Pt. 86

9.7K 456 29
                                    

Tidak terasa seiring berjalannya waktu, kini usia kehamilan Athaya, sudah menginjaki usia sembilan bulan. Ya, waktu memang berjalan cepat. Bahkan tanpa kita sering kali sadar, dari pagi ke siang terasa berjalan cepat, beberapa jam sudah berubah saja menjadi hari, hari yang berubah menjadi minggu dan minggu bahkan sudah berganti menjadi bulan. Kelahiran si kembar memang jadi semakin dekat.

Semenjak usia kehamilan Athaya menginjak delapan bulan Arzha memilih untuk menempati salah satu kamar kosong di lantai satu. Agak ngeri juga ketika ia melihat Atha kadang masih menggunakan tangga untuk akses naik turun padahal, sudah jelas-jelas di mansion ini ada lift.

"Aku harus banyakin gerak biar gampang lahirannya." Begitu alasan Atha, ketika Arzha menegur kenapa dia masih suka naik-turun tangga.

Untungnya Athaya menurut dan tidak protes saat ia bilang mereka sampai si kembar lahir akan tidur di salah satu kamar lantai satu. Arzha tidak mau terjadi, berbagai kemungkinan terburuk, pada anak dan isterinya.

Terakhir kali mereka konsultasi sekaligus melakukan pemeriksaan, Arzha benar-benar bersyukur saat Dokter Lia bilang keadaan Athaya dan si kembar tetap sehat dan baik-baik saja. Kejadian dua bulan yang lalu di mansion, dimana Athaya hampir saja terancam, membuat Arzha khawatir tapi untungnya semua masih ada dalam keadaan baik-baik saja. Melegakan.

Lalu Dokter Lia mengatakan, jika dia menghitung di hari ini sesuai dengan prediksi, kemungkinan besar, Athaya akan lahiran seminggu lagi.

Dan, yah, ayah mana yang tak sabar anaknya akan lahir?

Sedikit berlebihan memang, tapi dimulai hari ini, Arzha tidak berangkat ke perusahaan dan memilih untuk di mansion. Sebagai suami siaga dan ayah dari dua jagoan pangeran kembar, mulai dari hari ini hingga hari kelahiran anaknya, Arzha, harus senantiasa berada di sisi Athaya.

Memantau keadaan isterinya sambil sesekali, mengerjakan juga pekerjaan di perusahaan.Seperti mengecek keuangan yang masuk dan keluar, memilih-milihi banyak undangan kerjasama mana yang sekiranya tepat, dan yang lain.

Saat ini, Arzha sedang duduk di atas sofa di depan kamarnya di lantai satu dengan laptop berada di atas pangkuannya. Sambil memantau keuangan yang kini masuk ke Rifai melalui laptop sesekali juga atensinya, beralih ke Atha yang sudah ada sejak sepuluh menit lalu terus berjalan mengelilingi ruangan ini.

Jika Arzha tak salah hitung, ada mungkin duapuluh kali.

Bahkan dari sini saja Arzha bisa melihat Athaya yang mengeluarkan peluh keringat. Lagi-lagi, Arzha mendesah pelan untuk yang kesekian kalinya. Isterinya ini, sama sekali tak ada lelah-lelahnya apa sedari tadi berjalan.

"Sayang..." panggil Arzha membuat dia spontan berhenti lalu menoleh, ke arah di mana suaminya berada. Atha juga kini mengusap keringat di dahinya tidak tahu sudah keberapa kali karena Arzha perhatikan, isterinya itu selalu saja daritadi mengusap keingat di dahi dan lehernya dengan tangan.

"Iya, Zha?" tanya Atha. Pasalnya Arzha tidak mengatakan apa-apa tetapi, laki-laki itu masih terus saja menatapinya.

Melambaikan sebelah tangannya, Arzhanka mengatakan sesuatu yang bagi Atha malah terdengar lucu dan juga menggemaskan.

"Sayang, kamu gak capek jalan terus?"

Tanpa sadar Atha terkekeh pelan. Arzha dari tempatnya bisa melihat Atha yang kini menggeleng. "Nggak, capek..."

Selanjutnya, Arzha kembali mendesah pelan saat dia melihat Athaya, kini, sudah kembali berjalan seakan tak kenal rasa lelah. Dan bahkan, ekspresi Athaya berbinar-binar sekali di matanya entah kenapa. Padahal pasti dia kelelahan karena, hei, Atha tidak hanya membawa dirinya sendiri kan, sekarang.

"Sayang, duduk dulu..." panggil Arzha, seraya mengusap sisi sofa kosong, di sebelahnya. "Minum dulu, istirahat dulu, sebentar..."

Jika Arzha tanya kenapa Atha jalan terus, pasti Athaya akan menjawab,

"Kata Dokter Lia, harus biasain jalan biar lahirannya lancar."

Sudah bisa Arzha duga. Maka dari itu, Arzha tak akan bertanya lagi.

Tiba-tiba Arzha langsung menegakkan duduk ketika ia melihat Atha yang sekarang sedang memegang pinggangnya dengan ekspresi meringis kesakitan. Dia buru-buru menaruh laptopnya di sofa kosong sebelah, untuk menghampiri Atha.

"Tha..." panggil Arzha saat sudah ada di dekat Athaya. "Sayang, kenapa?"

Dahinya mengerut, kelihatan sekali ekspresi Athaya yang sekarang merasa kesakitan. Arzha memegang pinggang Atha. "Tha, kamu sakit pinggang?" ia tidak begitu tahu karena dia pikir, pasti isterinya kelelahan karena berjalan terus.

Atha menggeleng, di tengah ringisannya. "Arzha, perut aku mules banget. Terus, terus aku kayak ngerasa bawahan aku basah."

Refleks Arzha melihat ke bawah dan seketika itu pula matanya membulat. Isterinya benar. Satu hal yang sudah Arzha tahu, air ketuban isterinya pecah yang itu berarti ini adalah waktunya, Atha untuk melahirkan. Lebih cepat dari apa yang sudah dihitung dan diprediksi oleh Dokter Lia.

Tiba-tiba jantung Arzha berdegup kencang dengan kejadian ini. Sebentar, sebentar lagi, dirinya akan menjadi seorang ayah dan Athaya ibunya. Mata Arzha kini memanas sekaligus perasaan hangat melingkupinya.

"Atha, kita ke rumah sakit sekarang."

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang