Pt. 25

18.8K 782 32
                                    

"Alden!"

Berkat teriakan itu, Alden yang tengah berbaring di atas hamparan rumput dekat dengan pohon pinus, refleks membuka matanya dan spontan duduk. Alden melihat ke sekitar, mencari siapa sosok yang meneriakinya dan melihat Atha yang tengah berlari kecil menghampirinya, membuatnya tersenyum tipis.

Terlebih ketika melihat semilir angin yang menerbangkan surai sebahunya Atha. Membuat Atha yang tengah berlari kepadanya tampak menarik.

Atha duduk di dekat Alden yang masih menatapnya sambil duduk dengan meluruskan kaki dan menopang badannya dengan kedua tangan. Nafas gadis itu tidak teratur, sedikit meringis Alden karena di sini tidak ada minum.

"Den..."

Masih tersenyum tipis Alden bergumam, "Hmm...?"

Menutup matanya sejenak untuk menetralisir nafasnya, selanjutnya Athaya langsung bertanya to the point pada sepupu suaminya ini. "Kamu kenapa gak, gak dateng di acara perusahaannya kakek, Den?"

Karena Alden tidak langsung menjawab, Athaya menambahkan. "Katanya kalian bertiga di tunggu kakek, ada tamu dari New York sama Dubai yang..."

"Gue gak mood, males," gumam Alden membuat Atha yang berbicara jadi tidak lagi melanjutkannya begitu mendengar gumamannya.

Sebenarnya, Atha yakin jika dia tadi tidak salah dengar. Telinganya masih berfungsi dengan normal. Dan tadi apa kata Alden, ' Malas dan gak mood?' Apa laki-laki itu tak memikirkan kakek yang akan tersinggung atau murka karena ini?

"Den..."

Alden tersenyum manis karena Atha yang barusan memanggilnya. Karena dia tahu apa maksud dari Athaya yang memanggilnya, Alden kembali mengatakan hal yang sama. "Gue males, gak mood. Buat apa juga ke sana, Tha?"

Belum sempat Athaya memberikan tanggapan, Alden lebih cepat kembali membuka mulutnya untuk menyela. "Lo tau definisi gak nyambung? Ini gue, juga diri gue yang pengin jadi dokter, gue rasa gak nyambung kalau gue dateng."

"Tapi kakek yang minta, Den-"

"Terserah," potong Alden lagi. "Gue gak minat bisnis. Gue anak Sains dan gue rasa anak yang cita-citanya jadi dokter kayak gue, buat apa juga di acara itu?" Apa yang dia utarakan pada Atha benar. Dia tidak mau jadi pekerja kantoran. Dia adalah dia, meski mau diatur oleh orang lain seberapa keras pun.

"Seharusnya kamu datang aja ke acara itu-"

"Mau ikut gue ke suatu tempat?" Alden memotong ucapan Athaya gusar. Jujur, ia sebenarnya tak bermaksud terus memotong ucapannya Atha. Tapi, Alden lebih memikirkan apa yang dia khawatirkan selama ini.

Membentak Atha, sama sekali tidak bisa dibayangkan di pikirannya.

Dan Alden berharap Atha mau menerima ajakannya, pengalihannya.

Athaya yang asalnya penasaran mengenai apa alasan laki-laki itu tak hadir di acara kakeknya kini teralihkan dengan penawaran Alden yang hanya kamuflase belaka. Matanya kini mengerjap lucu. Tahu jika respon Atha positif, Alden segera berdiri dari posisi duduknya seraya menepuk pantatnya membersihkan celananya dari rerumputan yang mungkin menempel.

Melihat Atha yang ikut berdiri, Alden memutuskan untuk lebih dulu jalan, menjadi penuntun arah. Mereka terus berjalan ke bagian halaman terbelakang dari halaman belakang Rifai. Sedikit menanjak mengingat halaman belakang Rifai ada bukit yang sebenarnya membuat Atha penasaran apa yang ada di baliknya.

Semenjak menginjakkan kaki di halaman belakang, Atha selalu penasaran apa yang ada di balik bukit itu. Tapi Athaya tak mau pergi ke sana mengingat jika ia sendirian dan takut ada apa-apa dengannya. Atha juga belum tahu apakah tanah itu kosong atau masih menjadi bagian dari halaman Rifai?

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang