Athaya menghirup nafasnya dalam-dalam ketika kini, ia dan Alden berada di halaman belakang, lalu menghembuskan nafasnya melalui mulut. Meski bukan pertama kalinya dia kemari, tetap saja Atha senang. Halaman belakang merupakan salah satu tempat terbaik yang ada di Rumah Kakek Rifai.
Padang rumput terhampar luas yang menyatu dengan lapangan golf, pohon pinus di sekelilingnya, beberapa bangku taman, sepasang ayunan, dan juga kolam renang yang lumayan besar dengan beberapa kursi dan payung pantai di dekatnya, benar-benar pemandangan yang bisa menghilangkan stres.
"Gue mumet. Efek kelamaan belajar Fisika kali, ya," celetuk Alden yang tiba-tiba, membuat Atha yang tengah mengagumi view di sekitarnya, kini melihat sepupu iparnya untuk memberikan atensi.
Sekarang mereka tengah berjalan ke padang rumput. Alden dengan sabar menunggu Athaya yang berjalan agak lambat karena baru jatuh tadi. Sesekali ikut membantu sepupu iparnya, jika dilihatnya gadis itu tampak kerepotan berjalan.
Di dekat pohon pinus, mereka memutuskan berhenti. Menikmati semiliran angin yang menerpa wajah mereka. Bukannya panas, tapi sejuk.
"Fisika susah banget, ya? Udah berapa lama belajarnya?" Barulah Athaya menjawab pertanyaan Alden. Jujur, kadang Atha hanya bisa terfokus pada satu hal tergantung situasinya. Tadi, dia terlalu fokus berjalan karena takut-takut jatuh dan berakibat fatal memberikan cap buruk terhadap penilaian dirinya dari laki-laki itu.
"Hm, dua jam setengah?" jawab Alden ragu.
Atha tampak berpikir. "Aku bahkan lebih dari segitu kalau belajar. Nggak begitu lama untuk versi belajar..."
"Lo anak Sosial, gue anak Sains, ya, beda," intrupsi laki-laki itu. "Materi lo kebanyakan teori sementara gue hitungan. Lo bisa nemuin suatu jawaban kalau lo baca, nganalisa dan search di Google mengenai materi itu. Gue? Boro-boro."
Sebelum Atha menanggapi, Alden kembali menambahkan. "Soal yang lagi gue kerjain, yang gue bingung kenapa hasilnya gak ketemu, gak pernah ada yang namanya jawabannya di Brainly. Pure harus mikir."
Atha mangut-mangut paham. "Iya juga, sih. Tapi, kamu enjoy di IPA?"
Sebuah senyum tipis tersungging di bibir laki-laki itu. "Enjoy nggak enjoy ya, harus betah. Lo tau, semacam harus melepas tapi memaksakan diri bertahan?" Alden tertawa pelan. "Ya, gue kayak gitu."
Dahi Atha mengernyit bingung. "Maksud kamu?"
Helaan nafas keluar dari Alden. "Lo tau kan, Arzha, Alvin sama Bang Al... mereka semua dari Jurusan Sosial?" Alden berdecak. "Pasti ada lah, di pikiran lo kayak aneh kenapa gue sama Dyra sendiri yang IPA?"
"Hu'um. Aku kira kamu sama Dyra juga anak IPS."
"Karena gue gak mau."
"Hah?" Atha masih belum mengerti.
Memasukkan tangan ke saku celana kargo hijau army yang dikenakannya, Alden mendongak menatap langit biru. "Cita-cita gue pengin jadi Dokter."
Ah. Dan Atha baru teringat jika Dyra pernah bilang jika ambisi laki-laki itu adalah menjadi seorang Dokter.
"Gue tau, gue mampu di IPA kalau gue belajar keras. Tekad gue bulat, gue punya impian dan cita-cita yang gue rasa udah mendarah daging di diri gue. Tapi, awalnya kakek gak setuju, bahkan marah besar."
Atha masih diam, menyimak cerita laki-laki itu. Sedikit senang jika Alden tidak dingin kepadanya, dan bahkan mulai menceritakan sesuatu tentang dirinya. Sepupu iparnya mulai terbuka, dan Atha cukup senang dengan hal itu.
Alden tertawa yang terkesan miris. "Tapi gue tetaplah gue, yang tetap aja keukeuh sama pendirian gue. Kayak bulletproof yang masih bisa bertahan meski banyak peluru yang menghadang dia."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life (After) Marriage [END]
Storie d'amoreCERITA SUDAH SELESAI #4 in Romance (30/01/20) #16 in Perjodohan (28/01/20) #26 in sma (11/01/19) #2 in luka, perasaan and tragedi (19/03/19) #9 in youngadult (02/08/19) #3in action (04/02/20) [RIFAI SERIES - I] (17+) Never let you go... Athaya mau t...