Sekitar jam delapan malam, Atha dan Arzha kini tidak melakukan hal lain selain berada di ruang keluarga, menonton acara televisi yang menurut mereka tak begitu menarik perhatiannnya. Arzha yang berkuasa memegang remote, terus saja mengganti dari channel satu ke channel yang lain. Atha sendiri tak protes.
Di tengah ketidak ada kerjaan mereka, suara ketukan pintu membuat atensi mereka teralihkan. Atha bangkit berdiri berjalan ke arah pintu depan, disusul oleh Arzha tak lama setelahnya. Dalam hati Atha merutuki siapa tamu yang datang ke rumahnya di malam-malam begini meski belum larut.
Saat membuka pintu, Atha menghela nafas mendapati ternyata yang tadi mengetuk pintunya adalah orangtuanya. Mama dan papa tersenyum cerah sambil mengangkat sekantong bingkisan yang Atha tahu itu martabak di tangan mereka.
"Mama sama papa gak bawa kunci?"
Papanya terkekeh. "Sengaja ketuk dulu, takutnya kalian lagi gak di rumah. Sama takut ganggu kalau kalian..."
Omongan papa tak selesai karena mama menepuk bahu suaminya, seakan memberi kode untuk jangan diteruskan. Papa awalnya heran, tapi setelahnya jadi senyum-senyum sendiri, yang sontak membuat putri dan menantunya itu sekarang tengah mengerutkan dahi.
"Lupain aja." Papa berdeham.
Baik Arzha atau Atha pun, tidak ingin bertanya lebih lanjut. Mereka kini bergeser, mempersilahkan orangtuanya masuk. Arzha mengikuti mama dan papa, sementara Atha masih di sana karena harus mengunci pagar dan pintu.
Duduk di sofa ruang keluarga, papa dan mama bertanya ke Arzha yang masih berdiri di sisi sofa samping yang diduduki mereka. "Tadi ngapain aja? Gak pergi ke mana-mana kalian hari ini?" tanya mama.
Arzha menggeleng. "Iya mah, kita gak kemana-mana." Mengusap tengkuk lantaran tak enak, Arzha harus mengaku. "Tadi Arzha sama Atha main PS punya papa. Maaf sebelumnya gak bilang..."
"Hush, punya papa punya kalian juga." Intrupsi papanya.
Atha ikut bergabung bersama mereka. Duduk di atas karpet di depan sofa yang diduduki orangtuanya, Atha mencomot martabak keju yang tersaji pada meja di depannya. Martabak keju memang menjadi kesukaannya.
Menyadari akan ekspresi putrinya yang terlihat seperti tak memiliki gairah hidup, mama mengusap bahu Atha.
"Kamu kenapa? Lagi dapet mens?"
Masih sambil mengunyah makanan kesukaannya, Atha mengangguk. Tapi, bukan itu yang menjadi sumber kebeteannya.
Dilihatnya Arzhanka yang kini sudah duduk di sofa single di samping sofa yang di duduki orangtuanya. Ekspresi laki-laki itu misterius. Mengangkat sedikit sudut bibirnya. Tanpa sadar Atha memejamkan matanya. Ekspresi meremehkan.
Dia jawab jujur pun, laki-laki itu benar. Arzha pasti akan selalu menang.
Papa menjentikkan jari tiba-tiba. "Zha, kalau kita duel main PS gimana?"
Sebelum Arzha menanggapi mama sudah bertepuk tangan antusias. "Wah, ayo ayo, mama setuju." Mamanya bangkit dari sofa dan berjalan ke dapur untuk mengambil snack di dapur, di lemari penyimpanan. Beliau tahu benar kalau papa Athaya itu, tidak akan afdhol jika saat main PS tidak ada snack.
Arzha tentu saja tak akan menolak. Penasaran juga bagaimana papanya ini kalau sedang memainkan PS. Mereka berdua sedang menyiapkan set peralatan PS. Atha yang masih makan martabak hanya diam melihat papa dan suaminya tanpa keantusiasan yang sama dengan mamanya.
Ketika papa dan Arzha sudah siap memegang masing-masing stick PS dan mamanya kembali sambil membawa sebaki snack, Atha masih saja tidak bereaksi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomansaCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...