Arzha tersenyum-senyum sendiri seraya melihat layar ponselnya. Barusan, laki-laki itu sehabis dari ruang bayi hanya untuk, memotreti dua pangeran tampan, yang sedang tidur lelap. Habisnya, Arzha merasa tidak sabar. Dua anaknya itu ada di ruang bayi sampai sekarang katanya untuk didata. Sampai memakan waktu tiga jam pasca kelahirankah supaya anaknya bisa dibawa ke sini.
Entahlah, Arzha tidak begitu mengerti. Kata Dokter Lia dan perawat yang tadi membantu Atha melahirkan, sudah jadi prosedur rumah sakit. Terlebih jikalau anak mereka ada di ruangan Atha, Dokter Lia bilang dia menjamin, Atha nantinya tidak akan tidur atau istirahat. Memang benar juga sih, Dokter Lia.
Athaya sudah masuk ke ruangannya. Kini, gadis itu sedang tidur terlelap. Arzha tahu, pasti Athaya lelah. Maka dari itu, ketika Atha sedang tidur, papa serta mama yang sedang ke kantin untuk makan malam, Arzha diam-diam ke sana guna melihat pangeran tampannya dan memfoto mereka.
Beruntungnya tindak-tanduk Arzha itu tak ketahuan. Arzha juga tak akan peduli jika misalnya dia ketahuan. Toh, CCTV juga bisa melihatnya, dan dia juga ke sana untuk melihat anaknya, bukan mengambil anak orang.
Apa masalahnya, kan?
Tidak lupa dia juga memposting foto jagoan kembarnya di Insta. Sungguh, perasaan bahagia yang Arzha rasakan kini sangat amat membuncah. Sama seperti kehamilan Atha sembilan lalu, Arzha ingin dunia juga tahu anaknya sudah lahir.
Dia laki-laki beruntung.
Dia papa beruntung.
Ya ampun, Arzha terus saja tersenyum sampai ia merasa, bibirnya ini pasti akan robek sebentar lagi jika dia terus saja tersenyum lebar. Tapi apa buat, Arzha, benar-benar bahagia, sangat bahagia. Sudah ada lima kali dia melompat-lompat di ruangan Athaya karena sebagai bentuk manifestasi dari dia yang ingin berteriak.
Tentunya Arzha memesan kamar VVIP kelas utama. Arzha sekarang ingin mengkespresikan kebahagiaan dalam bentuk apapun, tak akan dilihat orang lain—setidaknya saat ini. Entah jika papa dan mama sudah kembali nanti.
"Zha..." panggilan dengan suara lemas dan pelan itu, bisa masuk ke dalam radar pendengaran Arzha. Maka dari itu, senyum Arzha langsung pudar. Laki-laki itu kini dengan sigap menghampiri ranjang Atha. Ternyata isterinya sudah bangun dari tidurnya. Dua jam setengah Athaya tertidur, lumayan juga.
Arzha memberi sebotol air mineral, yang di dalamnya sudah ada sedotan. Melihat Arzha yang memberikan minum, dahi Atha mengerut sekilas. "Kamu tau dari mana kalau aku kebangun gara-gara haus?" tanya Atha serak.
Lagi dan lagi, Arzha tersenyum yang di mata Atha terlihat konyol. "Akibat udah jadi papa yang sesungguhnya, bikin aku siaga dan peka sama apapun." Laki-laki itu terkekeh sebentar. "Ini minum dulu, sayang."
Athaya menerimanya. Gadis itu memang benar-benar haus sampai-sampai, hampir satu botol airnya akan habis. Sehabis Atha melahirkan, memang gadis itu, sama sekali belum minum karena langsung tidur.
"Zha, anak kita ke mana..." tanya Atha setelah selesai minum dan meminta Arzha untuk menaruh botol minum pada tempatnya semula.
Bersamaan dengan itu, pintu ruang rawat inap Atha, terbuka. Mata Arzha, kini membulat dan berbinar antusias. Pasalnya yang masuk ke kamarnya ialah dua pangeran jagoannya bersama seorang perawat yang membawa mereka.
Akhirnya dua anaknya berada di sini. Ya ampun, ya ampun.
"Selamat malam Bu Atha, Pak Arzha. Waktu menyusui buat si kembar..."
Perawat menggendong anak keduanya, yang Atha terima dengan antusias. Sisa kantuknya langsung menguap entah kemana saat dua anaknya datang. Atha, tadi tidak begitu bisa jelas melihat wajah anaknya. Dia senang sekarang.
Tetapi setelah dilihat-lihat ternyata anak keduanya...
"Anak yang kedua dulu ya, bu. Soalnya adiknya tadi udah nangis duluan," ujar perawat sambil terkekeh. Karena Atha sedang menggendong adiknya, Arzha berjalan ke box bayi dimana di sana ada kakaknya, yang tengah tertidur pulas. Dia menggendong kakaknya, menimang bayi itu padahal sedang tidur.
Melihat momen kebersamaan keluarga inti yang bahagia ini, perawat tentu memilih undur diri. Sekedar informasi, perawat ini tahu keluarga Rifai. Dan jujur, dia merasa senang bisa melihat keluarga ini dari dekat.
Atha sekarang sedang menyusui adiknya, sementara Arzha menimang dan sesekali mengecup pipi tembam dan hidung mungil kakaknya.
Di tengah-tengah kegiatan mereka, pintu ruang rawat inap Athaya kembali terbuka. Kali ini presensi mama dan papa yang tengah menatap mereka sumringah yang tentu apalagi alasannya, jika bukan karena cucu pertamanya ada di sini.
"Cucu mama..." kata Mama bahagia seraya menghampiri ranjang rawatnya Athaya. Atha tersenyum mendapati kehadiran orangtuanya di sini. Atha baru tahu orangtuanya datang ke sini, tentunya dia senang sekali.
Melihat kelakuan isterinya yang kelewat bahagia dan antusias, papa hanya bisa terkekeh dan mendekat ke Arzha. Ditepuknya bahu Arzha, karena bangga. Ia juga melihat wajah cucunya yang tengah Arzha timang sekarang.
"Selamat, Zha," ucap papa senang, yang dibalasi Arzha, dengan anggukan, serta senyum kotaknya. Kini papa melihat wajah cucunya yang Arzha timang dan diciumi dengan sepenuh hati itu. "Ini, adiknya ya, Zha?" celetuk papa ringan.
Dahi Arzha mengerut. Laki-laki itu menggeleng pelan. "Nggak, pa. Yang Arzha gendong sekarang itu, kakaknya..."
"Oh, ya?" tanya papa masih tak percaya. "Coba papa mau gendong." Papa menerima cucunya yang dari gendongan Arzha untuk dilihat secara saksama.
Papa memperhatika wajah cucunya itu dengan teliti. Jujur saja, papa masih agak tidak percaya jika ini kakaknya. "Wajahnya, jiplakan Atha banget. Bibirnya, bentuk wajahnya, alisnya, mirip Atha. Jadi papa pikir, ini adiknya."
"Mirip Atha?" celetuk Arzha polos. Dia memperhatikan si kakak yang ada di gendongan kakeknya dengan lekat. Arzha berdecak pelan. "Mirip aku, pa. Nah, kalau adiknya, baru mirip Atha," ujar Arzha riang.
Giliran mama yang memperhatikan wajah si adik yang masih menyusui di Atha. "Tapi, Zha. Adiknya, jiplakan kamu banget malah, mama rasa."
Tunggu, Arzha bingung. "Hah?"
Atha yang sedari tadi diam, juga ikut berkomentar. "Aku juga baru nyadar, kalau adik mirip sama kamu tau, Zha. Bentuk wajahnya, bibir, hidungnya, jiplak dari kamu banget, gak ada yang dibuang."
"Masa, sih?" tanya Arzha masih tak percaya.
"Iya," sahut Atha meyakinkan. "Tapi saat mereka baru lahir tadi, kakaknya memang mirip kamu dan adik mirip aku. Tapi sekarang ternyata..."
Mama tertawa pelan. "Mau mirip Athaya semua, mirip Arzha semua, atau ada kombinasi dari kalian, yang penting mereka anak kalian, cucu papa-mama."
Ujaran mama, disambut tawaan renyah dari mereka semua.
Masih menimang si kakak, papa bertanya seraya menatap Atha dan Arzha, secara bergantian. "Oh ya, nama dua pangeran cucu opah sama omah siapa ini?"
Karena suaminya mengingatkan, mama menjentikkan jari tanda jika mama baru teringat sesuatu. "Tadi Arzha bilang ke mama, bakal ngasih tau nama kembar kalau kita udah ngumpul. Jadi, siapa nama cucu opah sama omah yang ganteng?"
Arzha melirik Atha sekilas, senyuman manis merekah di bibir mereka.
"Kakak, namanya Arzharel Keenandrey Rifai," ucap Arzha.
"Adik, namanya Arzharo Kenneth Rifai," ucap Atha.
Orangtua mereka mengangguk, seraya melihat dua cucu pangeran tampan mereka. Dalam hati masing-masing, mereka menyukai nama itu.
"Nanti dipanggil apa?" tanya papa. "Zharel sama Zharo?"
Pertanyaan papa, disambut anggukan antusias dari Atha dan Arzha.
"Terus nanti kalau anak perempuan, ada unsur nama Atha di dalamnya?"
"Iya," jawab Arzha antusias. Beberapa detik kemudiannya Arzha ingat.
Spontan pipi Arzha memanas karena secara tidak langsung, mama barusan sudah menyinggung mengenai anak kedua. Ya ampun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomansaCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...