PROLOG

50.3K 1.7K 40
                                    

Terkadang, Athaya bingung pada perempuan di sekolahnya yang bertindak sangat berlebihan ketika laki-laki bernama Arzhanka Malven Rifai, yang biasanya dipanggil, 'Arzha', 'Arzha ganteng', 'Arzha dsb' melirik ke arah mereka, lewat dihadapan mereka dan tentu akan menjadi heboh jika ada di dekat mereka.

Athaya merasa miris karena mereka seakan memuja laki-laki itu.

Jujur, Athaya bukan iri karena laki-laki itu terlahir dari keluarga terkaya di Indonesia. Bukan iri karena kepopuleran laki-laki itu. Bukan iri pula dengan kepopuleran karena laki-laki itu yang dengan mudahnya mendapatkan kuasa di sekolah ini. Bukan. Bagi Athaya tidak berguna mengirikan 'itu' pada orang lain.

Satu hal yang membuat Athaya tak habis pikir dengan laki-laki itu adalah, 'kenapa dengan karakternya yang buruk seperti itu, Arzha menempati posisi anak jenius si ranking satu paralel jurusan IPS?' Sungguh, dari mata memandang, dia sama sekali tidak melihat celah kekurangan pada diri Arzha.

Tiga tahun sekelas dengan laki-laki itu, tentu membuat Athaya tahu seluk beluk mengenai laki-laki itu.

Di kelas Arzha suka buat berisik. Suka membuat guru emosi namun begitu cepat pula guru itu memaafkan serta memaklumi kesalahan. Di jam kosong tanpa peduli jika di kelas ada CCTV, Arzha beberapa kali kerap nekat mencium teman sekelasnya yang lain atau membawa masuk murid dari kelas lain entah adik kelas, teman seangkatan, atau kakak kelas, ke kelas mereka.

Sinting? Memang. Tapi untungnya, Arzha tidak pernah melecehi dirinya.

Jika perempuan yang menurut Athaya dilecehi oleh laki-laki itu, maka dia akan membully atau menindas kaum lemah, golongan orang cupu, serta mengajak ribut atau taruhan kepada kelompok lain yang menentang atau merendahkan harga diri dan martabat kelompok atau gangnya.

Seburuk itu memang Arzhanka Malven Rifai.

Tapi, Athaya mengakui kalau Arzhanka nilai tugas dan ulangannya sangat, sangat bagus. Bahkan selama tiga tahun sekelas, nilai Arzha yang paling jelek itu adalah 95. Bisa dibayangkan seberapa pintar laki-laki itu?

Ambisi Athaya adalah untuk mengalahkan Arzhanka.

Namun sepertinya itu tidak akan terwujud karena masa sekolah mereka itu hanya tinggal satu semester lagi sebelum akhirnya kelulusan SMA.

Sedih memang. Tetapi Athaya akan terus berusaha.

Sekarang adalah jam istirahat kedua, waktunya makan siang. Karena Atha termasuk gadis golongan biasa saja, bahkan cenderung cupu karena kesehariannya di sekolah berkutat dengan buku-saking ambisiusnya untuk mengalahkan Arzha, maka sejak awal SMA pun dia yang kesulitan mendapat teman, jadi semakin sulit lagi karena temannya hanya buku.

Athaya tidak masalah dengan itu.

Gadis itu ke stand roti bakar karena roti bakar, adalah makanan favoritnya. Meski berasal dari keluarga yang cukup, pekerjaan ayah dan ibunya adalah dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Bandung omong-omong, tetap saja sejak kecil Athaya sudah ditanamkan prinsip hemat dan sederhana.

Setelah selesai melakukan transaksi dengan ibu penjual roti dan Atha pun sudah mendapatkan rotinya, dia yang baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba saja terjatuh, tepat di tengah-tengah kantin, kini posisinya telungkup, serta ditertawai oleh banyak orang. Ibu penjual roti bahkan sampai keluar stand untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi karena kantin tiba-tiba gaduh sekali.

"Lo gak tahu aturan apa yang harus lo lakuin kalau kita-kita lewat, huh?"

Buru-buru Athaya duduk. Matanya membulat ketika sepatu adidas warna putih bersih, milik laki-laki yang tadi berbicara padanya, menginjak roti bakarnya dengan tanpa dosa. Mata Athaya memanas. Orangtunya tidak mengajarinya untuk tidak menghargai makanan. Dia jadi merasa gagal dididik oleh orangtuanya yang sangat hebat di matanya.

"Nyapa bego!" hardiknya.

Dengan perlahan, Athaya mendongak. Dia sudah tahu sebenarnya siapa.

Siapa lagi jika bukan Arzhanka berserta empat orang anak gangnya, Kino, Jay, Viktor, dan Steph. Gang yang di mata tidak etis.

Satu sisi Athaya benci dirinya yang lemah. Dia bahkan masih duduk diam saat Arzhanka mengatainya bego barusan.

Arzhanka yang masih menginjak roti yang baru Athaya beli tadi, kini ikut berjongkok, menyejajarkan wajah mereka. Diambilnya roti gepeng akibat tadi dia injak. Arzha sodorkan roti itu ke si empunya.

"Makan!"

Mata Athaya melotot tak percaya. "Ma-makan..?"

Laki-laki itu kini mencengkram sebelah bahu kurus Athaya. "Gue minta lo buat makan ya, makan! Bukan melototin gue kayak gitu! Lo gak sopan ya!"

Atha menunduk, menghindari tatapan tajam laki-laki itu. "Tapi, meski roti itu dilapisin kertas minyak, tetep aja kotor akibat kamu injek-"

"Lo gak mau nurutin apa kata gue? Oke, fine!"

Semuanya terjadi begitu saja dengan cepat, bahkan tanpa Athaya sadari.

Sebelah tangan laki-laki itu, mencengkram wajahnya. Bagaikan cepatnya sinar cahaya datang, laki-laki itu mendekatkan wajahnya dan bibir mereka begitu saja menyatu, membuat mata Athaya membeliak sempurna diiringi oleh teriakan di seluruh penjuru kantin karena kelakuan Arzhanka.

Lima detik kemudian, Arzhanka menjauhkan wajah mereka.

"Lo Athaya kan, temen sekelas gue? Gue baru inget kalau lo satu-satunya anak kelas yang belum pernah gue cium. Lagian kalau dientar-entar, keburu lulus. Telat kan gue, rekor gue jadi cowok brengsek jadi gak terpenuhi dong."

Setelah mengatakan itu, Arzhanka bangkit berdiri dan pergi meninggalkan kantin dengan empat anak gangnya. Meninggalkan Athaya yang masih membatu.

Tadi itu apa....

Perlahan Athaya meraba permukaan bibirnya. Masih hangat dan lembab.

Lalu pada lima detik berikutnya, selama saat Arzhanka menciumnya tadi.

Athaya ingin menangis karena ciuman pertamanya dicuri.

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang