86 - Panutan (2)

4K 354 23
                                    

Sebulan berlalu, Alano sudah mulai bekerja di Rumah Sakit Permata, milik Juan yang kini telah berpindah kepemilikan kepada Andra.

Alano kini memiliki gelar sebagai dokter spesialis anak. Alasannya karena Alano sejak kecil memang memimpikan menjadi dokter anak, dimana ia akan mengobati banyak pasien anak-anak yang menggemaskan.

Terlebih, ia bisa berlatih menjadi seorang ayah yang baik dikemudian hari.

Sedangkan Aland, ia telah mulai bekerja di perusahaan milik kakeknya, Juan sejak dua minggu yang lalu. Ia bekerja sebagai CEO, dan bahkan awalnya ia ditunjuk sebagi direktur utama, tapi ia menolak.

Aland beralasan tidak siap memegang perusahaan milik kakeknya diumurnya yang terbilang masih muda.

Sedari Andra kecil pun, Juan memang dikenal sebagai dokter sekaligus pebisnis yang hebat. Sebenarnya cita-cita Juan sendiri adalah menjadi seorang dokter, tapi karena ayahnya memiliki sebuah perusahaan dan sialnya lagi Juan merupakan anak tunggal.

Maka dengan amat harus, Juan akhirnya ikut membantu ayahnya melanjutkan perusahaan. Dan melepas statusnya sebagai dokter. Namun karena ia sangat mencintai pekerjaannya, maka ia memutuskan untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang bernaung di perusahaan milik ayahnya.

Alano mendaratkan bokongnya pada kursi kerja miliknya, kini ia tengah berada di ruang kerjanya.

Seulas senyuman terhias di wajahnya, mengingat percakapannya dengan Andra bulan lalu. Ia seperti melihat sosok papah yang sesungguhnya dalam diri Andra.

Jika biasanya, Andra kerap kali menciptakan suasana yang ramai. Justru saat itu Andra seperti tengah mengutarakan isi hatinya selama ini.

Alano akui, ia sempat membenci Andra karena selalu tidak ada waktu untuk kekuarga. Tapi setelah tahu bawa papahnya itu tengah melaksanakan pekerjaan yang mulia, seketika ia tersadar bahwa pekerjaan seperti papah nya lah yang ia inginkan di masa depan.

Clek...

Terdengar suara pintu membuat Alano menoleh, ia sudah siap memarahi siapa yang masuk ke dalam ruangannya namun ketika mengetahui siapa sosok yang masuk ke ruangannya, ia tersenyum gugup sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Eh papah," ucapnya sambil menatap sosok pria paruh bawa dengan jas putih yang melekat ditubuhnya, Andra.

Andra berjalan menghampiri anaknya, "hai anaknya Dr. Andra yang ganteng." Ucap Andra dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Kalau ganteng itu kata orang bukan kata sendiri." Sindir Alano membuat Andra mengedikkan bahunya acuh.

"Bodo, mulut-mulut siapa?"

"Mulut papah," jawab Alano.

"Yaudah, gimana papah. Yang ganteng mah bebas." Sahut Andra.

Alano pun hanya bisa menghela nafas kasar, meladeni papahnya ini sama saja mengobrol dengan batu, tidak akan bisa menang.

"Oh iya, nanti makan siang bareng sama papah. Papah juga udah nelpon Aland sama mamah untuk ikut makan siang bareng disini, tanpa penolakkan!" Ucap Andra tak terbantahkan.

"Iya-iya, pah."

Setelahnya Andra mengacungkan jempolnya dan segera berlalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Dan setelah kepergian Andra, Alano kembai menghela nafas.

"Itu bapak gue bukan sih?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Sok bossy banget."

Disisi lain, justru Aland terlihat sibuk berkutat dengan tumpukan-tumpukan kertas di atas mejanya.

BROTHERHOOD : Aland & AlanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang