Pt. 75

10.7K 518 38
                                    

Mobil Arzha berhenti di suatu tanah lapang, yang di depannya ada jurang. Meski belum pernah ke sini, Atha tahu kalau ini tempat paralayang. Mungkin hari ini kegiatan olahraga tersebut off, sehingga di sini sepi, tampak tak ada siapapun.

Di sekitar sini juga banyak terdapat gazebo, dan warung yang tentu tutup. Melihat Arzhanka melepas sabuk pengamannya, Atha juga mengikuti dan mereka keluar dari mobil agar bisa menghirup udara segar di sini secara langsung.

Suara serangga, menyapa pendengarannya, membuat Atha tenang. Athaya kini melihat sekitar. Pemandangan di hadapannya membuatnya berdecak kagum.

Laki-laki itu berjalan ke arah kap depan mobilnya, dan duduk di sana. Dia sengaja tidak duduk di gazebo agar pemandangan di bawah sana, dapat dilihatnya dengan jelas. Suaminya duduk di atas mobil, membuat Athaya mengikutinya. Dia dibantu Arzha agar bisa berhasil duduk di atas kap mobil.

"Gimana?" tanya Arzha dengan atensi yang masih mengarah pada scenery di depan matanya. "Ini salah satu tempat yang pengin aku kenalin seandainya, aku punya anak nanti. Aku berharap kamu suka, meski sederhana."

Angin berhembus menerbangkan surai sebahu Atha dan gadis itu sekarang memejamkan mata karena menikmati sensasi sejuk ini. "Suka, suka banget..." Dia menjawabnya sambil mengagumi dalam hati pemandangan yang dia lihat.

Mendengarnya, Arzha tersenyum. "Aku seneng kalau kamu suka, Tha..."

"Nanti, kalau si kembar lahir, aku bakal bawa kalian ke sini lagi," ujarnya Arzha pasti dan penuh tekad. "Mereka harus tau kalau ciptaan Tuhan itu gak harus mahal dan susah-susah. Mereka harus tau ini tempat kesukaan papa-mamanya."

Lagi-lagi, Atha dibuat terenyuh dengan ucapan Arzha.

Arzha mendongak sebentar ke arah langit biru, lalu mendesah pelan. "Ah, impian aku yang sebentar lagi jadi kenyataan..." gumam Arzha senang. Arzha kini menengok ke Athaya, tersenyum menatap gadis itu yang kini sedang menatapnya.

"Makasih, makasih banget. Aku seneng ketika kesabaran kita jadi berbuah nyata. Aku seneng bisa lewatin ini sama kamu, aku seneng dengan kabar ini. Aku seneng bisa jadi seseorang untuk kamu, Athaya..."

"Ke depannya, akan banyak hal yang terjadi untuk kita," ujar Arzha serius. "Tapi setelah Tuhan menganugerahi kita anak, aku yakin, apapun yang terjadi, di suatu hari kelak—kita pasti bisa hadapin itu."

"Aku dan kamu bisa menjadi orangtua terbaik untuk anak kita, kelak." Dia tidak tahu sejak kapan matanya tiba-tiba terasa panas. "Aku bisa menjadi sesosok, papa, sebisa mungkin aku akan jadi yang terbaik untuk mereka, begitu juga kamu yang akan menjadi mama terbaik untuk mereka."

Tidak mau Atha melihatnya yang akan menangis, Arzha membawa Athaya ke dalam dekapannya. Athaya sendiri balas memeluk suaminya erat. Mereka kini, sama-sama menyalurkan hangat diantara sejuknya udara.

"Makasih, makasih banget. Aku bener-bener bahagia..." gumam Arzhanka seraya mencium rambut isterinya. Arzha menggenggam tangan Atha dan laki-laki itu mengangkat tangan mereka yang saling menggenggam.

"Sayang, inget satu hal. Sampai kapanpun, tangan ini, akan selalu, tetap—terus kita genggam. Aku gak akan lepas tangan ini, begitu juga kamu. Tangan ini, nggak akan bisa dilepas dengan mantra apapun. Kita bakal sama-sama selalu juga tetap, genggam tangan ini sampai kita ngeliat anak kita tumbuh dan akhirnya juga, mereka punya cerita masing-masing, sama kayak kita."

Atha merasa beruntung saat Arzha mendekapnya. Athaya tidak tahu sejak kapan pipinya tiba-tiba terasa basah.

Tanpa mereka tahu, kini, mereka sama-sama menangis.

Bahagia tentunya.

***

Kini jam menunjukkan pukul sembilan malam. Dari tempat paralayang itu, Arzha dan Atha baru kembali ke mansion sorenya. Di atas ranjang sana, ada Atha yang sudah bersiap tidur namun sedang membaca buku ensiklopedia sejarah. Dia menunggu Arzha yang baru saja masuk ke kamar mandi.

Bad Life (After) Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang