Pt. 30

19.7K 911 114
                                    

"Saat mengadakan perayaan ulang tahun dan masuknya enam cucu sosok pengusaha hebat di Nusantara, Alexander Rifai, ke perguruang tinggi negeri, ada suatu insiden yang cukup menggemparkan. Salah satu chandelier di sana..."

Arzha memutar matanya jengah. Ini masih pagi dan acara gosip murahan itu sudah membeberkan kejadian tadi malam. Berdecak pelan, Arzha mengagumi, bagaimana mereka bisa punya video ketika chandelier itu sudah bergoyang akan jatuh, lalu di tayangan acara gosip itu ada Arzha yang meneriaki nama isterinya, berlari ke arah Atha lalu menubruknya hingga mereka berdua terhempas, setelah itu terdengar bunyi PRANG, chandelier itu jatuh.

"Kejadian ini cukup menegangkan karena Athaya Zhainisa Trenggono, ia tengah berada tepat di bawah chandelier itu. Beberapa tamu undangan yang ada di sana, memuji bagaimana cepatnya Arzhanka Malven Rifai, suaminya, bisa..."

Atensi Arzha tak beralih lagi ke televisi begitu mendengar suara lenguhan sosok gadis yang berada di sebelahnya. Arzha yang sedang duduk di atas ranjang dengan kepala bersandar di sebelah ranjang, menoleh ke Athaya yang masih tidur, kini sedang menggeliat pertanda akan bangun.

Begitu mata Atha terbuka, Arzha mematikan televisi layar datar di kamar. Dia tidak ingin Atha melihat berita gosip murahan itu.

"Hei, udah bangun?" tanya Arzha pelan. "Ada yang sakit?"

Atha yang masih belum berada di ambang kesadaran hanya menggeleng. Dirinya memang tidak merasakan apapun. "Zha, jam berapa?"

Laki-laki itu melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. "Jam enam pagi, kenapa? Mau lanjut tidur lagi, hm?"

Gadis itu menggeleng, lalu perlahan duduk, sama seperti Arzha ikut duduk dengan bersandar di kepala ranjang. "Aku mau duduk dulu, abis itu mandi."

Arzhanka mengangguk. Dia mengambil ponselnya, ingin melihat sosmed-nya yang terakhir dia lihat kemarin. Merutuk dalam hati, pasti banyak akun lambe turah yang men-tag dirinya di Insta gara-gara kejadian kemarin.

Dia tidak mau viral, sungguh.

Sepuluh menit kemudian, Athaya bangkit dari ranjang hendak berjalan ke walk in closet, mengambil bajunya. Baru saja beberapa langkah jalan, langkahnya harus terhenti karena omongan Arzha yang sumpah, buat wajahnya memerah. Dia juga jadi membatalkan niatnya ke walk in closet, tetapi langsung berlari masuk ke kamar mandi, saking malunya karena omongan frontal suaminya.

"Baju, celana sama dalemannya udah gue siapin. Lo juga lagi menstruasi, pembalut lo sebungkus udah stand by juga di sana."

***

Acara sarapan di Manssion Rifai memang selalu hening. Mereka bertujuh, memakan makanan mereka dengan khidmat. Hanya terdengar suara ketukan alat makan mereka yang beradu dengan piring, setelahnya tidak ada lagi.

Beberapa dari mereka seperti Dyra, Alvin dan Stefie sudah selesai makan. Mereka tetap diam di kursi makan mereka masing-masing karena Alexander Rifai belum selesai makan, belum juga meninggalkan ruang makan. Sudah menjadi adat dan aturan di keluarga adidaya ini.

Alexander Rifai baru mengusap sudut bibirnya dengan serbet ketika tujuh cucunya sudah selesai makan. Setelah minum, beliau menatap wajah cucunya satu persatu, lalu pandangannya beralih ke Arzha dan Athaya yang duduk di sisi kanan dari dia duduk di kursi kepala meja makan.

"Kalian berdua benar tidak apa-apa?" tanya Alexander Rifai.

Atha dan Arzha saling lihat sebentar lalu menggeleng. "Kami gak apa-apa, kek. Arzha cuma ada memar di bagian punggung—"

"Apa memarnya serius?" potong Alexander khawatir. "Kakek bilang juga apa, kemaren itu harusnya kamu mengikuti apa kata Al, Arzha."

Al mengangguk setuju. "Kalau kemaren nurut, pasti sekarang udah dapet penanganan, Zha. Memarnya sakit banget, gak?"

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang