Pt. 39

15K 756 104
                                    

Selama menyiapkan makan malam untuk mereka, sebisa mungkin Athaya terus menunduk atau minimal menghindari tatapannya dari Arzha. Mencuci beras, memotong ikan, sosis, sawi dan yang lainnya dia lakukan dengan menunduk. Dia bahkan tidak menanggapi Arzha yang sedari tadi mengajaknya bicara.

Pasalnya, suaminya itu tengah merekamnya. Lama-lama Athaya jadi malu karena sedari tadi direkam. Arzha sesekali bicara serta tertawa karena ucapannya sendiri. Mati-matian Atha menahan tawa melihat kelakuan Arzha.

Misalnya seperti sekarang.

"Di sana, isteriku lagi masak buat makan malam." Arzha terkekeh sendiri. "Dia masak apa, ya? Aku laper banget..." Dan Arzha tertawa sendiri itu semuanya karena omongannya sendiri. Setelahnya dia akan berkomentar, "Athaya, tadi kata-katanya alay banget gak, sih?" Dan sama seperti sebelumnya, Atha tak menjawab.

Suaminya itu kembali mengoceh. Athaya yang sudah mulai menumis dan menggoreng, jadi sedikit jengah mendengar Arzha yang terus bicara.

"Zha..."

Spontan Arzha berhenti mengoceh. Masih dengan posisi merekam, Arzha kini memfokuskan atensinya pada Athaya yang sedang menggoreng ikan. "Ya?"

Memejamkan matanya sejenak, Athaya berharap Arzha tidak tersinggung. "Daripada kamu ngerekamin terus aku yang lagi masak, gimana kamu bantuin aku aja? Rencananya aku mau buat sosis asam-manis, kamu nyiapin bantu gimana?"

Sebelah alis Arzha terangkat. "Bantuin?" Tanpa Atha tahu, kini di pikiran Arzha sudah datang oleh pikiran lain.

"Oke," ujar Arzha semangat. Atha mendesah lega saat melihat Arzha yang tampak seperti mematikan kameranya. Padahal tidak tahu saja Athaya jika Arzha hanya berpura-pura berlagak mematikan kameranya. Menaruh kameranya di atas meja makan, Arzha tersenyum miring karena tahu kameranya pasti merekam Atha dan Arzha yang kini berada di dapur.

Sekarang Arzha mengerti kenapa orangtuanya menginginkan ruang makan berada di dekat dapur. Kalau tidak ada meja makan, kameranya di taruh di mana?

Mumpung Atha meminta bantuannya, Arzha pikir sayang jika momen ini tak dia rekam. Kapan lagi dia bisa membantu Athaya masak?

Mengangkat lengan kemejanya sampai sebatas siku, Arzha berdeham. Dia menghampiri Atha yang masih berada di depan kompor. "Aku bantuin apa, nih?"

Belum sempat Athaya menjawab, Arzha sudah memeluknya dari belakang dan menaruh kepalanya di ceruk leher isterinya itu. Atha tentu terkesiap. Sebelah tangannya yang memegang spatula kini terasa kaku. Dia bahkan sampai menahan nafasnya. Jantungnya berdegup gila-gilaan.

"Sebenernya aku gak bisa masak." Arzha mengatakan ini dengan nadanya yang merajuk. "Tapi aku pengin punya alasan kenapa aku ada di dapur. Kalau aku ke dapur karena pengin meluk kamu, boleh?"

"Zha..." dan Atha merutuki kenapa suaranya jadi mirip tikus kejepit?

Arzha tidak menyahuti panggilan Athaya. Ia masih saja memeluk isterinya dari belakang, menaruh kepalanya di perpotongan leher Atha. Atha sendiri merasa geli, berdebar, dan sedikit panik di waktu yang bersamaan.

Selama Arzha memeluknya, baru kali ini Atha merasa pelukan dari Arzha terasa sangat intim. Atha bahkan terkesiap ketika merasa lehernya seperti dikecup. Benaknya bertanya-tanya, ke mana kekuatan yang Atha punya agar bisa berontak dari Arzha yang berhasil membuatnya meleleh?

Sementara itu, kesempatan ini dipakai Arzha untuk memeluk Athaya. Dia sebenarnya merasa penasaran, sudah sejak lama, dengan harum tubuh isterinya. Ia selalu suka dengan wangi jeruk dari gadis itu. Pernah sekali, Arzha menggunakan sabun dan shampo wangi jeruk milik Atha saat mandi. Tapi tetap saja tak terefek.

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang