"Kamu bahkan masih bisa tersenyum setelah aku lukai, itu membuktikan seberapa brengseknya aku menyakiti wanita sebaik kamu."
***
Oxford, Inggris.
Sedangkan disini, keadaan Alano terlihat membaik. Sebelumnya ia sempat tak sadarkan diri selama dua hari setelah ditemukan tak berdaya di kamar appartementnya kala Dhera berkunjung.
Dhera yang melihatnya pun seketika panik, ia menemukan Alano yang terbaring lemah disamping ranjangnya dengan ponsel nya yang berada di sampingnya.
Dan Dhera terkejut ketika mendapati ponsel Alano yang menampilkan histori email yang ia kirimkan, isi e-mail itu menyatakan bahwa Alano melepaskan Aura.
"Dhe," lamunan Dhera buyar. Ia menoleh dan mendapati Alano yang tengah berusaha menggapai gelas di nakas.
Ia menjalan mendekati Alano, dan membantunya untuk mengambil gelas tersebut. Setelahnya ia membantu Alano untuk minum.
"Makasih, Dhe." Ucap Alano setelah selesai minum, Dhera hanya mengangguk.
"Dokter bilang gue sakit apa Dhe?"
"Typus, ditambah dengan keadaan kamu yang kurang tidur, metabolisme kamu menurun drastis dan kamu juga akhir-akhir ini stress berat. Aku sudah bilang kan, No, selesaikan masalah kamu jangan ditunda-tunda." Alano hanya diam mendengarkan Dhera yang tengah memberitahunya.
"Untung aja Max mau bantu kamu nyusun ulang skripsi, dan apa ini, kamu membuatku terkejut dengan melepaskan Aura?!" Gertak Dhera sambil menunjukkan isi e-mail yang berada pada ponsel Alano.
Alano terbelelak, ia berusaha menggapai ponselnya namun Dhera justru menepisnya. "Bisa kamu jelaskan maksud kamu ini apa?" Alano lagi-lagi terdiam.
"Kenapa, No? Kamu bilang kamu cinta sama Aura tapi apa ini? Kamu milih melepaskan dia? Are you seriously?"
Dengan lemah Alano mengangguk namun setelahnya ia menggeleng tegas, "gue gak tau, Dhe. Pikiran gue masih kacau, gue sama sekali gak ada niatan buat lepasin dia, sama sekali enggak tapi kalau dipikir-pikir lagi, keputusan gue udah benar."
"Gue emang cinta sama dia, tapi gue gak bisa bahagiain dia, Dhe. Buktinya gue buat dia nangis, gue belum bisa ngertiin dia, gue—"
Dhera segera menarik tubuh Alano ke dalam pelukannya, "gue, gue bikin dia nangis, Dhe, lagi. Untuk sekian kalinya, padahal janji gue adalah bikin dia bahagia tanpa satu tetes air mata pun." Ucap Alano dengan lirih.
Dhera semakin mengeratkan pelukannya, ia juga mengusap bahu Alano guna menenangkan. "G-gue, gue udah gagal, Dhe. Dan orang gagal kayak gue gak pantes bersanding sama dia."
"Kamu cuman liat dari sisi pandang kamu, coba kamu liat dari sisi pandang Aura. Kamu bayangin, orang yang kamu tunggu, kamu cintai terus tiba-tiba dia gak ada kabar bahkan parahnya ketika dia udah ada kabar, pacarnya itu malah milih buat mutusin dia. Kamu pikir itu gak sakit? Aku juga perempuan No, aku jelas tahu gimana perasaan Aura saat ini."
"Kecewa, dia pasti bener-bener kecewa. Tapi kamu tahu, seberapa kecewanya perempuan sama lelaki yang dia cintai, itu gak akan merubah rasa cinta dia sama lelaki itu No bahkan sesakit apapun luka yang lelaki itu torehkan." Alano terdiam, mencerna ucapan dari sahabatnya itu.
Dhera kemudian melepaskan dekapannya, dan menatap Alano intens. "Kamu tahu, kaum lelaki itu terkadang egois, sangat. Contohnya kamu, kamu pikir kamu gagal karena udah bikin dia nangis dan milih ngelepasin dia biar dia bahagia. Lalu apa perpisahan itu membahagiakan bagi kamu?"
"Mungkin iya bagi pasangan yang tidak saling mencintai, tapi kamu dan Aura? Jelas kalian saling mencintai, bahagia dia adalah bahagia kamu dan bahagia kamu juga bahagia dia. Lalu kalau kamu ngelepas dia, sama aja kamu melepaskan kebahagian dia, kemudian bagaimana kamu bisa bahagia sedangkan dia juga tidak bahagia."
Alano masih memilih bungkam, tapi tanpa diketahui. Hati dan pikirannya sedang bertengkar, mengerutuki kebodohannya.
"Alasan lelaki itu selalu klise, pergi dengan alasan agar si perempuan bahagia. Bilang saja sudah bosan." Sindir Dhera kali ini sukses membuat Alano mendongak dengan tatapan terkejut.
"Gue gak bosen sama Aura!" Sentak Alano dengan rahang mengeras. Diam-diam Dhera menahan senyumnya.
"Tapi kamu milih ninggalin dia," balasnya.
"ITU KARENA GUE CINTA SAMA AURA?!" Kali ini Alano menaikan suaranya hingga terkesan membentak.
Seulas senyuman pun terhias di wajah Dhera, "gue cinta sama dia, Dhe. Gue cinta." Lirih Alano dengan pandangan menunduk.
Dan tanpa disadari, sedari tadi percakapan mereka disaksikan banyak orang, salah satunya adalah perempuan bermata hazel yang kini terlihat sudah tak bisa menahan tangisnya.
"Aku juga, No." Mendengar suara itu, kepala Alano sontak mendongak dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati seseorang yang kini berada di hadapannya.
Perempuan cantik dengan rambut nya yang tergerai, juga tatapannya, senyumnya, ah semua yang ada pada diri perempuan itu selalu membuat Alano merindukannya.
Ya, perempuan itu adalah Aura. Ia dan keluarga Alano telah sampai di Inggris, dan segera menyusul Alano ke rumah sakit.
"A—Aura?" Tanya Alano tak percaya.
Ia beralih menatap Aland, Andra dan Jihan yang berada di belakang Aura dengan tatapan bingung. Lalu beralih menatap Dhera, sahabatnya.
"I—ini?" Dhera mengangguk, "aku ngabarin kedua orang tua kamu kemarin, habis kamu pingsan gak sadar-sadar. Terus mereka bilang katanya mau nyusul kesini, bawa Aura juga, aku pikir ini waktu yang bagus untuk bikin kalian baikan."
"Awalnya aku kaget waktu liat isi e-mail kamu sama Aura kemarin, aku pikir ini ada hubungannya sama aku, jadi aku berencana untuk bikin kalian berdua baikan." Jelasnya.
Aura melangkahkan kakinya mendekat ke arah Dhera dan tanpa di duga ia langsung merengkuh tubuh Dhera, memeluknya erat.
"Makasih, makasih, aku bener-bener berterimakasih sama kamu. Makasih sekali lagi." Ucap Aura, sedangkan Alano tampak masih kebingungan dengan apa yang terjadi.
"Sama-sama, ini sudah jadi tugas aku. Aku gak mungkin biarin sahabat aku sendiri hidup dalam penyesalan karena udah mutusin perempuan sebaik kamu, Ra." Jawab Dhera.
"Yaudah, aku pulang dulu ya. Orangtua aku udah nyariin aku. Aku pamit ya, Ra, No, Om, Tante dan—" ucap Dhera terhenti ketika melihat sosok lelaki yang mirip dengan Alano, Aland.
"Aland, panggil aja gue Aland."
"Ah iya, Aland. Maaf melupakan namamu, kalau gitu aku permisi."
"Terimakasih ya, Dhe." Ucap Jihan sambil tersenyum, Dhera mengangguk. "Iya sama-sama tante." Setelah itu perlahan tubuh Dhera menghilang dari pintu.
Bersambung...
******
Hai hai aem kombek...
Maafin daku yang telat up ini ya dikarenakan faktor ekonomi:v gaje njir.Ah pokoknya jangan bosen bosen sama cerita ini ya:)
Tungguin terus kelanjutan hubungan Alano dan Aura yang rimut serumit kisah kita, eh? Kita? Lu aja kali gua nggak.
Bai bai:)
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHERHOOD : Aland & Alano
Humor-Sequel from the story of BAD BOY- "Karena nakal harus tau aturan!" Ini kisah si kembar Aland dan Alano. Kembar yang unik dan terkesan seperti orang gila. Tingkah mereka bahkan apa yang melintas dari otak mereka pun tak mencerminkan sepasang sauda...