Pt. 12

21.9K 978 7
                                    

Kembali mengeringkan rambutnya yang sudah tak begitu basah, Arzhanka masuk ke kamarnya, meninggalkan balkon kamarnya.

Tadi, sehabis mandi dia keluar dari kamar untuk melihat apa yang sedang dilakukan isterinya beserta sepupunya dan sepupu tunangannya itu. Di pikirannya Arzha, sebegitu asyik kah sampai gadis itu masih belum masuk kamar dan belajar seperti yang biasa dilakukannya jika sehabis pulang sekolah?

Atha sehabis pulang sekolah memang suka membaca kembali materi yang tadi dipelajarinya di sekolah. Beda dengan Arzha yang memang langsung mandi sehabis pulang sekolah meski bukan habis Olahraga sekalipun.

Tapi begitu di sana, Arzha hanya melihat buku Fisika yang masih terbuka halamannya, alat tulis berupa pensil, pulpen, tipex yang masih berserakan, pegas dan bandul alat peraga praktek Fisika milik Alden dan Dyra, sementara si pemilik dan isterinya tidak ada di sana.

Aneh.

Arzha memutuskan untuk masuk lagi ke kamarnya. Mungkin isterinya itu sedang ke dapur atau kemana, sementara Alden dan Dyra ada urusan lain. Arzha rebahan di ranjangnya sambil melihat Instagram miliknya.

Gabut, itu yang Arzha rasakan. Iseng-iseng dia membidik sudut-sudut di kamarnya yang dia anggap bagus meski ditambahkan editan lagi. Entah efek lelah habis Olahraga atau dia merasa bosan, Arzha yang jarang merasa gabut kini malah merasakannya. Well, dia sedikit membenci fakta ini

Sampai matanya mengarah ke pintu yang mengarah ke balkonnya.

Jika dipikir-pikir, kapan terakhir kali dia ke balkon?

Laki-laki itu beranjak bangun dan berjalan ke pintu balkonnya. Begitu dia membuka pintu, ia disambut langit biru cerah dan angin sejuk yang menerpa pada wajahnya. Not bad, dia di balkon juga karena gabut.

Dia memfoto halaman belakang rumahnya, langit dan burung yang terbang di dekatnya. Lalu saat dia mengarahkan ponselnya ke sesuatu yang lain.

Layar ponselnya menampilkan sosok isterinya dan sepupunya.

Dahinya mengernyit melihat itu. Karena masih tak percaya, Arzhanka kini melihat dengan matanya sendiri. Dekat salah satu pohon pinus di sana, Alden dan isterinya tampak sedang bercengkrama yang sepertinya seru sekali.

Sejak kapan mereka jadi deket?

Bahkan saat mereka akan masuk ke rumah, Arzha bisa melihat seperhatian apa sepupunya itu hingga setiap langkah isterinya berjalan terus dilihati.

Ketika Alden mendongak, Arzha membiarkan sepupunya itu melihatnya.

Tak berlangsung lama karena masih di posisinya, Arzha mendengar Atha memekik dan, semua terjadi dengan cepat begitu saja.

Karena tak lama setelah dia melihat itu, dia langsung memalingkan wajah dan masuk kembali ke kamar, untuk keluar dari kamarnya.

Rasanya, aneh.

***

Keluar dari kamarnya, Arzhanka tak menyangka di pertengahan tangga dia akan bertemu dengan Alvin. Alvin yang masih memakai seragam putih abu-abu dengan kemeja putih dikeluarkan dan ransel yang disampirkan di sebelah bahu.

Tiba-tiba dia jadi menyesali niatnya yang hendak ke lantai satu. Tadinya ia ke lantai satu dengan niatan ke dapur minta dibuatkan jus jeruk. Tapi jika bertemu Alvin dengan posisi sepupunya itu yang akan naik ke lantai dua atau kamarnya di lantai tiga, seharusnya Arzha tetap diam saja di kamar sampai Atha kembali.

Merasa tak nyaman dengan situasi ini, Arzha berniat turun duluan. Namun baru saja berjalan selangkah, Alvin dengan cepat menahan bahunya.

"Pengantin baru, gimana rasanya nikah muda?"

Arzha yang masih menatap lurus ke depan, tahu jika sepupunya itu tengah tersenyum miring, mengejeknya.

Karena tidak mendapatkan jawaban, Alvin tertawa sinis.

Tangan Arzha yang berada di sisi tubuhnya mengepal lantaran mendengar tawaan Alvin dan juga pertanyaan dengan nada ejekennya

Dengan tangan yang masih kebas karena mengepal terlalu kuat, sebelah tangan Arzha terangkat untuk melepas pegangan tangan Alvin di bahunya.

Lagi-lagi baru saja Arzha berjalan selangkah, Alvin kembali mencegatnya untuk jangan dulu pergi. Karena ini belum selesai.

Sepupunya itu berdecak. "Gue tau, Zha. Gue tau lo itu orangnya gimana."

Arzha masih diam. Sebisa mungkin dia meredakan emosinya sendiri.

"Gue tau, apa yang lo lakuin, semua yang lo lakuin, itu semua demi dapet pencitraan baik di mata kakek, kan?"

Dan Arzha masihlah Arzha yang berusaha meredakan emosinya.

Karena emosinya tak kunjung mereda, Arzhanka menyentak tangan Alvin yang masih di bahunya. Rasanya tidak penting menjawab pertanyaan Alvin.

"Bukan urusan lo."

Setelahnya Arzha bergegas turun ke lantai satu, meninggalkan Alvin yang kini menatapnya tak habis pikir, lalu tertawa meremehkan sebelum akhirnya naik ke lantai empat ke perpustakaan keluarga Rifai untuk mengerjakan tugas.

***

Baru saja kakinya menapaki lantai satu, Arzha harus melihat pemandangan yang tadi dilihat dari jarak jauh, kini berada di dekatnya. Matanya sekarang benar-benar percaya dengan apa yang dilihat di kamera ponselnya.

Alden dan Atha yang tertawa-tawa entah mengobrolkan apa.

Masih diam di tempatnya, Arzha mengamati gerak-gerik isterinya dan juga sepupunya. Meski terasa aneh karena dia melakukan ini, tapi Arzhanka merasa dia memang harus melakukannya.

Karena merasa dilihati, Atha yang masih tertawa secara tiba-tiba berhenti tertawa dan menengok ke sekitar sampai pada akhirnya mata mereka bertemu.

Atha tersenyum, membuat Arzha berpikir, isterinya itu tersenyum karena baru melihatnya atau baru saja berhenti tertawa karena obrolannya dengan Alden?

"Arzha!" sapa Atha masih dengan senyum manisnya.

Tunggu, senyum manis...?

Karena tidak mau membuat isterinya merasa aneh karena ia tak membalas sapaannya, terlebih ada Alden di sana, Arzha mengangkat sebelah tangannya dan membalas sapaan isterinya itu. "Hai..."

Tanpa melihat lagi ekspresi Athaya atau reaksi dari Alden, Arzha berjalan cepat ke dapur. Jus jeruk saat ini merupakan pilihan yang baik. Pilihan yang baik yang mungkin bisa menetralisasikan emosinya.

Saat sudah di dekat dapur, Arzha berhenti melangkah.

Suatu kesadaran baru saja menghantamnya.

Tunggu, dia kenapa? Kenapa dengan melihat Alden dan Atha yang hanya mengobrol dia merasa aneh dan seperti orang linglung?

Harusnya, jika ia menginginkan jus jeruk, dia cukup menelepon ke nomor pelayan bagian dapur dan memintanya untuk mengantar ke kamarnya. Sederhana. Dan jika pikirannya berjalan normal seperti biasa, pastilah ditangga tadi juga dia tak akan bertemu dengan Alvin.

Lalu, kenapa pula ia harus niat sekali turun ke bawah?

Gue kenapa?

Sementara itu, Atha masih terdiam di tempatnya. Setelah Arzha berlalu di hadapannya, senyum Atha memudar. Dia merasa...

Memang, Arzha balas menyapanya. Setidaknya itu membantu dia untuk menyelamatkan harga dirinya sebagai 'istri Arzha' di depan sepupu suaminya itu. Apa pendapat Alden jika mereka sepasang suami isteri tapi tak saling sapa?

"Tha?" panggil Alden karena merasa gadis yang masih di sebelahnya kini tengah melamunkan sesuatu entah apa.

Tapi Atha masih hanyut di dalam pikirannya. Masih berpikir tentang suatu hal meski Alden sudah memanggilnya sebanyak tiga kali.

Namun satu hal yang dia duga

Bolehkah dia merasa Arzha kini berbeda?

Namun seharusnya Atha juga paham, Arzha kenapa.

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang