Pt. 62

11.7K 687 158
                                    





Alden menunduk seraya mengacak rambutnya, merasa frustasi. Ia merasa emosi, tapi dia sadar tidak seharusnya dia emosi. Berkali-kali Alden meremas dua tangannya sebagai bentuk pengalihan dari rasa tak terima yang baru saja dia dapat. Dia sedikit tak terima dengan kenyataan yang dia dapat. Alden merasa berantakan, hatinya seketika hancur. Masih terperangah, tidak percaya.

Sekarang dirinya dan Dyra sedang duduk di depan ruangan Atha. Mereka baru saja mendengar penjelasan dokter mengenai keadaan Atha yang sebenarnya.

Di sebelahnya, Dyra menangis sesenggukan seraya menggumamkan kata, maaf, berulang kali. Alden mendesah pelan. Dia akui, dia merasa sedih. Tapi tentu dia harus bisa bersikap rasional atas ini semua.

"Lo udah tau, Ra? Sejak kapan? Apa Atha tahu sama keadaan dia?" tanya Alden pelan. Suaranya memberat, mati-matian dia menahan air matanya.

Dyra menggeleng lemah. "Atha, dia gak tau." Dyra menutup wajahnya, ia merasa frustasi sekarang. "Atha gak tau kalau dia hamil, Den. Aku pernah, liat dia muntah. Dia menganggap itu hal biasa, saat itu aku cuma bisa berasumsi aja. Aku, begonya aku..." Dyra menggelengkan kepala. "Aku gak tau kalau Athaya positif."

"Aku bego, Den. Aku bego," maki Dyra di tengah tangisannya. "Aku bego karena nggak nyuruh dia untuk tes, aku bego karena gak bawa dia pergi ke dokter, aku bego, aku bego. Aku bego nggak nyadarin Atha. Aku malah terus aja, tetep pertahanin dugaan aku, yang ternyata fakta... aku bego!"

"Ra..." desis Alden menyela makian Dyra.

Tapi Dyra tidak mengindahkan itu. "Andai aku cepet-cepet nyuruh dia cek atau bawa dia ke dokter..." Dyra menggeleng. "Pasti nggak akan kayak gini, Den. Atha pasti gak akan sampe keguguran. Atha pasti bisa lebih semangat lagi. Athaya pasti bisa kasih tau Arzha tentang kabar ini. Atha mungkin mau buat makan yang banyak. Atha pasti gak akan depresi sampai sakit kayak gini..."

"Den, asal kamu tau, semenjak Arzha dibawa polisi Atha berubah. Dia gak mau makan, jarang tidur dan suka nangis. Aku bego, aku bego karena nggak..."

Seketika Dyra merasakan dirinya hangat.

Makian dan isak tangisnya dalam sekejap berhenti. Mata bengkaknya kini membulat karena Dyra tahu, Alden, tiba-tiba saja merangkulnya, membawanya ke dalam dekapan hangat. Laki-laki itu memeluknya erat, menaruh dagunya di salah satu bahunya. Pelukan paling hangat yang pernah Dyra dapatkan dari Alden.

"Lo gak salah, Ra. Lo, gak salah." Alden memejamkan matanyadan pada saat itulah, airmatanya tumpah. "Kalau lo bilang diri lo bego, maka gue bakal jauh lebih bego dari lo, Ra. Gue bego, gue jauh lebih bego."

"Jadi tolong, jangan menyalahkan diri lo..." tambah Alden.

Dyra membeku. Dengan cepat tangannya terulur untuk membalas dekapan Alden. Tanpa Dyra tahu, diam-diam laki-laki itu juga menangis di bahunya.

Saat dokter bilang jika Atha sakit tifus, demam tinggi dan dehidrasi, Alden tak menyangka jika Atha sakit separah itu. Dunianya terasa hancur saat setelahnya dokter bilang jika Atha keguguran di usia kandungannya yang baru tiga minggu.

Detik itu Alden terperangah. Kabar bahagia yang sekejap berubah menjadi kabar sedih untuknya. Calon keponakan yang dia baru tahu telah hadir, tapi tanpa pamit pergi begitu cepat. Hancur, hatinya hancur.

Semuanya salah di sini. Keadaan yang tak memihak Atha dan Arzha. Dyra yang merasa masih kurang mengawasi juga memperhatikan Athaya, dirinya yang bego bukannya tetap berada di mansion semenjak acara pemakaman kakek, malah terus bertindak seakan tidak peduli dengan tetap tinggal di apartemen.

Ya, semuanya salah di sini.

***

Arzha tidak menyangka jika dia akan kehadiran tamu yang bahkan tak dia sangka kehadirannya di sini. Sosok yang tak dia sangka akan melihatnya. Diantara keluarga Rifai, salah satu sosok inilah yang tak Arzha sangka akan melihatnya.

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang