Extra 4 "Amira Bersama Kakek Nenek"

3.7K 195 7
                                    

"Amira! Aduh cucu nenek, gila nih anak bener-bener bibit unggul. Masih kecil aja udah cantik begini ya Allah." Pekik Nadya, bunda Aura.

Wanita paruh baya itu dengan senang menghampiri cucunya, Amira. Diikuti oleh Bagir, suaminya yang malah biasa saja.

Terkadang Bagir berpikir, kenapa bisa ia memiliki seorang istri yang heboh seperti Nadya ini. Terlebih lagi awalnya ia malah berniat mencomblangkan wanita yang kini menjadi istrinya dengan Andra dulu.

Aura terkekeh mendengar ucapan bunda nya, ia memberikan Amira pada Nadya. "Ya Allah, lucunya cucu gue. Gir, liat, Gir! Masa si Amira senyum lucu banget sih, kalah nih sama si Aura pas kecil." Aura mendengus kesal.

Kenapa jadi membanding-bandingkannya dengan Amira sih? Iya tau, kok tau, cukup tau.

Sedangkan Bagir, ia mengulurkan tangannya mengelus pipi sang cucu. "Gak heran sih anaknya kayak gini, orang dari kakek buyut nya juga udah bibit unggul." Nadya mengangguk.

"Iya, jadi nyesel aku gak nikah sama Andra." Kali ini Bagir membulatkan matanya tak percaya, sedangkan Alano dan Aura hanya terkekeh melihat tingkah kedua orangtua Aura.

Alano menyenderkan bahunya pada Aura, "kenapa hmm?" Tanya Aura. "Capek," Aura mengangguk paham.

Ia menarik tangan suaminya menuju sofa dan keduanya pun duduk, biarkanlah Amira menghabiskan waktu dengan kakek dan nenek nya.

"Barang-barang belum aku ambil di bagasi," kata Alano. "Yaudah nanti aja, malem juga gapapa kok."

Aura pun mendorong tubuh Alano agar membalik, kemudian ia ulurkan tangannya memijat bahu suaminya itu.

Alano yang di pijat pun merasa keenakkan, sudah lama sekali ia tidak di pijat seperti ini oleh Aura. Mungkin terakhir kali saat Aura masih mengandung Amira yang masih berusia 5 bulan.

Setelahnya, selalu ia yang memijat Aura, karena perempuan itu sering kali mengeluh pegal-pegal terutama jika terlalu banyak berjalan.

"Masih enak gak pijatan aku?" Tanya Aura, Alano menoleh sekilas kemudian tersenyum. "Masih, dong. The best lah gak ada yang ngalahin." Aura tersenyum bangga.

"Tapi sumpah ya, tadi tuh aku seneng gitu pas Amira manggil aku 'mom. Itu pertama kalinya dia ngucapin kata itu, No." Alano mengangguk paham.

"Iya aku tau kok, jadi kapan dia panggil aku 'dad?"

"Kamu mah gak pantes di panggil 'dad. Pantesnya di panggil babeh." Tawa keduanya pun pecah.

Malam pun tiba, Nadya dan Bagir terlihat masih sibuk dengan cucu pertama mereka. Sedangkan Alano dan Aura tampak memerhatikan kedua orangtua mereka yang adik dengan anak mereka.

"Gir, bikin lagi yuk?" Bagir terkejut bukan main. "Gila! Gak mau ah, kita tuh udah tua, Nad. Jangan gila ah."

"Tapi kan lucu kayaknya Gir, kalau kita punya anak lagi." Balas Nadya masih terfokus dengan Amira di gendongannya.

"Umur kamu itu udah bukan dua puluhan lagi, Nad. Bahaya kalau hamil, nanti yang ada kamu mati terus aku jadi duda. Gapapa sih, aku mah tinggal nikah lagi aja tapi kasihan ke kamu nya nanti di akhirat, cemburu liat aku nikah lagi." Tawa Aland dan Aura pun pecah mendengar ucapan Bagir sedangkan Nadya, ia menatap suaminya tajam.

"Berani kamu nikah lagi? Aku gentayangin kamu."

"Gapapa sih, tinggal sewa pawang setan aja buat usir kamu, beres."

"Bagir! Ih sebel, jangan-jangan kamu emang udah ada niatan buat nikah lagi ya?" Bagir hanya mengedikkan bahunya acuh.

Nadya menatap ke arah Alano dan Aura, "Ano, Aura, bawa bunda pindah ke rumah kalian aja deh. Bunda takut kalau disini yang ada bunda di racunin sama ayah kalian, ayah kalian udah ada niatan bakalan nikah lagi kalau bunda mati." Bagir menahan tawanya.

BROTHERHOOD : Aland & AlanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang