"Tha, di rumah cuma ada kita berdua, kita bisa ngelakuin hal—"
"Diem!" Atha spontan berteriak. Intuisinya mengatakan dia dalam situasi yang bisa dibilang tidak aman. Degupan jantungnya yang sudah tidak biasa jadi makin tidak biasa. Tanpa sadar kedua tangan Atha mencengkram erat seprei kasur yang didudukinya, pelarian dari gugup.
Arzha makin mendekat, dan di wajahnya, sungguh, ekspresi menyebalkan itu masih ada di sana. Wajah laki-laki itu makin mendekat, sampai Athaya merasa badannya hampir rebahan diranjangnya sendiri.
"Do you wanna play?" Bisik Arzhanka dan bersamaan dengan itu pula lah Atha terkesiap juga setengah badannya sudah berbaring di atas ranjang.
Mata Atha melotot. Seringaian laki-laki itu makin terasa menyebalkan dan sangat amat menyebalkan di matanya. Wajanya Arzha semakin mendekat terlebih, kedua tangan laki-laki itu seakan-akan mengurung tubuhnya di sisi kanan-kiri.
Dalam bayangannya sebelum menikah, kelak jika dia sudah menikah dengan Arzha, Atha tidak pernah membayangkan hal seperti ini terjadi.
Dari jarak wajahnya dengan Arzha yang sekitar sepuluh senti, Athaya bisa melihat dengan jelas mata berwarna kecokelatan laki-laki itu, alisnya yang tebal, Atha juga baru menyadari kalau bulu mata Arzhanka lentik juga, hidung mancung miliknya, lalu bibir laki-laki itu.
Sama seperti Atha, Arzha pun sama. Dalam jarak sedekat ini, diperhatikan olehnya lamat-lamat wajah isterinya. Mata bulat Athaya yang terkena sinar cahaya matahari yang masuk dari jendela yang tirainya di buka, membuat Arzha tak bisa menyangkal jika dia tidak terpesona pada mata itu. Bibir mungil gadis itu, wajah isterinya yang tergolong tirus.
Perlahan tapi pasti, wajahnya Arzha makin mendekat sehinga mereka kini bisa merasakan deru nafas satu sama lain yang menerpa pipi mereka.
Semakin dekat, membuat Atha memejamkan matanya, memasrahkan atas apa yang terjadi selanjutnya.
"Lo punya PS? Ayo kita main itu."
Bisikan Arzha di telinganya.
Tentu saja membuat mata Atha terbuka, melotot tidak percaya. Bersamaan itu pula lah, Arzha juga ikut membuka kedua mata dan kembali ke posisi berdiri tegak di depan gadis itu. Tatapannya yang tadi menyebalkan kini berubah menjadi seperti anak kecil yang minta diizinkan mamanya supaya bisa bermain game.
Sial! Tadi itu, apa-apaan?
Pipi Atha yang memanas, kini makin terasa panas. Sejak kapan pikirannya menjadi sekotor dan sejauh itu? Kenapa tadi dia sempat berpikir kalau Arzha...
Akan menciumnya?
Atha menggelengkan kepalanya patah-patah mirip anak kecil. Mengatakan dalam hati berulang kali, agar pikiran nistanya itu pergi.
"Tha, lo punya PS, gak?" tanya Arzha sekali lagi. Memecahkan pikirannya yang kali ini sedang berusaha membersihkan pikiran kotor.
Mengusap mukanya, Atha berdiri dari posisi rebahannya. Arzha yang peka bergeser supaya tidak menghalangi gadis itu.
Masih merasa canggung, Atha berdeham. "Ada, tapi bukan punya aku. Itu punya papa PS-nya." Tiba-tiba saja ternggorokan Atha kering.
Masih seperti anak kecil, Arzha mengangguk seakan mengerti. "Yaudah... hm, lo bisa kasih tau di mana tempatnya? Kita main itu."
Berharap semoga bisa ada space dengan Arzhanka, Atha berjalan ke pintu kamarnya, keluar dari sana. Dan bodohnya, harusnya Atha sadar kalau Arzha itu pasti akan mengikutinya selama Atha belum bilang di mana PS itu berada.
Sekali menghentakkan kaki, Atha menjawab dengan nada gusar. "PS papa ada di ruang keluarga. Letaknya sebelah DVD."
Tidak peka kalau Athaya merasa malu dengan kelakuannya barusan Arzha barulah pergi meninggalkan Atha, berjalan ke ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomansaCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...