suara, Alden lebih mendahuluinya. "Jadi, Arzha, apa yang pengin lo omongin? Gue tau benar lo masih ada jam kampus."

Andaikan di sekitar mereka ada orang, siapapun tahu kalau atmosfir Rifai brother saat ini bisa dikatakan sangat tidak baik. Aura persaingan, aura yang akan memunculkan keributan dan aura perebutan—sangat terlihat diantara mereka.

"Athaya. Gue gak mau basa-basi, kemarin lo bawa dia kemana?" tanyanya Arzha dengan nada dingin dan penuh penekanan.

Alden mendengus melihat Arzha. "Ngenalin dia ke mama sama Alyazhea, apa gue salah? Kemaren gue bawa Atha ke makam mama sama Alya."

Jawaban Alden, tentu membuat Arzha tidak bisa emosi. Tapi tetap saja, ia entah kenapa curiga pada Alden meski laki-laki itu menjawab pertanyaannya, dari yang dia lihat, Alden menjawabnya jujur. Dia merasa pasti ada sesuatu sampai di matanya, Alden kini terlihat berbeda.

Seakan tahu apa yang Arzha pikirkan, Alden kembali berbicara. "Di depan makam mama sama Alyazhea, gue bilang semuanya ke Atha. Semua yang bahkan lo sendiri aja gak tahu mengenai itu, Arzha."

"Apa?" Desis Arzha sinis. "Lo bilang apa aja ke Atha?"

"Banyak," ucap Alden dengan penuh misteri. "Tentang kematian Alyazhea yang sebenarnya, gue bahkan bilang ke dia."

Arzha tercenung. "Alyazhea meninggal karena dibunuh—"

"Bunuh diri." Sela Alden cepat seraya berekspresi datar.

Dua kata dari Alden barusan berhasil membuatnya membeku. Sama sekali tak menyangka, Alden berhasil membuatnya terperangah.

"Lo baru tau kan, kalau adik gue, meninggal karena bunuh diri?"

Di depannya Arzha hanya diam. Dia masih terkejut dengan fakta itu. Yang Arzha tahu mengenai kematian adik sepupunya ialah, Alyazhea meninggal karena diancam oleh pelayan Rifai sendiri lalu Alyazhea dipaksa gantung diri. Dari garis besarnya, yang Arzha tahu, Alyazhea meninggal karena dibunuh pelayan Rifai di kamarnya, di mansion, hampir tiga tahun lalu karena sebuah ancaman.

"Kakek buat berita palsu di media. Kakek lebih mentingin image keluarga, daripada kematian cucunya sendiri." Alden tersenyum miris. "Mau tau lo kenapa, kenapa Alyazhea meninggal? Penyebabnya adalah lo, Zha."

Arzha yang masih terkejut, kini dibuat terkejut lagi. "A-apa?"

"Lo penyebab Alyazhea meninggal, Zha!" Sentak Alden. Kini laki-laki itu merasa dadanya memberat. "Dia bunuh diri karena lo, Zha. Lo bisa banyangin, bayangin gue yang ancur saat ngeliat adik gue bunuh diri karena cinta sama orang yang udah dia anggap sebagai abang ketiganya. Gue bisa tahu Alya bunuh diri dan itu karena lo, karena dia nulis surat sebelum dia memutuskan pergi."

Beruntung Arzha sudah duduk sekarang. Jujur, dia butuh pegangan saat ini apapun, Arzha butuh pegangan akan kenyataan ini.

"Di surat itu ditulis, dia sakit hati sama cemburu karena lo gak pernah tau dan peka sama perasaannya. Lo yang cuma anggap Alya adik, bikin Alya frustasi. Dia bunuh diri karena perasaannya ke lo, Zha."

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang