Mobil yang dikemudikan Arzha melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Baik Arzha dan Athaya, mereka sama-sama menikmati hembusan angin laut yang menerpa wajah mereka karena bagian atap mobil Arzha sengaja dibuka.
Dibalik kacamata hitam yang dikenakannya, Arzha tidak bisa tidak tertawa saat melihat di kursi penumpang sebelah kemudi, isterinya ini, sedang berdiri. Tak lupa kedua tangannya terentang lebar, manifestasi jika dia merasa bebas.
"Satu lagi yang kurang, Tha!" Teriak Arzha, yang ditanggapi Athaya cuma dengan tolehan karena gadis itu masih menikmati hembusan angin. "Selendang..!"
Mata Atha yang memejam karena terpaan angin, membuka sedikit. Ia agak heran apa maksud dari ucapan Arzha yang bilang yang kurang dari dirinya adalah selendang. Buat apa juga dia membawa selendang?
"Aku bukan emak-emak, ngapain pake selendang?" balas Atha agak teriak karena takut Arzha tidak bisa mendengarnya.
Jawaban Atha, sudah dapat dipastikan membuat Arzha terbahak. Isterinya, benar-benar polos dan datar. Isi pikiran mereka tidak selaras rupanya. Untungnya, Arzha tidak mengerem mendadak gara-gara jawaban Atha.
Berdecak pelan, di sela-sela kegiatan menyetirnya, Arzha melirik Athaya.
"Kamu itu, tinggal pake selendang, biar kayak model video klip jaman 90-an! Cocok deh, kamu jadi biduan di jaman itu, Tha!"
Atha berekspresi datar. Apa pula kata Arzha jadi biduan.
Karena takut masuk angin, Atha memutuskan untuk kembali duduk. Agak kesal juga melihat Arzha yang Atha tahu, tengah menertawakan kelakuannya saat ini. Pasti ekspresinya juga, jadi bahan tertawaannya Arzha.
"Kenapa duduk? Bukannya tadi semangat banget berdiri?" tanyanya Arzha heran. Apa Atha kesal karena ucapannya barusan, begitu kah?
"Nggak," jawab Atha pelan. "Sedikit bete dikatain biduan, terus sama aku, takut masuk angin karena kelamaan berdiri."
Arzha terkekeh. "Kalau kamu masuk angin, aku pijetin, aku kerokin, terus, aku kasih koyo juga biar enak tidurnya. Gak usah khawatir..."
Atha tidak menanggapi. Karena tidak mau ambil pusing, Atha hanya bisa mengangguk dan menggumamkan iya agar Arzha senang. Atha masih memaklumi masalah pijat. Tapi dikerok dan diberi koyo, Atha kapok. Cukup sekali mencoba.
Dikerok itu bukannya bikin enak, malah nambah sakit. Belum lagi koyo—selalu saja panas sampai Atha sering merasa kulitnya lecet. Kadang Atha berpikir, koyonya yang terlalu panas, atau kulitnya saja yang sensitif.
Hening tak lama diantara mereka sampai kemudi Arzha, tiba-tiba berubah. Suaminya tidak sengebut sebelumnya, saat mengemudikan mobil. Athaya menjadi heran sendiri kenapa. "Zha, apa kita mau nyampe?"
Arzha mengangguk. "Iya, duaratus meter lagi, kira-kira..."
"Oh..." gumam Atha, seraya melihat sekitar. Pemandangan di sebelah kiri-kanan hanya ada pesawahan, juga beberapa villa. Pantai selatan memang bisa jadi destinasi pilihan yang tepat untuk liburan. Seperti Arzha dan Atha sekarang.
Mobil Arzha berbelok ke sebuah villa bertema cottage. Ketika dia melihat bangunan di villa ini, Atha berdecak kagum. Jujur, dia merasa seperti di Bali. Bali yang benar-benar Bali. Nuansa di sini juga sangat mendukung seperti di sana.
Ketika mobil Arzha sudah berhenti di salah satu daerah parkir, Athaya bisa melihat, ada beberapa pelayan yang berjalan menuju mereka. Salah satu dari tujuh pelayan itu, membawa baki yang berisi kalung bunga.
Arzha membuka kunci mobilnya, mempersilahkan Atha keluar lebih dulu, sebelum dia menutup atap mobilnya. Tiga pelayan dengan yang salah satunya itu membawa baki, berjalan mendekat ke Atha seraya tersenyum. Lalu mengalungkan kalung bunga ke lehernya Atha. Simbolis penyambutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomansaCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...