Suara ketukan palu yang mulia hakim menggema, arti jika kasus kematian Alexander Rifai dengan Alvinandra sebagai tersangka utama, sudah diputuskan.
Sontak terdengar suara riuh dari para awak media yang sedang meliput. Di setiap penjuru ruang sidang, terdapat kamera yang memancarkan blitz-nya, sama-sama berlomba untuk mengambil gambar dengan kualitas terbaru. Mungkin setiap detik suasana di ruangan ini, mereka liput atau ambil gambar.
Arzha memejamkan matanya saat melihat Alvin, yang tengah dibawa oleh dua polisi seraya menunduk. Tangan sepupunya itu diborgol. Sedih juga saat kini, Arzha melihat sepupunya mengenakan pakaian yang dulu pernah dikenakannya.
Di pintu keluar, Arzha juga tahu jika sepupunya itu sedang ditanya-tanyai oleh para awak media. Alvin di sana hanya menunduk, sibuk menutupi wajahnya.
Tangan Arzha bergetar. Satu sisi dia merasa sedih melihat keadaan Alvin, namun di satu sisi lain dia juga merasa kecewa dengan sepupunya.
Terlebih mengingat kebersamaan mereka, sebelum ini semua terjadi. Lima cucu Rifai yang tidak tahu apa itu harta, kekuasaan dan adidaya. Arzha sedih saat dia mengingat potret balik dirinya, Alvin, Alden, Alyazhea, Al yang masih kecil.
Tepukan di bahunya, menyadarkannya. Saat dia menengok, ada Atha yang kini tersenyum tipis. Senyuman sederhana yang bisa menenangkannya.
"Ayo, Zha," ucap Atha seraya mengulurkan sebelah tangan, yang diterima Arzha lalu dia genggam erat. Perlahan Arzha bangkit. Laki-laki itu sadar jika yang ada di sini, hanya ada tinggal dirinya dan beberapa pihak dari kejaksaan. Dyra dan Alden, sepertinya sudah pergi lebih dulu. Sementara Al, laki-laki itu ada banding belajar ke Jambi. Alhasil, abang sepupunya itu tidak bisa hadir di sini.
Athaya menuntunnya untuk keluar dari ruang sidang. Namun baru ada tiga langkah, Arzha berhenti. Athaya yang di depannya berbalik, melihat suaminya ini, heran. Aneh saja melihat Arzha yang tampak berbeda sejak sidang berlangsung.
Namun yang ada di pikiran Arzha sekarang adalah, dia dan Atha yang kini akan keluar. Otomatis, mau tak mau, mereka harus siap menghadapi media yang di depan sana, tengah menunggu mereka. Mengingat Arzha dan Atha menghilang.
Menghilang dari kabar dan berita awak media. Baru sekarang saja, mereka tampil lagi di depan media, yang tentu saja dijadikan sasaran empuk.
"Zha?" panggil Atha karena melihat suaminya tampak melamun.
Beberapa detik kemudiannya, barulah mata Arzha mengerjap. Ia menatapi Athaya lekat. Genggaman tangannya di tangan gadis itu makin mengerat. Athaya yang dipandang seperti itu, merasa penasara juga akan apa yang tengah dipikirkan suaminya sekarang sampai, terlihat segelisah itu.
"Saat kita keluar nanti, jangan sampai tangan ini lepas..." Arzha serius. Ia menatap Atha, berharap gadisnya itu peka dan juga sadar. Arzha, sangat khawatir.
Dahi Atha mengerut karena berpikir. Tapi tak lama, kerutan dahi gadisnya memudar, tanda isterinya pasti paham. Tanpa ragu, Athaya mengangguk.
Dan mereka, sekarang, benar-benar siap menghadapinya.
Sesampainya di pintu keluar, blitz kamera menyapa mereka. Belum lagi di setiap sisi wartawan haus berita itu saling bertanya, membuat Arzha dan Atha tak bisa mendengar dengan jelas setiap pertanyaanya. Namun fokusnya, mereka cuma perlu bungkam, jangan menjawab apapun. Lebih tepatnya tak mau.
Meski mereka dikelilingi bodyguard dari mansion, Arzha dan Athaya tetap saja merasa terdorong dan didorong beberapa kali. Bodyguard juga kewalahan. Ia sedikit kesal melihat wartawan ternyata begitu banyak, di luar prediksinya.
"Arzha, tolong bisa jelaskan ada apa dengan Rifai?"
"Video rencana Alvin yang tersebar di internet itu apa tanggapan anda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
RomansaCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...