Pt. 87

10.1K 496 87
                                    

Oke guys, aku gak tau melahirkan gimana. Jadi, bagi kalian yang memiliki anak atau sudah menikah, bisa kasih kritik kalau misal, apa yang aku tulis di chapter ini itu salah, hehe. Aku nerima kritikan kalian, buat nanti direvisi juga. 

Di depan ruang bersalin, Arzha duduk di kursi tunggu dengan posisi yang menunduk. Sesekali Arzha mengacak rambutnya gusar ketika perasaan tak tenang, kembali dia rasakan. Jantung Arzhanka berdegup kencang, laki-laki itu merasakan perasaan bahagia, khawatir, deg-degan—yang bercampur aduk menjadi satu.

Tadi dia sudah menghubungi mama. Mama dan papa yang saat ini berada di Bandung Selatan karena ada rapat acara para petinggi dosen di kampus, bilang, mereka akan segera ke Rumah Sakit. Sedikit tidak enak juga pasti acaranya masih berlangsung dan Arzha yang mengabarkan ini, membuat mertuanya kalang kabut.

Sesampainya mereka di rumah sakit, dokter mengatakan kalau Athaya, ada di pembukaan sembilan dimana hanya tinggal satu pembukaan lagi, isterinya akan siap untuk melahirkan dua jagoan pangerannya.

Maka dari itu Athaya langsung dibawa ke ruang bersalin, dan Arzha tidak tahu apa yang petugas medis lakukan di dalam sana sampai-sampai ia tidak boleh langsung masuk. Arzha jadi gelisah tapi bibirnya tak berhenti tersenyum.

Terdengar suara lari menuju ke arahnya, membuat Arzha mendongak. Dia melihat presensi mertuanya yang kini berwajah panik. Arzha bisa membayangkan, papa pasti mengemudikan mobilnya di atas normal demi bisa cepat ada di sini.

"Zha, Atha gimana?" tanya papa masih dengan nafas terburu. "Atha, udah lahiran atau belum, atau gimana?"

"Dokter bilang apa?" timpal mama cepat.

Untuk meredakan perasaan-perasaan yang ia rasakan, Arzhanka menghela nafas, dia harus tenang. "Atha katanya udah pembukaan kesembilan. Sesampainya di sini, Atha langsung dibawa ke ruang bersalin dan dokter belum keluar lagi."

Panjang umur, tiba-tiba pintu ruang bersalin terbuka, keluar perawat yang kini sudah memakai baju steril berwarna hijau.

"Suami ibu Athaya?" tanya si perawat membuatnya refleks mengacungkan sebelah tangan layaknya guru yang bertanya pada muridnya.

"Sa-saya, sus..." kata Arzha menggebu-gebu.

Oke, perasaannya Arzha jadi makin tidak menentu sekarang.

Dari balik maskernya, Arzha tahu jika perawat itu, kini tersenyum. "Bapak Arzha, pak, bu," sapa perawat itu kepada papa dan mama juga. "Ibu Athaya sudah berada di pembukaan ke-sepuluh dan sudah siap melahirkan."

Mata Arzha membulat. "O-oh, ya?" sahutnya gugup.

Anggukan si perawat, membuat jantung Arzha terasa kebat-kebit di dalam sana, seakan bisa menghancurkan tulang rusuknya.

"Mari bapak, silahkan masuk..."

Dengan langkah gemetar, Arzha masuk, ke dalam sana. Sebelum pintunya ruang bersalin tertutup, Arzha bisa melihat papa dan mama yang menyemangati di luar sana. Meyakinkannya jika dia bisa dan sanggup menemani Atha berjuang.

Laki-laki itu terus menarik nafas, lalu membuangnya perlahan. Terlebih ia harus memakai baju steril dulu sebelum masuk ke dalam ruang dimana Athaya—akan berjuang di dalam sana demi melahirkan buah hati mereka.

Ketika masuk ke ruang bersalin hal yang pertama ia lihat adalah Atha yang kini menatapnya sendu. Isterinya itu sudah siap dengan posisi melahirkan normal, infus dan seperangkat alat medis lainnya sudah terpasang dalam artian, semua kini sudah siap dan mereka akan mulai berjuang.

"Ibu Atha, ibu, sebentar lagi akan melahirkan. Saya sudah cek, serta kabar baiknya, kondisi ibu Atha juga siap untuk melakukan persalinan normal," katanya Dokter Lia. "Selama proses persalinan berlangsung, saya harap ibu tidak tidur."

Arzha berdiri di sebelah kanan Atha, memegang erat tangan isterinya. Dia bisa melihat jika Atha sepertinya menangis. Sebelah tangan Arzha yang kini tidak menggenggam tangan Atha, menghapus air mata di kedua sudut mata isterinya.

"Sayang, jangan nangis. Kamu bisa, kita pasti bisa..." Kata Arzha memberi semangat, yang disambut anggukan lemah isterinya. Arzha mengecupi tangannya Athaya yang kini dia genggam, lalu mengecup dahi isterinya.

Dokter Lia serta perawat yang membantu proses persalinan, kini berdoa—yang tentu Arzha dan Atha juga lakukan.

Setelah proses doa selesai, Dokter Lia memberikan aba-aba pada Athaya.

"Bu, tarik nafas perlahan terus hembuskan sambil dorong ya, bu." Athaya mengangguk, perlahan mulai menuruti apa kata Dokter Lia.

Saat Athaya menarik nafas, lalu perlahan menghembuskannya, Arzha bisa merasakan pegangan tangan Athaya pada tangannya mengerat. Berkali-kali Arzha terus membisikan pada isterinya, "Ayo sayang, aku yakin kamu bisa..." Arzha tau, pasti ini semua tak mudah. Dalam hatinya dia terus merapal doa supaya Atha dan dua anaknya tidak kenapa-napa dan semuanya lancar.

Atha menggeram ketika dia merasakan sakit yang luar biasa. Tanpa sadar, Atha bahkan mencengkram tangan Arzha dengan erat, seperti mencakar. Baginya, apa yang dia rasakan ini seperti badannya terbelah dua.

"Kamu pasti bisa, Tha..." bisik Arzha seraya mengecupi tangan juga dahi isterinya tulus. "Ayo, Tha. Kamu pasti bisa, kamu pasti bisa..."

Dokter Lia ekspresinya terbelalak terkejut. Dia menatap Athaya semangat. "Ayo, bu. Kepala kakaknya udah mulai keluar, dikit lagi."

Mendengar ucapan Dokter Lia, membuat mata Arzha memanas. Atha kini tampak cantik sekali di matanya. Laki-laki itu terus membisiki kata-kata semangat untuk isterinya, tidak peduli tangannya kini terdapat bekas cakaran atau apapun.

Ketika Athaya teriak, bersamaan itu pula, terdengar suara tangis bayi yang membuat Arzha merasa waktu berhenti, jantungnya berhenti berdetak lalu Arzha terpekur di tempatnya. Tunggu, tadi dia tidak salah dengar, kan?

Air matanya tanpa sadar lolos ketika Arzha melihat sesosok malaikat yang kini diangkat Dokter Lia untuk diserahkan pada perawat. Perawat itu dengan siap dan sigap menerimanya, membersihkannya lalu memberinya bedongan biru.

Perkataan Dokter Lia yang selanjutnya, berhasil membawa Arzha ke dunia nyata kalau anaknya, masih ada satu lagi yang belum keluar.

"Tinggal adiknya, bu. Sama kayak intrupsi sebelumnya, ya..." Dan Athaya kembali menuruti apa yang Dokter Lia aba-abakan padanya. Selain Arzha, Dokter Lia juga di depan sana memberikan semangat. "Ayo, bu. Kepalanya mulai keluar, beruntungnya ibu banyak gerak jadi jalan lahirnya gampang."

Sekitar lima menit kemudian, ketika Arzha merasa cengkraman tangannya Atha pada tangannya begitu erat, isterinya yang kembali berteriak, di detik itulah, jagoan pangeran keduanya sudah lahir.

Kedua pangerannya sudah lahir, Arzha tak bisa untuk tidak menangis .

Persetan dirinya akan dilihat perawat atau Dokter Lia. Arzha terharu. Laki-laki itu, benar-benar melepas tangisnya, dia benar-benar bahagia. Sangat.

Dokter Lia mengangkat pangeran keduanya, supaya dia bisa mendapatkan perlakuan yang sama seperti kakaknya. Arzha speechless, benar-benar speechles.

Saat melihat Athaya, isterinya itu tengah tersenyum seraya mengatur nafas karena sudah berhasil melahirkan tadi. Dengan cepat Arzha mengecup dahi, mata, hidung dan bibir isterinya dengan kilat. Bahagia, itulah yang kini Arzha rasakan.

"Sayang, makasih banyak. Makasih, banyak. I love you to the galaxy and back. Makasih karena udah jadi isteriku dan ibu dari dua pangeran hebat."

Athaya hanya mengangguk, sedikit lemah. Ia sengaja masih terus-menerus menggenggam tangan Arzha supaya dia punya pegangan, agar dia tak tidur. Atha juga merasa perasaannya membuncah, tanpa sadar gadis itu menangis.

Dan mereka sama-sama menangis saat dua perawat melihatkan dua jagoan pangeran, yang selama ini sudah mereka nanti-nanti.

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang