Di tengah kegiatannya yang sedang menimang bayi di dalam dekapannya, harus terintrupsi dan akhirnya buyar saat Arzhanka merasakan ada seseorang yang menggoyangkan tubuhnya pelan. Menepuk bahu juga memukul pelan pipinya. Ia baru kali ini merasa terusik di dalam kegiatan yang diinginkan.
"Zha..." panggil seseorang pelan. Alih-alih bangun dan membuka matanya untuk terjaga, Arzha di dalam tidurnya mengerut dahi. Arzha tidak senang ketika ada seseorang yang mengganggu kegiatannya—yang belum dia sadar kalau Arzha sebenarnya sedang bermimpi, tidur di malam hati.
Karena tak kunjung bangun, Atha memukul bahu dan pipi Arzha jadi lebih keras dibanding tempo yang sebelumnya. Kesal karena suaminya ini tak bangun.
Mau tak mau, Arzha akhirnya membuka mata dan hal yang pertama dilihat adalah wajah isterinya yang cemberut. Bibir gadis itu mencembik lucu. Arzha kini sudah berhasil kembali ke alam nyata. Buru-buru dia duduk dan mengusap wajah.
"Tha, kenapa bangun?"
Tiga detik berikutnya, barulah Arzha merasa pusing. Efek terbangun dan dia langsung duduk. Terlebih saat melihat jam dinding besar di kamarnya, ia ingin sekali berteriak karena ternyata dia baru tidur satu jam saja, mengingat dia pulang lembur, jam sebelas malam. Sekarang masih jam satu pagi ya ampun.
Tidak. Karena ini isterinya, Arzha tidak bisa kesal. Terlebih ini adalah kali pertama juga Atha membangunkannya di tengah malam, sejak kehamilannya. Dia yakin, isterinya ini pasti menginginkan sesuatu sampai membangunkannya.
"Ada apa, Tha?"
Atha masih mencebik, mungkin masih kesal. Ali-alih menjawab, gadisnya, kini menarik tangannya. Athaya membawa Arzha turun dari ranjang, keluar kamar lalu menuruni tangga dan berjalan menuju dapur.
Dibawa ke dapur pagi hari begini, tentu saja Arzha merasa heran.
"Kenapa kita ke dapur? Kamu laper, pengin makan—"
"Buatin aku, ramen..." pinta Atha memelas.
Sebelah alis Arzha terangkat, heran. "Ramen?"
Membuat gemas, gadisnya itu kini mengangguk patah-patah. "Iya, ramen."
Okay, ini ngidam pertama Atha yang meminta bantuannya. Aih, Arzha tak jadi merasa kesal karena sudah bangun jika begini. Atha ngidam, dan ngidamnya, butuh bantuannya. Hoho, suami mana yang tidak antusias pikirnya.
Dengan langkah riang dan gerak tubuh semangat, Arzha berkutat di dapur, siap membuat ramen untuk isterinya. Untungnya, isterinya itu hanya minta dibuat ramen, bukan makanan ribet lainnya. Dia mau saja menuruti jika Athaya meminta makanan lain meski susah. Tapi yang membuatnya khawatir, Atha nanti mual atau sakit karena memakan makanan buatannya.
Tidak mau munafik, Arzha adalah tipe laki-laki yang tidak bisa memasak. Dia tidak seperti Al, Alden atau Alvin yang skill memasaknya—lebih baik. Kalau ditandingkan dengan Al, apalagi. Terlalu jauh.
Untungnya Atha hanya meminta dibuatkan ramen. Jika ramen, Arzha juga masih bisa. Begini-begini, waktu SMP Arzha anak pramuka aktif.
Masih di posisi asalnya, di muka dapur, Atha berdiri bersandar di dinding, dia mengamati pergerakan suaminya. Atha tersenyum ketika melihat Arzha yang, ya ampun, hanya membuat ramen saja bisa se-mempesona itu di matanya.
Merasa pegal berdiri, Atha memutuskan duduk di kursi bar yang posisinya masih di muka dapur. Masih melihat suaminya yang membuatkan ramen.
Limabelas menit kemudian, pesanannya jadi. Dengan ekspresi berbinar, ia melihat ramen yang dibawa Arzha dengan ekspresi tergiur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomanceCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...