Aura menatap lelaki yang kini terbaring di ranjangnya dengan tatapan sedih. Ia khawatir, ia tidak suka melihat lelaki itu terbaring lemah seperti saat ini.
"Cepet sembuh, sayang." Ucapnya pelan sambil mengelus rambut lelaki itu lembut.
Lalu pandangannya jatuh pada sebuah bingkai foto yang berada di nakas samping ranjang lelaki itu.
Terlihat sepasang kekasih yang tengah berfoto dengan gaya konyol mereka, Aura terkekeh ketika menatap wajahnya yang tengah menjulurkan lidah ke kamera.
Sedangkan lelakinya, Alano, ia juga ikut menjulurkan lidahnya dengan kedua matanya yang tertutup.
Aura sadar. Tingkahnya tadi pagi memang tidak mengenakan. Bagaimana pun juga Alano itu kekasihnya, harusnya ia tidak mengusirnya. Meskipun ia tidak bermaksud mengusir sama-sekali.
Apalagi Aura teringat rintangan-rintangan yang telah mereka alami bersama beberapa tahun belakangan ini. Harusnya ia bisa mengontrol diri untuk tidak melampiaskan lelahnya pada lelaki itu.
Bergulat di bidang bisnis memang ia akui sangat melelahkan, sering kali ia tertidur di Cafe miliknya hingga membuatnya pulang larut malam.
Tapi iti semua tidak meruntuhkan tekad nya, karena Aura percaya, semua kelelahannya pasti akan berbuah manis.
Dan benar, ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata ketika mendapati Cafe miliknya ramai pembeli.
"Eugh," sebuah lenguhan keluar dari bibir merah Alano, ia mengucek matanya perlahan kemudian tersenyum menatap Aura.
"Belum pulang?" Aura hanya mengangguk, kemudian Alano menatap ke arah jendela, tampak langit yang sudah menggelap. "Udah malem, Ra. Kamu gak dicariin?" Tanya Alano sambil mecoba duduk dari tidurnya.
Setelah berhasil duduk, Aura menyerahkan segelas air pada Alano. "Tadi aku udah bilang sama bunda katanya aku boleh nginep disini." Alano mengangguk sambil meneguk air tersebut.
Seketika Aura menunduk, "kenapa, hmm?" Alano menyadari perubahan dari Aura. "Aku minta maaf ya." Kening Alano mengernyit.
"Minta maaf buat apa?"
"Udah nyusir kamu tadi pagi," jawab Aura membuat Alano tersenyum. "Gapapa kali, aku gak masukin hati kok. Kamu tuh udah bagus kok nyuruh aku istirahat, coba kalau enggak, mungkin aku drop lagi."
"Tapi sekarang juga kamu lagi sakit." Balas Aura, Alano terkekeh dibuatnya. Ia menyentuh rambut Aura pelan, "gapapa kok, cuman pusing doang. Besok juga ilang, biasanya juga gitu."
"Jangan dijadiin kebiasan, kamu tau kita semua ini khawatir." Alano terkekeh, ia meraih tangan Aura kemudian mengecupnya pelan. "Iya sayang." Jawabnya mampu membuat semburat merah terlihat di kedua pipi Aura.
"Btw, sebenernya kamu kan yang khawatir sama aku?" Goda Ano, Aura berdecak sebal menatap kekasihnya. "Ih apaan sih, geer."
"Ah iya juga gapapa kok, aku seneng malah."
"Gak ya, dasar kepedean!" Kekeh Aura membuat keduanya seketika terdiam.
"No,"
"Ra," panggil Alano bersamaan dengan Aura. Keduanya sontak terkekeh. "Kamu duluan deh." Timpal Alano.
"Aku kangen kamu, No." Ucap Aura dengan senyuman diwajahnya. Alano pun ikut tersenyum. "Aku tau."
"Aku lebih kangen kamu." Lanjutnya mampu membuat semburat merah kembali terhias di kedua pipi Aura.
Kriuk... Kriuk...
Terdengar bunyi dari salah satu perut mereka yang membuat keduanya saling menatap satu sama lain. "Bunyi apaan tuh?" Tanya Alano heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHERHOOD : Aland & Alano
Humor-Sequel from the story of BAD BOY- "Karena nakal harus tau aturan!" Ini kisah si kembar Aland dan Alano. Kembar yang unik dan terkesan seperti orang gila. Tingkah mereka bahkan apa yang melintas dari otak mereka pun tak mencerminkan sepasang sauda...