Orang-orang bergerak menjauh dari chandelier yang sudah pecah di lantai, mendekat ke Arzha yang masih saja mendekap Atha. Untungnya, tidak ada tamu undangan kakeknya yang menjadi korban dari jatuhnya chandelier itu. Semuanya aman, tapi tamu undangan itu khawatir dengan Arzha dan Atha. Mereka dari tadi sudah bertanya apakah mereka baik-baik saja atau ada yang terluka.
Tapi Arzha mengabaikan itu. Dia masih saja mendekap Atha, tahu karena isterinya itu kini gemetar. Dia bisa merasakan itu. Dalam hati Arzha bersyukur. Ia bersyukur karena setidaknya dia tidak terlambat, dan sebelah tangannya menjadi alas kepala gadis itu sehingga kepalanya tidak membentur lantai marmer saat tadi dia tadi menubruknya dan mereka berdua terhempas.
Arzha juga bersyukur karena mereka berdua aman.
Alexander yang tengah berbincang dengan koleganya, langsung diam saat mendengar bunyi chandelier yang jatuh. Setelah izin pamit, Alexander mendekat ke titik jatuhnya chandelier itu, menerobos orang-orang yang mengerubuni kedua cucunya yang hampir saja menjadi korban. Alexander tahu karena orang-orang di sepanjang dia lewat tadi, mereka menyebut nama dua cucunya.
Tidak lama setelahnya, Alden, Dyra, Stefie, Al, Elisa juga Alvin menyusul dan sudah berdiri di belakang kakeknya. Begitu terdengar bunyi chandelier jatuh, mereka spontan mendekat karena tahu ada Athaya di sana. Khawatir karena tadi sempat berpikir Athaya mengenai chandelier itu.
Apalagi Alden. Laki-laki itu tanpa izin, langsung pergi padahal Papa Dyra sedang bicara padanya. Dyra membungkuk ke papanya sebelum berlari menyusul Alden. Secemburunya dia ke Atha, gadis itu tentu sempat takut Atha terluka.
"Arzha, Athaya, kalian tidak apa-apa?" tanya Alexander Rifai cemas.
Tapi tetap saja baik Arzha dan Athaya, tidak ada yang bersuara.
Berinisiatif, Alden berjongkok ke arah wajah Arzha berada karena Athaya posisinya membelakangi Alden, menghadap ke dada Arzha. "Arzha, lo sama Atha gak apa-apa?" Alden tahu kalau mereka berdua pasti masih shock.
Mendekap Atha erat karena isterinya makin gemetar, Arzha menggeleng.
Dyra ikut berjongkok di sebelah Alden. "Jangan bohong, Zha. Serius?"
Al dengan kalang kabut meraih ponsel di saku celananya. "Gue panggilin ambulans, ya? Gue gak yakin kalian baik-baik aja—"
"Nggak usah, bang," potong Arzha cepat. "Gue sama Atha gak apa-apa."
Tangan Al yang sudah memegang ponsel kini tergantung. "Tapi, Zha..." Ia sungguh khawatir dengan mereka berdua.
Alden berdiri, melihat ke mereka berdua. Dari segi luar, Athaya dan Arzha memang tidak terluka atau berdarah karena mengenai beling dari chandelier. Tapi tidak tahu juga dari dalam karena mereka terhempas cukup jauh juga. Tubuh biru dan memar, sudah jelas akan mereka dapatkan.
Alexander Rifai menepuk bahu Al. "Telepon ambulans. Kakek rasa, Atha sama Arzha butuh pemeriksaan lebih lanjut—"
"Gak usah, kek. Gak perlu." Lagi-lagi Arzha memotong. Pasalnya dia tahu di keadaan Atha seperti ini, dia pasti butuh sepi. Atha masih ketakutan, sementara itu dirinya juga masih shock. Maka ke rumah sakit bukan pilihan.
Al kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia mengulurkan tangan, membantu Arzha untuk bangun. Mendengar ucapan Arzha yang tak mau menerima penawaran seperti tadi, apa boleh buat? Al bisa apa meski dirinya sudah khawatir tapi yang dikhawatirkan seperti tahu apa yang dibutuhkan saat ini.
Arzha menerima uluran tangan Al dengan sebelah tangan, dan tangan yang satu lagi masih mendekap Atha. Saat dibawa berdiri pun, badan Athaya lemas. Ia bisa merasakannya, maka dari itu pegangan tangan Arzha di badan Atha tak lepas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomanceCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...