Acara mengeringkan rambut dengan handuk Arzha, terhenti tatkala ia lihat Atha berada di pagar pembatas kamar mereka, menatap pemandangan pantai yang indah di malam hari. Laki-laki itu baru saja selesai mandi. Mengingat tadi mereka bermain air cukup lama di pantai sampai langit menjelang gelap.
Masih dengan handuk yang tergantung di lehernya, dia mendekat ke Atha. Tadinya, niatnya ingin mengageti. Tapi tiba-tiba saja dia jadi tidak setega itu.
Arzha berjalan mengendap-ngendap dan memeluk Atha dari belakang. Dia bisa merasakan kalau tubuh isterinya menegang karena itu. Dalam hatinya kini dia sedang meringis. Sama saja kalau begitu membuat isterinya itu terkejut.
Tapi untungnya hanya sejenak, karena tubuh isterinya kembali rileks. Atha malah mengusapi tangannya, yang melingkar manis di perut gadis itu, menyandar padanya. Arzha menaruh dagunya di puncak kepala isterinya. Mereka sama-sama, menikmati momen ini. Membiarkan dingin mereka rasakan.
"Lagi ngapain, hm?" tanya Arzha dengan gumaman, yang masih bisa Atha dengar. "Udah malem, nanti masuk angin."
Isterinya itu terkekeh pelan. "Nggak ngapa-ngapain. Pengin liat pantai dan juga, lagi mikirin beberapa hal buat ke depannya gimana."
Tentu saja, Arzha tertarik. "Apa yang kamu pikirin?"
Terdengar helaan nafas dari bibir isterinya. "Banyak," jawab Athaya berat. "Banyak banget, sampai aku bingung harus dari mana aku bilangnya."
"Skala prioritas, Tha," sahut Arzha seraya tersenyum tipis. "Dari yang lagi kamu pikirin, pikirin, banget. Yang kamu pikir, paling mengganggu kamu."
"Yang mengganggu, aku?"
"Hu'um..."
"Apa, ya?" Atha bergumam, masih sambil mengusapi tangannya Arzha di pinggangnya. "Aku pikirin kita ke depannya, Zha."
Sebelah alis Arzha terangkat. "Kita? Memangnya, kita kenapa?"
"Ya, kita..." balas Atha sedikit bingung. "Kadang, aku ngebayangin andai, kita begini. Andai kita, begitu. Gimana kalau kita, begini. Gimana kalau, begitu."
"Contohnya?"
Senyuman miris, tersungging di bibir Athaya. "Andai kalau aku itu, hamil. Andai, kalau aku, kemarin nggak keguguran. Gimana ekspresi kamu, saat tahu ini terjadi dan gimana reaksi kamu saat tahu anak kita ada..."
Arzha terpekur. Meski tadi Atha tertawa bahagia, rupanya hal ini masih di dalam pikiran gadis itu. Pelan-pelan, Arzha bisa mengerti.
"Itu yang lagi kamu pikirin?" tanya Arzha sangsi.
Arzha bisa merasakan gelengan pelan isterinya. "Banyak, Zha. Kalau tadi, kamu mintanya contoh, kira-kira begitu," jawab Atha pelan.
"Andai kamu hamil..." kini laki-laki itu memejamkan matanya, dan dalam sejekap, ilustrasi mengenai potret dirinya dan Atha ada dalam bayangannya. "Aku jelas, akan jadi laki-laki yang paling bahagia, paling beruntung."
Hati Atha, merasa tersentil. Tapi, dia penasaran dengan jawaban Arzha.
Masih sambil memejamkan matanya, Arzha menjawab. "Aku bakal sangat berterima kasih sama Tuhan, sama kamu juga. Menciumi kamu habis-habisan dan rasanya aku pengin seluruh dunia tahu. Terus aku bakal teriak, 'Semuanya isteriku lagi hamil, anakku. I evol her to the galaxy and back...!'"
Mata Atha memanas. Rasanya dia pengin menangis sekarang.
"Lalu, aku akan menjadi suami over protektif yang bakal lindungin kalian. Mastiin kalian berdua baik-baik saja baru aku. Mastiin kalian berdua aman setelah itu baru aku. Dan, mastiin kalian berdua bahagia baru aku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomanceCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...