Membenarkan dasi yang sudah terpasang pas, menyusun kesempurnaanya dalam berpakaiannya, Arzhanka tersenyum tipis di cermin yang berada di walk in closet. Penampilannya sudah sempurna. Tuksedo yang dikenakannya, rambut yang tidak sengaja di sisir, Arzha rasa sudah cukup untuk hadiri di perayaan yang sudah diadakan kakek dari sepekan lalu.
Sebelum berganti pakaian, Atha menyuruhnya ganti di walk in closet dan gadis itu yang ganti baju di kamar mereka karena sekalian memberi riasan. Arzha yang masih memiliki dinding jarak dengan Atha, tentu saja menuruti tanpa bicara atau memberikan penolakan mentah-mentah meski dia ingin.
Jujur, Arzha masih merasa dirinya kesal pada isterinya itu.
Apalagi jika menyangkut isterinya dan Alden.
Sekarang Arzha terpekur. Dia ragu antara memilih keluar atau menunggu di dalam sampai Atha menyuruhnya untuk keluar. Dalam benaknya terbesit, kalau Atha masih belum selesai tapi dia sudah keluar bagaimana...
Persetan, bukan salahnya. Toh, Arzha sudah menjadi suaminya.
Arzha membuka pintu walk in closet dengan mantap. Kalau Athaya teriak, berarti bukan salahnya karena gadis itu tidak memberi tahunya.
Alih-alih mendengar teriakan, Arzhanka disuguhi pemandangan Atha yang tengah duduk di depan meja rias, tengah memberikan perwarna bibir warna peach di bibir mungil tipisnya. Posisi gadis itu membelakangi Arzha. Tapi dari posisinya Arzha bisa melihat pantulan dirinya di cermin meja rias Athaya.
Dan tentu Atha menyadarinya. Tangannya yang tengah memberi pelembab bibir itu spontan berhenti, ketika melihat presensi Arzha di cermin yang sekarang sedang melihatnya. Tanpa dia sadari bahkan Atha sudah menengok ke belakang.
Saking ingin memastikan apa yang dia lihat di cermin itu tidak salah.
Benar saja. Bahkan saat Atha menengok ke belakang dan pandangan mata mereka bertemu, Arzha bahkan tidak menghindari tatapannya. Laki-laki itu masih melihat Atha. Suaminya itu tidak mengalihkan pandangannya. Tidak memutuskan pandangan mereka, mengizinkan waktu agar membuat mereka saling menatap.
Baik Atha juga Arzha, mereka sama-sama merasakan desiran halus dalam dada mereka. Sudah sejak kapan mereka tidak saling melihat seperti ini? Kenapa pula rasanya seperti sudah lama? Batin mereka sama-sama menerka.
Arzhanka tidak mau munafik. Ia mengakui kalau Athaya malam ini cantik sekali. Gadis itu mengenakan dress hitam berbahan brukat yang menutup bahunya dengan bagian rok selutut yang mengembang. Sangat cocok.
Sementara itu Atha juga mengagumi penampilan Arzha. Meski beberapa kali sudah pernah melihat Arzha memakai pakaian formal, tetap saja rasanya kali ini Atha merasa adanya perbedaan.
"Zha..." panggil Athaya gugup. Pasalnya Arzhanka terus saja menatapnya dengan intens, membuat jantungnya makin berdegup.
Menghela nafas kikuk, Arzha menunduk sekilas sebelum mulutnya dengan ragu bertanya, "Mau ke Hall bareng gue?"
Laki-laki itu merutuki isterinya yang kini malah diam, tanpa memberikan respon apapun. Sedikit kesal juga dengan sifat polos Atha yang satu ini. Tapi jika saja Arzha dapat melihat sisi dari diri Atha, Arzha pasti akan paham kalau Athaya saat ini merasakan jantungnya makin menambahkan tempo degupan.
Tentu Athaya tidak punya alasan untuk menolak.
***
Hall dalam Manssion Rifai kini sudah dipenuhi oleh para tamu undangan terutama dari kolega Rifai. Kebanyakan dari mereka sedang bercengkrama, serta ada juga beberapa pasangan yang berdansa mengikuti iringan musik instrumental yang dimainkan oleh orchestra di sisi kanan Hall.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomanceCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...