52 - Hati Lain Yang Terluka

5K 430 36
                                    

-Alano's Pov

Gue menatap nanar ke arah Aura yang kini tengah terduduk memunggungi gue. Bahunya terlihat bergetar, isak tangisnya juga terdengar jelas mengusik indra pendengaran gue.

Sejam yang lalu, Aura menghubungi gue. Meminta gue untuk datang ke rumahnya, saat itu gue bingung, terlebih ia meminta gue untuk tidak datang bersama Aland.

Dan saat ini, gue tau, kenapa gadis di depan gue ini menangis. Pasti semua ini ada hubungannya sama Aland.

"Ra, lu masih gak mau cerita?" Aura masih bungkam.

Gue menghembuskan nafas kasar, kemudian ikut duduk di sampingnya.

"Lu tau, gue gak pernah ngebayangin ada di posisi seperti ini, Ra." Kata gue menatap lurus ke depan. "Harus dihadapkan antara dua pilihan, lu dan Aland." Lanjut gue.

Aura masih terdiam, "kalau gue pilih dukung Aland, lu akan terluka. Dan kalau gue pilih lu, Aland juga akan terluka." Terlebih kalau gue pilih lu untuk bersama Aland, justru diri gue lah yang terluka, Ra. Lanjut gue dalam hati.

"Berat, Ra." Lirih gue.

"Gue ikhlas kok, No. Gue ikhlas Aland sama Jasmine, gue ikhlas." Ucap Aura dengan suara serak.

Gue menoleh ke arah Aura, menatap matanya dalam. "Lalu, kalau lu ikhlas Aland sama Jasmine, kenapa saat ini lu nangis dan minta gue kesini, Ra?" Aura kembali terdiam.

Terdengar hembusan nafas sebelum akhirnya Aura mulai bersuara. "Tadi siang, Aland ke kelas gue, dia nanya. Bunga apa yang bagus untuk nembak cewek, dan lu tau, gue sakit, No. Gue sakit ketika lihat dia dengan bahagianya menyebut nama Jasmine." Tangis Aura pecah.

Sedangkan gue hanya terdiam. Dan tanpa lu sadari, Ra. Lu juga melakukan hal yang sama pada gue.

Tangan gue terulur mengelus pucuk kepala, sambil sesekali mengecupnya pelan. "Iya, Ra. Gue tau, gue tau lu sakit. Tapi lu harus tau, ada gue, ada bokap nyokap lu, lu gak sendiri, Ra." Ujar gue menenangkannya.

Aura masih menangis, bedanya kini ia membalikkan tubuhnya dan memeluk tubuh gue erat. "Makasih, No. Lu selalu ada tanpa minta." Gue hanya mengangguk.

***

Drt... Drt... Drt...

Gue menoleh ke arah handphone gue yang tergeletak di lantai, kemudian tanpa ba-bi-bu, gue meraihnya.

Tertera nama Aland, gue pun segera meletakkannya tepat di telinga gue.

"Assalamu'alaikum." Ucap gue.

"Wa'alaikumsalam, No." Terdengar jawaban dari sebrang sana. Kok kayak suara mamah?

"Mamah?"

"Iya, ini mamah."

"Ada apa mah? Kok tumben telponnya pakek handphone Aland."

"Kamu dimana? Ini udah mau magrib lho, sayang."

"Ano lagi di rumah Aura mah, emang Aland gak bilang?"

"Aland bilang sih, cuman mamah gak percaya takut musyrik, hehe." Gue ikut terkekeh.

"Yaudah, habis magrib Ano langsung pulang kok, Ano mau shalat disini aja tanggung soalnya."

"Yaudah deh kalau gitu, mamah tunggu yah di rumah."

"Iya mah, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," setelah itu panggilan pun terputus.

Tut... Tut...

"Tante Jihan, No?" Gue menoleh lalu mengangguk.

Setelah akhirnya Aura tenang dan berhenti menangis, gue mengajak dia untuk menonton tv di ruang tamu.

"Tante Jihan bilang apa?"

"Enggak bilang apa-apa, dia tadi nanyain, kenapa gue belum pulang, itu aja sih." Jawab gue kembali fokus ke tv.

"Terus kenapa belum pulang?" Gue kembali menoleh dengan dahi mengernyit.

"Lu ngusir gue?" Selidik gue membuat Aura menggeleng.

"En--enggak, gak gitu." Gue terkekeh.

"Santai aja kali, habis nangis lu jadi sok serius deh. Gue pulang ntar habis magrib, numpang shalat disini gratis kan ya?" Canda gue.

Aura terkekeh, "sialan lu! Gue udah ngerasa gak enak tadi, gue kira lu kesingung sama pertanyaan gue tadi." Ucapnya membuat gue gemas dan beralih mengacak rambutnya.

Ia mendengus kesal, "kebiasaan deh, lu suka banget ngacak-ngacak rambut gue kayak--" ucapnya terhenti.

Gue tersenyum kecut, "kayak Aland 'kan?" Aura hanya diam.

"Heh, lagian yah, Ra. Rumah lu ini udah gue anggap rumah sendiri kali, jadi kalau lu ngusir gue, itu gak akan mempan. Kan ini rumah gue, jadi gak ada yang berhak ngusir gue." Ucap gue mengalihkan pembicaraan.

"Iya, serah lu dah!"

Allahuakbar...

Allahuakbar...

Terdengar suara adzan membuat gue dan Aura sama-sama mengucap hamdallah.

Gue menoleh ke arahnya, "Tante Nadya di kamar 'kan?" Aura hanya mengangguk.

"Kalau gitu lu panggil gih, gue duluan ambil wudhu. Kita shalat berjamaah, gue yang jadi imam." Jelas gue.

Lagi-lagi Aura hanya mengangguk dan melenggang pergi ke kamar Tante Nadya sesuai perintah gue.

Diam-diam seulas senyuman terhias di wajah gue. Perlahan, Ra. Secara perlahan gue akan buat hati lu berbelok melihat ke arah gue.

Bersambung...

******

Wih, Alano kok mendadak jadi orang yang sweet gini sih? Aduh, aku juga mau dong No kamu imamin🙈

Hahaha, please jangan ada yang comment "mana aland-jasmine nya! Kok gak muncul-muncul?" Hahaha, ntar juga ada kok, sekarang belum waktunya.

Sekarang waktunya kita ramaikan hastag #poorano

See you guys di part selanjutnya:)

BROTHERHOOD : Aland & AlanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang