Arzhanka memakirkan mobilnya tepat di depan mansion kakeknya. Sejak selesai menangis dan Athaya mau dibujuk ke rumah kakeknya, gadis itu tertidur dan hingga kini belum terbangun.
Ia paham kalau Athaya lelah. Arzha juga tahu kalau gadis itu pasti kurang tidur karena memikirkan keadaannya yang akan berubah.
Laki-laki itu menoleh untuk melihat Atha, sambil kepalanya perlahan tapi pasti bertumpu di atas kemudi mobil. Ah, melihat Athaya tertidur, rasa-rasanya ia juga jadi ingin menyusul ke lelapnya gadis itu.
Seperti sadarnya, Athaya saat tertidur terlihat tenang. Tenang sekali mirip seperti bayi. Tangan Arzha, secara refleks terulur untuk mengusap rambut lembut gadis itu lagi seperti tadi namun, urung karena kini gadis itu menggeliat, lalu mata bulatnya terbuka.
"Kita di mana?" tanyanya polos.
Arzha menegakkan duduknya. "Rumah kakek gue."
Athaya menutup mulutnya lantaran menguap, lalu ikut menegakkan duduk karena penasaran. Matanya membelalak tak percaya begitu melihat jika kini ia ada di depan rumah, ah, bahkan baginya ini seperti istana.
"Serius ini rumah kakekmu?" tanya Athaya tanpa menyembunyikan rasa terkejutnya. "Ini, ini istana tau! Keluarga besar Rifai semuanya tinggal di sini?"
"Nggak, cuma kakek, gue, dua sepupu gue sama tunangannya dan abang sepupu gue. Tapi, abang sepupu gue gak netap di sana, dia ada apart."
Gadis itu tak menanggapi lebih lanjut lantara sibuk mengagumi rumah, ah, istana dari balik jendela mobil Arzha.
"Setelah kita nikah, lo juga tinggal di sini."
Wajah terkagum-kagum Athaya seketika luntur. Perlahan dia menoleh ke Arzha yang kini ikut memandang mansion kakeknya.
Arzha melepas sabuk pengaman. "Ayo keluar." Lalu dia membuka pintu mobil, keluar terlebih dahulu. Beberapa detik kemudian, Atha menyusul.
Udaranya sejuk sekali. Ini masih di Bandung atau dimana?
Sebelum mengunci mobilnya, Arzha mengambil ranselnya dan ransel Atha yang berada di jok belakang. Ranselnya langsung dia sampirkan di sebelah bahu, dan ransel Atha langsung ia berikan kepemiliknya yang dengan cepat langsung ia pakai. Tiba-tiba Atha merasa gugup.
Begitu memasuki istana ini, mereka berdua disambut oleh pelayan dengan seragam hitam-putih yang kini membungkuk pada mereka. Atha merasa sungkan juga tak enak. Terlebih dari puluhan pelayan ini, ada yang sudah nenek-nenek.
Saking tak enaknya, Atha menghampiri nenek yang kelihatan renta sekali. Arzha mengernyit melihat Atha yang menghampiri kepala pelayan itu.
"Nek, nenek gak usah terlalu membungkuk seperti itu. Nanti leher nenek sakit, nenek susah tidur nanti."
Arzha terdiam di tempat seraya menyilangkan tangan, mengamati Athaya.
Kepala pelayan, membelalak begitu tahu calon nyonya mereka lah yang bicara padanya. "Nona, tak apa. Nona jangan begini."
Atha yang masih kukuh dengan pendiriannya menggeleng kuat-kuat. "Aku gak suka kalau nenek sama semuanya membungkuk seperti ini kalau kita lewat."
Peka terhadap situasi, Arzha berdeham. "Jangan terlalu menunduk."
"Eh?" bisik-bisik pelayan.
Mendengar perintah Arzha, Atha tersenyum pada pelayan yang kini tengah melihatnya. "Jangan terlalu membungkuk seperti tadi ya, kita semua sama. Jangan ada perbedaan diantara kita. Kita sama-sama manusia, sama-sama makan nasi dan sama-sama ada di Indonesia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
عاطفيةCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...